Tidak Terlihat di Tengah Korban Bencana, Puan Maharani Dikritik
Rhama Deny - Jurnas.comSabtu, 27 Desember 2014 , 08:23:00 WIB
2
0
0
0
Google +0
- - Foto : Ist
0
0
KINERJA Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani
menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, di saat rakyat Aceh dan Bandung
Selatan diterjang banjir, Puan justru tidak tampak di tengah-tengah para
korban untuk membantu dan mencari jalan ke luar.
Saat terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya, bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya, apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
Saat terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya, bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya, apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
Tidak Terlihat di Tengah Korban Bencana, Puan Maharani Dikritik
Rhama Deny - Jurnas.comSabtu, 27 Desember 2014 , 08:23:00 WIB
2
0
0
0
Google +0
- - Foto : Ist
0
0
KINERJA Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani
menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, di saat rakyat Aceh dan Bandung
Selatan diterjang banjir, Puan justru tidak tampak di tengah-tengah para
korban untuk membantu dan mencari jalan ke luar.
Saat terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya, bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya, apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
Saat terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya, bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya, apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
Tak Tunjukkan Kinerja, Agus: Puan Dipilih Karena Faktor Ibunya
Minggu, 28 Desember 2014, 16:21 WIB ,Republika/Agung Supriyanto
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Puan Maharani dipilih menjadi Menteri
Koordinator bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan karena faktor
ibunya. Sebab Jokowi merasa berhutang budi pada partai pendukungnya yang
tidak lain diketuai oleh Megawati Soekarnoputri.
Hal tersebut disampaikan oleh Agus Wahid Rahman penulis buku Surat
Terbuka untuk Jokowi dan Bangsa Indonesia, Ahad (28/12). "Pada dasarnya
Jokowi memang tidak punya partai kan. Dia hanya populer saja," tutur
Agus.
Karena hal tersebut, wajar saja selama dua bulan ini Puan tidak mampu menunjukkan performa yang baik. Bahkan banyak masyarakat yang cenderung mengeluhkan kinerjanya.
Menurut Agus, Menteri Koordinator tersebut sebelumnya memang tidak memiliki track record yang bagus. "Seharusnya untuk memimpin sebuah lembaga nasional dibutuhkan orang yang telah punya pengalaman cukup dalam mengurusi organisasi besar yang juga hasilnya baik," ungkap Dosen Universitas Trisakti itu.
Adapun keriteria pemimpin yang baik diantaranya, harus dekat dengan rakyatnya, berakhlakul karimah, dan berwawasan luas. Hal tersebut Agus jelaskan di dalam bukunya.
Agus sendiri menyampaikan bahwa tujuannya menyusun buku tersebut adalah mengingatkan pemerintah untuk bertindak sesuai dengan keharusannya. "Buku ini lahir dari rasa sayang saya terhadap bangsa. Bukan untuk mengecam pemerintah," tutur Agus.
Karena hal tersebut, wajar saja selama dua bulan ini Puan tidak mampu menunjukkan performa yang baik. Bahkan banyak masyarakat yang cenderung mengeluhkan kinerjanya.
Menurut Agus, Menteri Koordinator tersebut sebelumnya memang tidak memiliki track record yang bagus. "Seharusnya untuk memimpin sebuah lembaga nasional dibutuhkan orang yang telah punya pengalaman cukup dalam mengurusi organisasi besar yang juga hasilnya baik," ungkap Dosen Universitas Trisakti itu.
Adapun keriteria pemimpin yang baik diantaranya, harus dekat dengan rakyatnya, berakhlakul karimah, dan berwawasan luas. Hal tersebut Agus jelaskan di dalam bukunya.
Agus sendiri menyampaikan bahwa tujuannya menyusun buku tersebut adalah mengingatkan pemerintah untuk bertindak sesuai dengan keharusannya. "Buku ini lahir dari rasa sayang saya terhadap bangsa. Bukan untuk mengecam pemerintah," tutur Agus.
Tidak Terlihat di Tengah Korban Bencana, Puan Maharani Dikritik
Rhama Deny
- Jurnas.com , Sabtu, 27 Desember 2014 , 08:23:00 WIB
KINERJA
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani menjadi sorotan
masyarakat. Pasalnya, di saat rakyat Aceh dan Bandung Selatan
diterjang banjir, Puan justru tidak tampak di tengah-tengah para korban
untuk membantu dan mencari jalan ke luar.
Saat
terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar,
Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan
juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan
dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia
banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena
membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof.
Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir
berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri
lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama
warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban
longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk
menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir
mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya,
bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan
yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya,
apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi
berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu
masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik
berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau
tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi
kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan,
penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan
bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat
Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk
para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah
turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup
mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang
ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya
koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
- See more at:
http://www.jurnas.com/news/167041/Tidak-Terlihat-di-Tengah-Korban-Bencana-Puan-Maharani-Dikritik--2014/1/News/Politik-Keamanan#sthash.ZtygJ1sJ.dpufEkspresi Wajah Puan Berubah Ketika Ditanyakan Kinerjanya
Tidak Terlihat di Tengah Korban Bencana, Puan Maharani Dikritik
Rhama Deny - Jurnas.comSabtu, 27 Desember 2014 , 08:23:00 WIB
2
0
0
0
Google +0
- - Foto : Ist
0
0
KINERJA Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani
menjadi sorotan masyarakat. Pasalnya, di saat rakyat Aceh dan Bandung
Selatan diterjang banjir, Puan justru tidak tampak di tengah-tengah para
korban untuk membantu dan mencari jalan ke luar.
Saat terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya, bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya, apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
Saat terjadi longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jateng yang menelan korban 93 jiwa misalnya, Puan juga tidak ke lokasi bencana.
‘’Dibandingkan dengan menteri yang lain, yang blusukan ke mana-mana, Puan termasuk payah, dia banyak duduk di belakang meja. Mestinya, keringat Puan menetes deras karena membantu masyarakat yang terkena musibah,’’kata pengamat politik dari UI, Prof. Amir Santoso, Jumat (26/12).
Amir berharap, Puan sering blusukan seperti presiden Jokowi dan menteri-menteri lainnya. Ia mencontohkan Mensos Kofifah Indar Parawangsa yang bersama-sama warga Banjarnegara menyiapkan nasi bungkus di dapur umum untuk para korban longsong. Sebagai Menko, Puan harus kerja keras dan dekat dengan rakyat untuk menolong mereka, jangan cuma berada di belakang meja.
Amir mengatakan, sejak semula ia memang meragukan kemampuan dan keahlian Puan. ‘’Ya, bagaimana, pengalaman tidak punya. Dia jadi menteri kan karena punya cantelan yakni ibunya yang Ketum PDI-P itu,’’ujarnya.
Ditanya, apakah Jokowi berani mengganti Puan bila ternyata gagal mengemban jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Amir Santoso mengatakan, kalau Jokowi berhasil ‘merebut’ jabatan Ketum PDI-P, pasti berani tetapi kalau jabatan itu masih berada di tangan Megawati, maka Jokowi tidak berani menggantikan Puan.
‘’Publik berharap Jokowi berani mengganti menteri-menteri lain yang tidak cakap atau tidak mumpuni, bukan hanya Puan saja,’’ kata Amir Santoso.
Menanggapi kritik itu, pimpinan Fraksi PDI-P di DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan, penilaian seperti itu tidak tepat. Ia mengatakan, dalam hal penanggulangan bencana alam, sudah ada yang menangani yakni Menteri Sosial yang dijabat Kofifah Indar Parawangsa.
‘’Untuk para korban tangah longsor di Banjarnegara kan Presiden Jokowi dan Mensos sudah turun ke sana. Gubernur Jateng juga sudah bolak-balik ke sana. Mbak Puan cukup mengkoordinasi, fungsi dia hanya pengurai masalah dan mengatasi hambatan yang ruwet. Jadi, tak perlu terjun langsung. Jangan salahkan Puan, fungsi dia hanya koordinatif, bukan eksekutorial,’’kata Hendrawan.
JAKARTA, KOMPAS.com — Ekspresi wajah Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mendadak berubah. Hal itu terjadi saat dirinya ditanya soal hasil penilaian masyarakat atas kinerja dirinya.
Peristiwa itu terjadi ketika Puan menghadiri peringatan Hari Ibu di kantor DPP PDI Perjuangan di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2014). Dalam peringatan tersebut, Puan hadir bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan sejumlah politisi PDI-P lainnya, seperti Hasto Kristyanto, Ribka Tjibtaning, dan Rano Karno.
Seusai kegiatan, sejumlah awak media lantas mencoba mengonfirmasi dirinya atas hasil survei yang dilakukan Cyrus Network. Wajah Puan yang semula semringah mendadak berubah saat kinerja dirinya dibandingkan dengan kinerja Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti.
"Enggak bekerja bagaimana? Setahu saya Menko selama ini sudah bekerja," kata Puan sembari meninggalkan kerumunan awak media.
Dari 34 menteri yang masuk dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ada empat menteri yang dinilai mendapat perhatian masyarakat berdasarkan hasil survei Cyrus Network. Keempat menteri tersebut adalah Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, serta Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Anies Baswedan.
Survei ini dilakukan selama 1 hingga 7 November 2014 terhadap 1.220 responden yang tersebar di 33 provinsi. Responden dalam survei ini adalah penduduk Indonesia yang berumur minimal 17 tahun dan sudah menikah. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan para responden.
Adapun tingkat kepercayaan dalam survei ini sebesar 95 persen dan batas kesalahan (margin of error) lebih kurang 3,1 persen.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa Susi adalah menteri yang dianggap memberikan harapan dengan persentase lebih besar dibandingkan tiga menteri populer lainnya. Sebanyak 28,7 persen menilai Susi memberi harapan jika dilihat dari kinerjanya, sedangkan yang meragukan Susi hanya 6 persen. Sisanya, yakni 65,4 responden, mengaku tidak tahu.
Sementara itu, hanya 10,9 persen responden yang menilai Puan Maharani memberi harapan. Sisanya, yakni 12,6 persen, meragukan kinerja Puan dan 76,4 persen mengaku tidak tahu.
Sedangkan responden yang menilai Khofifah bisa memberikan harapan sebanyak 15,0 persen. Kemudian Anies dianggap memberikan harapan oleh 11,2 persen responden.
Penulis | : Dani Prabowo |
Editor | : Fidel Ali Permana |
Aduh ! Bu Menko Puan Maharani Sebut Banjarnegara Ada di Jawa Barat
Minggu, 14 Desember 2014 17:39 WITA
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Selasa, 23 Desember 2014 | 06:30 WIB
'Survei Puan Jeblok karena Anak Megawati'
"Nama Puan memang sudah lebih dikenal ketimbang Menteri Susi, tapi rekam jejak kerjanya ini yang buruk. Akibatnya, wajar kalau masyarakat pesimistis kepadanya," ujar Lucius. "Salahnya, selama menjabat sebagai Menko, Puan belum bisa menunjukkan kebijakan yang prorakyat."
Lucius juga menyatakan hal lain yang menyebabkan rendahnya harapan masyarakat terhadap Puan adalah latar belakang partai pengusungnya. Puan, tutur dia, dipilih menjadi menteri bukan karena keahliannya. "Tetapi karena dia anak yang punya partai, anaknya Megawati Soekarnoputri, jadi masyarakat menganggap remeh, bukan karena keahlian," ujarnya.
Lembaga survei Cyrus Network mengumumkan empat menteri di Kabinet Kerja yang paling disorot masyarakat. Di antara 34 nama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meraih perhatian tertinggi.
CEO Cyrus Network Hasan Nasbi mengatakan 28,7 persen responden optimistis pada kerja Susi. Sebanyak 6 persen responden menganggap pemilik maskapai Susi Air ini tak memberi harapan. Sedangkan 65,4 persen responden tak tahu sosok Susi.
Lain halnya dengan kinerja Puan Maharani. Cyrus Network justru menilai kinerja Puan rendah. Puan dianggap tak berkualitas oleh 12,6 persen responden. Hanya 10,9 persen masyarakat yang menganggap Puan berkinerja baik. Sedangkan 76,4 persen lainnya tak tahu sosok dan kinerja Puan.
REZA ADITYA Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dalam sesi wawancara di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (31/10/2014).
POS KUPANG.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani jadi bahan perbincangan
hangat, Minggu(14/12/2014), bukan karena ia ingin dipanggil 'Bu Menko',
namun kali ini ia salah menyebut posisi Banjarnegara yang seharusnya
ada di Jawa Tengah. Putri mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini
menyebut Banjarnegara ada di Jawa Barat.
Kesalahan penyebutan tersebut dilakukan Puan di akun twitternya @PuanMaharani25, berikut petikannya: Turut berduka cita musibah longsor Banjarnegara Jawa Barat.
Niat baik untuk bersimpati kepada korban tanah longsor yang dilakukan Puan di Twitter tersebut pun berubah menjadi kritikan dan cacian, Banyak twit yang muncul menyayangkan salah sebut Puan Maharani itu.
'Turut berduka atas tidak lulusnya Geografi menteri yang satu ini' tulis akun twitter bernama @gema_mikael.
Sebelumnya, Puan Maharani juga sempat membuat kontroversi.Baru saja dilantik menjadi Menteri oleh Presiden Joko Widodo, Puan pun minta dipanggil 'Bu Menko.
Puan membantah jika dirinya dianggap "gila" hormat karena ingin dipanggil "Bu Menko" di acara resmi. Menurut Puan, panggilan bisa disesuaikan pada tempat dan kepentingannya.
"Panggilan kan bisa apa saja, mbak silakan, bu silakan," kata Puan beberapa waktu lalu.
Kesalahan penyebutan tersebut dilakukan Puan di akun twitternya @PuanMaharani25, berikut petikannya: Turut berduka cita musibah longsor Banjarnegara Jawa Barat.
Niat baik untuk bersimpati kepada korban tanah longsor yang dilakukan Puan di Twitter tersebut pun berubah menjadi kritikan dan cacian, Banyak twit yang muncul menyayangkan salah sebut Puan Maharani itu.
'Turut berduka atas tidak lulusnya Geografi menteri yang satu ini' tulis akun twitter bernama @gema_mikael.
Sebelumnya, Puan Maharani juga sempat membuat kontroversi.Baru saja dilantik menjadi Menteri oleh Presiden Joko Widodo, Puan pun minta dipanggil 'Bu Menko.
Puan membantah jika dirinya dianggap "gila" hormat karena ingin dipanggil "Bu Menko" di acara resmi. Menurut Puan, panggilan bisa disesuaikan pada tempat dan kepentingannya.
"Panggilan kan bisa apa saja, mbak silakan, bu silakan," kata Puan beberapa waktu lalu.
Yusril: Saya Tidak Perlu Mengajari, Tapi Wajib Mengingatkan Presiden Jokowi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Pakar hukum Tata Negara Profesor Yusril Ihza Mahendra mengkritik tiga
kartu yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Tiga kartu yang
dimaksud adalah Kartu Indonesia Sejahtera (KIS), Kartu Indonesia Pintar
(KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Ini bukan mengelola
warung. Tiga Kartu Jokowi harus jelas dasar hukumnya. Belum jelas, apa
dasar hukum dikeluarkannya kebijakan tiga jenis kartu sakti KIS, KIP
dan KKS oleh Presiden Jokowi.Niat baik untuk membantu rakyat miskin
karena mau naikkan BBM memang patut dihargai," ungkap Yusril, Kamis
(6/11/2014). Hal seperti itu, lanjut Yusril, sudah dilakukan sejak pemerintahan SBY. Namun, tegasnya lagi, mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Cara mengelola negara, katanya lagi, tidak sama dengan mengelola rumah tangga atau warung.
"Kalau mengelola rumah tangga atau warung, apa yang terlintas dalam pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tidak begitu. Suatu kebijakan harus ada landasan hukumnya. Kalau belum ada siapkan dulu landasan hukumnya agar kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan," Yusril mengingatkan.
Kalau kebijakan itu berkaitan dengan keuangan negara, saran Yusril, Presiden haruslah berbicara dulu dengan DPR yang memegang hak anggaran. Karena itu, perhatian kesepakatan-kesepakatan dengan DPR yang sudah dituangkan dalam UU APBN.
"Puan Maharani jangan asal ngomong kalau tidak paham tentang sesuatu. Lebih baik dia belajar mengelola negara dengan benar," kata Yusril.
"Puan katakan kebijakan tiga kartu sakti itu akan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk inpres dan keppres yang akan diteken Presiden Jokowi.Puan harus tahu, inpres dan keppres bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan RI," sambung Yusril lagi.
Inpres dan Keppres, Yusril memaparkan, pernah digunakan di zaman Bung Karno dan Pak Harto sebagai instrumen hukum. Kini setelah reformasi, tidak digunakan lagi. Inpres hanyalah perintah biasa dari Presiden dan Keppres hanya untuk penetapan seperti mengangkat dan memberhentikan pejabat.
Ia juga menyarankan agar Mensesneg Sutikno bericara hati-hati mengenai sumber dana yang digunakan untuk membiayai kebijakan 3 kartu sakti. Dia (mensesneg) katakan,imbuh Yusril, dana tiga kartu sakti berasal dari dana CSR BUMN. Jadi, bukan dana APBN sehingga tidak perlu dibahas dengan DPR
"Kekayaan BUMN itu kekayaan yang sudah dipisahkan dari keuangan negara, namun tetap menjadi obyek pemeriksaan BPK dan BPKP.Karena itu jika negara ingin menggunakan dana CSR BUMN status dana tersebut haruslah jelas, dipinjam negara atau diambil oleh negara," katanya.
"Sebab, dana yang disalurkan melalui tiga kartu sakti adalah kegiatan pemerintah sebagai kompensasi kenaikan BBM yang akan dilakukan pemerintah penyaluran dana melalui tiga kartu sakti bukanlah kegiatan BUMN dalam melaksanakan corporate social responsibility mereka," sambung Yusril lagi.
Ia kemudian berharap Mensesneg Sutikno, untuk tidak asal bicara seperti Puan Maharani. "Pikirkan dulu dalam-dalam sebelum bicara dan bertindak dalam mengurus negara," tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari pihak -[ihak yang disebutkan oleh Yusril Ihza Mahendra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar