Selasa, 24/02/2015 08:59 WIB Andi Saputra - detikNews
Ramalan Prof Hibnu Nugroho Terbukti: Sarpin Effect!
Sarpin Rizaldi (dok.detikcom), Sarpin Effect Menggejala
Kala itu, Hibnu menyatakan 'putusan Sarpin merupakan kesesatan yang luar biasa dan merusak sistem. Ini bisa menyerang balik polisi, nanti di tiap-tiap Polres, Polsek para tersangka langsung menggugat praperadilan. Begitu ditetapkan tersangka, pencopet, pencuri, narkotika, langsung praperadilan. Kelabakan mereka. Pengadilan juga banjir perkara'. (Baca: Ahli Pidana: Hakim Sarpin Rusak Sistem Hukum, Bisa Serang Balik Polisi)
Hal ini terbukti. Serangan balik mulai dilancarkan ke polisi. Tersangka kasus korupsi di Banyumas, Jawa Tengah, Mukti Ali menggugat praperadilan Polres Banyumas karena ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, kewenangan praperadilan dalam KUHAP dibatasi dengan tegas dan penetapan tersangka bukan termasuk objek praperadilan.
"Sekarang banyak yang sudah jelas tapi hakim menabrak tatanan hukum yang ada. Misalkan Sarpin, harusnya ditolak, tapi diterima dengan pertimbangannya melanggar UU," kata guru besar FH Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu kepada detikcom, Selasa (24/2/2015).
Tujuan hukum yaitu membuat keteraturan tata masyarakat akhirnya tidak terwujud. Hukum acara yang menitikberatkan terwujudnya kepastian hukum, malah membuat ketidakpastian hukum.
"Ini yang disebut dengan anomali hukum," ujar Prof Hibnu.
Selain Mukti Ali, mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali juga mengekor langkah Komjen BG. Oleh sebab itu, Prof Hibnu meminta Mahkamah Agung (MA) segera menyudahi kegaduhan hukum tersebut.
"MA harus menyetop. Segera batalkan putusan Sarpin. Kalau tidak, semua tersangka akan melakukan hal yang sama. Tidak hanya tersangka korupsi, tapi juga tersangka yang ditetapkan polsek, kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi, polres hingga Kejaksaan Agung," pungkas Prof Hibnu.Selasa, 24/02/2015 13:19 WIB Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Senin, 23/02/2015 14:59 WIB Arbi Anugrah - detikNews
Sarpin Effect, Pedagang Sapi Gugat Polri: Saya Kaget Dijadikan Tersangka
Hakim Sarpin Rizaldi yang menyatakan praperadilan berwenang mengadili objek penetapan tersangka (dok.detikcom)Sarpin Effect Menggejala
Banyumas, - Seorang pedagang sapi di Banyumas,
Jawa Tengah, Mukti Ali tidak terima dijadikan sebagai tersangka kasus
korupsi. Ia pun menggugat Polri lewat jalur praperadilan siang ini.
Berharap Sarpin effect.Kasus ini bermula dari adanya penetapan tersangka oleh Polres Banyumas terhadap Mukti Ali yang diduga melakukan tindak pidana korupsi bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 50 juta. Bantuan sosial tersebut berasal dari dana penyelamatan sapi betina produktif sebesar Rp 440 juta dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Menurut Mukti Ali penetapan tersangka dirinya terasa janggal dan ia juga menyangkal semua tuduhan yang ditetapkan oleh Polres Banyumas.
"Saya sendiri selama ini hanya dimintai keterangan dan saya sendiri juga kaget saat ditetapkan menjadi tersangka," kata Mukti saat dihubungi wartawan, Senin (23/2/2015).
Padahal, selama ini dirinya hanya memfasilitasi lahan untuk keperluan pembuatan peternakan sapi.
"Tanah yang digunakan adalah lahan milik saya, saya sendiri tidak mengetahui apa-apa kalau ternyata itu asetnya dijarah. Saya sendiri juga bukan ketua kelompok peternak seperti yang dituduhkan," ucap Mukti.
Tidak terima atas penetapan status tersangkanya, Mukti lalu mengajukan gugatan praperadilan. Ia menggugat Polres Banyumas dan berharap Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto mengabulkan gugatannya dan statusnya dicabut. Mukti berharap nasibnya serupa dengan Komjen Budi Gunawan, yang status tersangkanya dibatalkan hakim Sarpin Rizaldi.
"Harapannya gugatan kami dikabulkan. Harus ada persamaan hukum. Jangan kalau jenderal dikabulkan, tapi kami yang warga biasa tidak," kata pengacara Mukti, Joko Susanto berharap.
Selasa, 24/02/2015 19:00 WIB Rina Atriana - detikNews
Buya Syafii: Sarpin Effect Harus Dihentikan
Menanggapi hal tersebut, ketua Tim 9 Buya Syafii Maarif menegaskan, Sarpin effect harus dihentikan. Hal tersebut disampaikan Buya usai Seminar 'Fikih dan Tantangan Kepemimpinan dalam Masyarakat Majemuk' di Hotel Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (24/2/2015).
"Harus disetop. Saya setuju saja, kan praperadilan bukan hanya dipahami si Sarpin itu. Sarpin itu subjektif sekali ya, kan sudah banyak kritik terhadap dia itu," kata Buya Syafii.
Buya menyatakan, Komisi Yudisial (KY) harus meneliti kembali hakim-hakim yang dianggap kontroversial. Bagaimana pun, korupsi merupakan salah satu penyebab utama kemiskinan merajalela di Indonesia.
"KY harus meneliti kembali hakim-hakim ini. MA juga harus membuka mata, membuka hati, jangan seperti orang nggak paham aja," jelas Buya Syafii.
"Kemiskinan itu salah satu penyebab utamanya korupsi ini. Sangat luar biasa. Sangat dilematis, menggurita, sistemik, masa dibiarkan begitu. Kecuali kita mau menggali kuburan masa depan bangsa ini kembali," sambung Buya Syafii.
Sarpin Effect Disambut Positif Para Koruptor, Ini Reaksi Jokowi
Jika nantinya para koruptor menempuh jalur yang sama, apa pendapat Presiden Joko Widodo (Jokowi)?
"Kalau memang hal itu (mengajukan praperadilan) ada di dalam hukum positif kita, masa saya mau intervensi? Masa saya intervensi masalah hukum?" ujar Jokowi saat dimintai tanggapan di Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (24/2/2015).
Sementara itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang masih berlaku saat ini, pemberian status tersangka tak termasuk hal yang dapat dipraperadilankan. Namun anehnya, PN Jakarta Selatan tetap memproses praperadilan Komjen BG hingga akhirnya membatalkan status tersangka.
Berikut merupakan petikan Pasal 77 tentang Praperadilan dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP:
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar