Rabu, 14 Januari 2015

Calon Kapolri Tersangka! apa kata pendukung Jokowi? Pak Jokowi Tak Perlu Diajari

Soal Kelanjutan Pencalonan Komjen Budi, Agung: Pak Jokowi Tak Perlu Diajari

Ropesta Sitorus - detikNews

Jakarta - Bagai telur di ujung tanduk. Begitulah nasib penunjukan calon tunggal Kapolri, Komjen Pol Budi Gunawan setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan korupsi. Soal perlu tidaknya Presiden Joko Widodo menarik kembali penunjukan Budi, politisi Golkar Agung Laksono menilai itu sepenuhnya hak Jokowi.

“Terserah pak Jokowi (apakah harus menarik kembali suratnya). Saya kira tidak perlu diajar-ajarilah karena presiden sudah punya stafnya, punya pembantunya, Tentu kami serahkan kepada beliau untuk memutuskan yang baik,” kata Agung di sela acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di jalan Brawijaya, Jaksel, Selasa (13/1/2015) malam.

Sementara kelanjutan pelaksanaan fit and proper test untuk menguji Budi Gunawan, diserahkan Agung kepada DPR. Menurutnya komisi hukum DPR tentu sudah punya pertimbangan yang cukup matang. Dia meminta agar fraksi-fraksi tidak membuat keputusan yang terburu-buru tanpa pertimbangan jernih.

Ketum Golkar versi Munas di Jakarta ini adalah salah satu orang yang mendukung pencalonan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Menurutnya semua mekanisme penunjukan yang dilakukan Jokowi sebenarnya sudah tepat.

Agung pun menyebut penetapan Budi sebagai tersangka kasus gratifikasi, bagai petir di siang bolong. Dia mengaku terkejut saat mendengar berita tersebut dari media. Namun dia mengajak untuk menghargai semua proses hukum yang berjalan terhadap Budi.

“Memang presiden punya hak prerogative untuk tetapkan calon Kapolri sesuai UU. Saya kira secara prosedur sudah benar. Tapi bawasanya pada hari ini ternyata calon Kapolri Budi Gunawan itu dijadikan tersangka oleh KPK bagi saya sendiri ini sesuatu yang tidak kami duga-duga,” tutur Agung.

Pasca penetapan status Budi sebagai tersangka, beberapa pihak, seperti Direktur Institute for Criminal Justice Reform Supriyadi Widodo Eddyono, meminta agar Jokowi menarik kembali penunjukan Budi Gunawan. Bahkan anggota komisi III DPR yang juga Sekteraris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo juga meminta agar rencana uji kepatutan dan kelayakan dibatalkan.
 

Bikin Petisi Tolak Kapolri, Aktivis ICW Pendukung Jokowi Ditertawakan Netizen


Kabar pengajuan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) untuk menjadi Kepala Polri (Kapolri) mendapat penolakan berbagai pihak.

Sebagai mana ramai diberitakan media, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) untuk menjadi Kepala Polri menggantikan Jenderal Pol Sutarman. DPR pun telah menerima surat tersebut dan menyebut Budi Gunawan sebagai calon tunggal kapolri.

Para aktivis anti korupsi yang selama ini mendukung Jokowi pun kebakaran jenggot. KontraS menyebut penunjukan Budi Gunawan calon Kapolri sebagai skandal politik Jokowi. Aktivis ICW pun senada, mereka menyebutnya sebagai mimpi buruk. Tak puas hanya mengungkapkan kekecewaannya, pendukung Jokowi pun membuat PETISI KEPADA PRESIDEN JOKOWI AGAR MENUNDA PENGAJUAN KAPOLRI DAN MELIBATKAN KPK.

Adalah Emerson Yuntho, Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), yang membuat PETISI ONLINE di situs change.org. Berikut ISI PETISI:

Mempetisi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Presiden Republik Indonesia)

Petisi ini akan dikirim ke:
Presiden Republik Indonesia
Joko Widodo (Presiden Republik Indonesia)

Presiden Jokowi, Tunda Penyerahan Daftar Calon Kapolri ke DPR. Libatkan KPK dan PPATK dalam Pemilihan Calon Kapolri!

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol. Sutarman pada Oktober 2015 ini akan memasuki masa pensiun. Namun demikian sudah ada upaya percepatan proses pemilihan calon Kapolri yang nantinya diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke DPR RI untuk selanjutnya dilantik sebagai Kapolri baru.

Saat ini bermunculan sejumlah nama para jenderal polisi Polri masuk dalam bursa calon Kapolri. Misalnya saja Komjen Budi Gunawan, Komjen Suhardi Halius, Komjen Badroeddin Haiti, Irjen Safruddin, Irjen Pudji Hartanto, dan Irjen Unggung Cahyono.  Diluar nama-nama tersebut juga beredar sejumlah nama lainnya.

Muncul kerisauan terdapat nama calon Kapolri yang diduga memiliki rekening tidak wajar jika dibandingkan dengan penghasilan yang seharusnya tidak terima (dikenal dengan istilah rekening gendut jenderal polisi). Masih banyak pula rekam jejak calon Kapolri yang publik tidak diketahui.

Mengapa kita menilai penting untuk mendapatkan figur Kapolri yang terbaik? Jabatan Kapolri adalah jabatan paling strategis dibidang penegakan hukum dan merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan Program Nawacita khususnya dibidang hukum dan pemberatansan korupsi di era Pemerintahan Jokowi-. Sulit bagi publik untuk percaya kepada institusi penegak hukum seperti Kepolisian jika pimpinan kepolisian yaitu Kapolri punya masalah dengan hukum.

Kami mengingatkan Presiden Jokowi bertindak hati-hati dan bijaksana dalam memilih calon Kapolri.

Pertama, pemilihan Kapolri sebaiknya tidak didasarkan pada politik dagang sapi atau politik balas budi. Penunjukan Kapolri harus didasari pada aspek kepemimpinan (leadership), integritas, rekam jejak, kapasitas, dan komitmen yang kuat dalam mendorong agenda reformasi dan antikorupsi. Sebaiknya Jokowi juga tidak memilih figur Kapolri hanya karena dia dianggap berjasa terhadap dirinya selama masa Pilpres maupun titipan Ketua Umum atau elit partai tertentu.

Kedua, Harus dipastikan bahwa Kapolri yang nantinya dipilih tidak bermasalah atau berpotensi menimbulkan masalah. Hal ini penting agar pemerintahan Jokowi-JK kedepan tidak terganggu atau tercoreng kredibilitasnya dan bahkan tersandera dengan persoalan korupsi, Hak Asasi Manusia, pencucian uang atau persoalan hukum lain yang dilakukan oleh Kapolri  ataupun yang terjadi di internal Kepolisian.

Meskipun pemilihan Calon Kapolri adalah hak prerogatif Presiden, namun jika Jokowi salah memilih figur Kapolri, maka akan berdampak rusaknya kepercayaan publik terhadap pemerintah tidak saja sesaat namun bisa saja hingga lima tahun kedepan atau selama periode pemerintahan Jokowi.

Sudah seharusnya Jokowi mengulang “kesuksesan” dalam menjaring calon menteri di Kabinet Kerja dan mendapatkan figur yang berintegritas apa yang dilakukan oleh Jokowi dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK). Sebaliknya Jokowi juga tidak mengulang “kesalahan” ketika memilih calon Jaksa Agung tanpa melibatkan KPK dan PPATK. 

Mengapa harus melibatkan KPK dan PPATK? Kedua lembaga ini telah teruji dan berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi dan pencucian uang, memiliki data dan informasi mengenai rekam jejak seseorang terkait dengan perkara korupsi maupun transaksi keuangan yang mencurigakan. Lembaga ini juga memiliki citra yang positif dan relatif lebih dipercaya dimata publik.  

Setelah Hoegeng yang legendaris tidak lagi menjadi Kapolri, hingga kini kita tidak lagi memiliki figur-figur Kapolri yang dapat dibanggakan, dipercaya dan dicintai oleh publik. Maka tugas Presiden Jokowi lah untuk memunculkan kembali “Hoegeng” baru menjadi Kapolri.

Untuk mendapatkan figur Kapolri yang terbaik maka Kami meminta Presiden Jokowi:

1. Menunda menyerahkan nama calon Kapolri kepada DPR RI sebelum dilakukan pendalaman maupun investigasi mengenai rekam jejak para kandidat. Apalagi masa pensiun Jenderal Pol. Sutarman baru akan berakhir pada oktober 2015 nanti.

2. Melibatkan atau mengundang KPK dan PPATK maupun lembaga atau komisi negara lain seperti, Dirjen Pajak, Komnas HAM untuk memberikan masukan mengenai rekam jejak para calon Kapolri.

3. Membuka diri terhadap masukan dari semua pihak termasuk masyarakat dan media mengenai rekam jejak para calon Kapolri.

Dukung dan sebarkan petisi ini ya agar kita dapat memiliki Kapolri yang bersih dan mampu bekerja sebaik-baiknya.

Salam,

Emerson Yuntho

***

Melalui twitternya Emerson Yuntho juga mengajak untuk menandatangani petisi.

"Salah 1 cara protes thd @jokowi_do2 menunjuk Budi Gunawan adalah dgn ttd petisi http://change.org/CalonKapolri  cc @BurhanMuhtadi @andreasharsono," tulis aktivis ICW ini melalui akun twitternya @emerson_yuntho pagi ini, Minggu (11/1/2015).

Namun petisi ini mendapat tertawaan dari netizen.

"LOL. Kayak org amnesia loe bro bikin petisi segala. Emangnya BG baru skrg jd tim JKW? Pas kampanye jg sdh kepergok. Kmn aje loe? @emerson_yuntho," tulis netizen @panca66.

"@emerson_yuntho mgkin eson blm dpt jabatan..ditunggu2 gak datang2.." ledek netizen @Sahril_Rambe.

"@panca66 @emerson_yuntho jelas2 ada bukti di sate senayan, dulu pada sok tutup hidung... pdhal baunya dah kemana2.... dah kebaca jelas kali," cuit @roses_man.

"Udah kepergok (di warung sate) tp ngakunya kebetulan, Skrg Tuhan perlihatkan lagi pembuktiannya #KumpulanPendusta @emerson_yuntho," tulis @irmask.

"@emerson_yuntho icw mah kalau sdh menyangkut pdip cuma acting aja. PDIP next destination mrk," komen @BagindoSutan7.

Sampai tulisan ini dibuat, sudah ada 258 yang menandatangani petisi yang beralamat di https://www.change.org/p/jokowi-do2-tunda-penyerahan-daftar-calon-kapolri-ke-dpr-libatkan-kpk-dan-ppatk-dalam-pemilihan-calon-kapolri

Tidak ada komentar: