Rabu, 01 Oktober 2014

Perpu langgar UUD? Apa maunya SBY mengajukan RUU Pilkada? bukan salah yang setuju maupun yang tidak setuju ! karena hanya ada dua pilihan ! memangnya kenapa kalau Pilkada langsung? Lucu!

Keluarkan Perpu Pilkada, SBY Rusak Iklim Politik di DPR 

Thu,02 October 2014 | 13:01

Keluarkan Perpu Pilkada, SBY Rusak Iklim Politik di DPRPresiden Susilo Bambang Yudhoyono (foto: Antara)
 
 
KBR, Jakarta - Anggota DPR RI dari Partai Gerindra Edhy Prabowo menilai, kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pemilihan Kepala Daerah berpotensi merusak iklim politik di DPR RI.

Kata Edhy, kebijakan tersebut bakal menjadi preseden atau contoh yang bisa ditiru pemangku kebijakan pengesahan undang-undang. Oleh karena itu Edhy menilai kebijakan SBY tersebut dinilai salah.

"Walaupun (Perpu itu) bagus, kalau kita seperti itu cara masuknya, kan itu salah juga. Nanti akan jadi preseden atau yurisprudensi," ujar Edhy di Jakarta, Kamis (2/10).

“Besok kalau suatu partai entah setuju atau tidak, yang penting kita masuk-masukin, kan malah tak bagus dalam berpolitik, dalam pengambilan keputusan pembuatan undang-undang,” tambahnya.

Sebelumnya dikabarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hari ini akan mengeluarkan Perpu Pilkada. Perpuu tersebut mengakomodir keinginan masyarakat untuk melanggengkan sistem Pilkada langsung. Perpu itu sendiri hingga saat ini masih digodok oleh pemerintah.

Sementara Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) memuji sikap SBY. Menurutnya Undang-Undang Pilkada oleh DPRD yang disahkan DPRD merupakan penghilangan hak pilih rakyat.

Editor: Antonius Eko
Selasa, 30 September 2014 , 23:11:00

SBY Bakal Langgar UUD Jika Terbitkan Perpu Pilkada

JAKARTA – Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan melanggar konstitusi jika menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan Rancangan Undang-Undang Pilkada yang baru saja disetujui untuk disahkan oleh DPR. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku maka pemerintah hanya dapat mengeluarkan perpu jika ada keadaan memaksa dan darurat.

“Sekarang apa urgensinya mengeluarkan perpu? Di mana keadaan memaksa dan darurat sehingga keluar perpu? Indikatornya apa? ” ujar Said di Jakarta, Selasa (30/9) malam.
Said menambahkan, SBY sebagai presiden juga akan dianggap melanggar konstitusi jika tidak menandatangani RUU Pilkada untuk disahkan dan diberlakukan. Apalagi jika SBY lewat Partai Demokrat akhirnya mengajukan uji materi atas UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pertimbangan tidak tanda tangan maju ke MK atau mengeluarkan perpu, itu semata karena perasaan dia   terganggu oleh kecaman-kecaman di media sosial. Jadi keliru jika SBY hendak membatalkan UU Pilkada. Beliau kan sudah kadung menyetujui RUU Pilkada menjadi UU yang ditandai dengan adanya pengesahan secara materil RUU tersebut menjadi UU dalam paripurna DPR,” sambung Said.
Menurut Said, dalam UUD 1945, persisnya pasal 20 ayat (5) disebutkan bahwa undang-undang dibahas bersama dan mendapat persetujuan bersama dari pemerintah dan DPR. Artinya, jika kesepakatan itu telah terpenuhi, maka wajib diundangkan dengan segera diberi nomor dan dicatat dalam lembaran negara oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham).
Said pun menganggap pemerintah telah setuju dengan RUU Pilkada yang mengembalikan opsi pemilihan kepala daerah dari secara langsung menjadi melalui perwakilan di DPRD. “Waktu di paripurna kan tidak ada penolakan dari Mendagri (sebagai wakil pemerintah, red). Jadi dengan demikian artinya beliau setuju. Nah kalau presiden dalam waktu 30 hari sejak UU disetujui tidak mau tandatangan, RUU itu sah menjadi UU dan wajib diundangkan,” katanya.
Said justru menyebut pernyataan SBY yang mengku kecewa dengan hasil pengambilan keputusan atas RUU Pilkada hanya kebohongan public semata. Sebab, SBY pada dasarnya memiliki peran sangat sentral saat RUU dibahas di DPR. Pertama karena posisinya sebagai Ketua Umum PD. Namun, faktanya PD walk out.
Selain itu SBY sebagai presiden juga bisa memberi perintah ke mendagri sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Pilkada.  “Mengada-ada, lelucon yang tidak lucu dan sangat aneh kalau beliau mengatakan kecewa. Berhasil tidaknya kan dia yang menentukan. Demokrat kursi terbesar dan mempunyai peran itu disahkan atau tidak sebagai pemerintah,” katanya.(gir/jpnn)

Hari Ini SBY Kirim Perppu Pilkada ke DPR

Kamis, 02 Oktober 2014 06:06 wib | Fahmi Firdaus - Okezone

Hari Ini SBY Kirim Perppu Pilkada ke DPR  
Hari Ini SBY Kirim Perpu UU Pilkada ke DPR (ilustrasi) JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah selesai membuat peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perupu) Pilkada. Hari ini dijadwalkan SBY akan mengirim Perppu tersebut ke DPR.

"Perppu sudah rampung, nanti akan saya cek lagi untuk memastikan semuanya benar. Insya Allah besok (hari ini) saya kirimkan ke DPR setelah saya tanda tangani," kata SBY di Jakarta Convention Center, Jakarta.

SBY menilai, Perppu tersebut bisa membatalkan UU Pilkada yang baru disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu.

"Saya berharap ini menjadi solusi, karena Perppu ini justru ingin mengembalikan Pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan," ucapnya.

Oleh karena itu, dia berharap anggota DPR dapat menerima Perppu yang dia ajukan dengan respon yang baik. "Saya berharap dewan dapat merespon dengan baik,"tutup SBY. (kem)
(ded)

SBY Resmi Tandatangani Dua Perpu Pilkada

Kamis, 2 Oktober 2014 21:58 WIB
SBY Resmi Tandatangani Dua Perpu Pilkada
Tribunnews.com/Andri Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya resmi menerbitkan dan menandatangani dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Adapun dua Perppu yang dimaksud adalah Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Perppu itu sekaligus mencabut Undang-undang Nomor 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Lalu Perpu kedua yakni terkait Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus kewenangan DPRD untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah.
"Saya tandatangani sebagai bentuk nyata bersama rakyat Indonesia untuk memilih pilkada langsung. Saya mendukung penuh pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan  mendasar, karena itu meski saya menghormati pengambilan keputusan yang dilakukan di DPR dengan memutuskan pilkada oleh DPRD izinkan saya untuk tetap berikhtiar demi kedaulatan rakyat, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat," kata SBY saat jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Kamis(2/10/2014).
Menurut SBY, pilkada langsung merupakan buah perjuangan reformasi. Karena itu kata SBY dirinya yang terpilih menjadi presiden melalui pemilihan langsung harus menunjukkan sikap konsistensi kepada rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.
"Saya kira wajar jika saya tetap mendukung pilkada langsung. Saya dapat mengerti dan maklum ada banyak pihak yang kecewa bahkan munculnya kemarahan rakyat Indonesia yang merasa hak dasarnya dicabut dengan pilkada tidak langsung melalui DPRD," ujar SBY.
Untuk diketahui, melalui mekanisme voting, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pilkada melalui DPRD.
"Untuk pilkada langsung dipilih 135 anggota, yang memilih pilkada lewat DPRD ada 226 anggota, abstain 0, dengan jumlah 361 anggota," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso Jumat (26/9/2014) lalu.
Atas keputusan DPR tersebut, Presiden SBY menegaskan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) pemilihan kepala daerah yang baru disahkan di DPR.
Keputusan tersebut diambil SBY usai menggelar pertemuan tertutup dengan petingi Partai Demokrat di Hotel Sultan, Jakarta.
"Yang intinya Perpu ini saya ajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat setelah esok saya terima draf Rancangan Undang-undang hasil paripurna kemarin maka aturan mainnya itu harus saya tandatangani dan setelah ditandatangani karena saya hari ini dan hari-hari sebelum ini sungguh mendengar kehendak rakyat," ujar SBY saat memberikan keterangan pers di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (30/9/2014) lalu. Menurut SBY, Perpu tersebut akan tetap berpedoman pada 10 usulan perbaikan yang diajukan Partai Demokrat yang ditolak di DPR, pekan lalu.
"Maka gantungan utama Perpu ini juga sistem pilkada langsung dengan perbaikan," beber Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Willy Widianto

Adik Prabowo Subianto Anggap Lucu SBY Terbitkan Perppu

Rabu, 1 Oktober 2014 13:58 WIB
Adik Prabowo Subianto Anggap Lucu SBY Terbitkan Perppu
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
W
 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo yang tak lain adik kandung Prabowo Subianto, mengaku heran dengan langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pemilihan kepala daerah.
Dirinya pun menilai hal itu lucu. "Kami ketawa dan kaget. Kan lucu (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Hashim di gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/10/2014).
Bos Arsari Group itu menuturkan, RUU Pilkada merupakan rancangan dan gagasan  pemerintahan SBY. Dirinya heran ketika SBY mau membatalkan produk yang menjadi gagasan sendiri.
"Saya kira ya kalau KMP tetap utuh, saya kira akan ditolak (di DPR)," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden SBY menegaskan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pemilihan kepala daerah yang baru disahkan di DPR.
Keputusan tersebut diambil SBY usai menggelar pertemuan tertutup dengan petingi Partai Demokrat di Hotel Sultan, Jakarta.
Menurut SBY, Perpu tersebut akan tetap berpedoman pada 10 usulan perbaikan yang diajukan Partai Demokrat yang ditolak di DPR, pekan lalu.
"Maka gantungan utama Perpu ini juga sistem pilkada langsung dengan perbaikan," beber Ketua Umum Partai Demokrat itu.

"Kalau Demokrat Walk Out, Ngapain Mengajukan RUU Pilkada?"

Jumat, 26 September 2014 | 15:21 WIB
KOMPAS IMAGES / KRISTIANTO PURNOMO Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh berbicara saat acara deklarasi dukungan terhadap Jokowi di Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jakarta, Rabu (14/5/2014).
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh mempertanyakan sikap Partai Demokrat yang memutuskan melakukan walk out pada saat-saat terakhir sidang pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, Jumat (26/9/2014) dini hari.
Paloh beranggapan, RUU Pilkada merupakan inisiatif dari pemerintah. Oleh karena itu, Demokrat sebagai partai utama pemerintah seharusnya tidak mengambil sikap walk out seperti itu.
"Ketika Partai Demokrat walk out, sayang sekali, ngapain ngajuin RUU. Itu yang harus dipahami oleh masyarakat," ujar Paloh seusai menghadiri acara rapat koordinasi nasional dan pembekalan anggota legislatif terpilih PKPI, di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat (26/9/2014).
Paloh mengatakan, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan mendukung agar pilkada dilakukan secara langsung. Paloh menyayangkan mengapa RUU Pilkada secara langsung tidak bisa digolkan oleh partai pemenang Pemilu 2009 tersebut.
"Menurut saya, masyarakat pun enggak habis pikir," ucap Paloh.
Namun, Paloh tetap membuka pintu jika Demokrat masih ingin bergabung dengan koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla. Menurut Paloh, komunikasi harus tetap berjalan terbuka dan cair dalam situasi seperti apa pun.
"Hari ini kita boleh berbeda pendapat, berbeda pikiran, strategi, tetapi esok lusa ada kemungkinan bisa menyatukan itu," kata Paloh.
Sebelumnya, pada sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada, Demokrat meminta ada opsi ketiga sebagai pilihan voting dalam pengambilan keputusan. Opsi ketiga itu adalah pilkada langsung dengan 10 syarat. Sementara itu, dua opsi lainnya adalah pilkada langsung dan tidak langsung.
Permintaan Demokrat didukung tiga fraksi yang mendukung pilkada langsung, yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Ketiga fraksi ini meminta pimpinan sidang paripurna di bawah kendali Priyo Budi Santoso untuk meloloskan permintaan Demokrat.
Mendapatkan dukungan ini, Demokrat yang diwakili Benny K Harman justru menunjukkan ekspresi terkejut. Kemudian, Demokrat memilih sikap walk out dengan alasan bahwa pimpinan sidang tak memenuhi permintaannya untuk memuat opsi ketiga.
Anggota Fraksi PDI-P, Yasona H Laoly, menduga, skenario yang dilakukan Demokrat merupakan bagian dari rekayasa politik kelompok yang menginginkan agar pilkada melalui DPRD. PDI-P merasa ditipu karena, dalam forum lobi, dukungan telah disampaikan kepada Demokrat, dan menjadi bagian dari hasil lobi.

Penulis: Fathur Rochman






Tidak ada komentar: