Rabu, 18 Februari 2015

Akhirnya, Presiden Jokowi Lebih Mendengar Suara Rakyat , PDIP kecewa

Rabu, 18/02/2015 17:22 WIB Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Akhirnya, Presiden Jokowi Lebih Mendengar Suara Rakyat
Jakarta - Langkah Presiden Joko Widodo tak melantik Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri panen apresiasi. Ya, sang presiden telah menjawab keraguan masyarakat dan menunjukkan dirinya berpihak kepada suara rakyat.

Jokowi banyak mendapat apresiasi dari kalangan pengamat, relawan, dan tokoh pro pemberantasan korupsi yang sudah lama menunggu sikap tegas Pak Presiden. Jokowi dianggap mengambil langkah berani di tengah posisi dilematis, antara suara rakyat dan suara parpol.

Parpol pendukung Jokowi yang tergabung di KIH seperti PDIP, NasDem, PPP, Hanura, dan PKPI memang terus mendorong pelantikan Komjen Budi. Namun pada akhirnya toh Jokowi lebih memilih mendengar keresahan masyarakat dan memilih tak melantik calon Kapolri yang sempat kontroversial tersebut.

"Mengingat bahwa pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri telah menimbulkan perbedaan pendapat di masyarakat maka untuk menciptakan ketenangan dan memperhatikan kebutuhan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk segera dipimpin oleh Kapolri yang definitif, maka hari ini kami mengusulkan calon baru yaitu Komjen Badrodin Haiti," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/2/2015) pukul 14.20 WIB.

Apa yang diputuskan Jokowi tersebut sama dengan apa yang direkomendasikan oleh Tim 9 yang dibentuk presiden untuk menyelesaikan polemik cicak vs buaya jilid III. Tim 9 memang sejak awal menolak pelantikan Komjen Budi jadi Kapolri. Suara rakyat yang disuarakan tim konsultatif independen ini sempat mendapat serangan tajam dari elite KIH.

Puncaknya Tim 9 semalam melansir 7 rekomendasi untuk Presiden Jokowi. Tim 9 menyarankan Presiden Jokowi tidak melantik Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri dan menyarankan calon Kapolri tersebut mengundurkan diri demi kepentingan bangsa dan negara.

Surat pernyataan rekomendasi Tim 9 tersebut dibacakan di Maarif Institute di Jalan Tebet Dalam Raya II no 6, Jakarta Selatan, Selasa (17/2/2015) kemarin. Pernyataan itu disetujui 8 dari 9 anggota Tim 9. Mereka yang setuju yaitu Syafii Maarif, Jimly Asshiddiqie, Erry Riyana Hardjapamekas, Hikmahanto Juwana, Bambang Widodo Umar, Oegroseno, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Imam B Prasodjo. Hanya nama Sutanto, mantan Kapolri, yang tidak tercantum dalam pernyataan itu.
 Berikut Isi Rekomendasi Terbuka Tim Konsultatif Independen alias Tim 9:

1. Tim Konsultatif Independen tetap pada rekomendasi agar Presiden tidak melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri meski beliau telah dihapuskan status tersangka dalam Putusan praperadilan mengingat putusan praperadilan tidak terkait dengan substansi sangkaan.

2. Tim Konsultatif Independen mengharapkan Presiden berupaya agar Komjen Pol Budi Gunawan bersedia untuk mengundurkan diri dalam pencalonan Kapolri demi kepentingan Bangsa dan Negara.

3. Presiden segera memulai proses pemilihan calon Kapolri agar Institusi Polri terjaga soliditas dan independensinya serta Kapolri terpilih dapat memastikan sinergi dengan lembaga penegak hukum lain.

4. Presiden segera turun tangan dan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sejumlah pimpinannya ditetapkan sebagai tersangka dan sejumlah penyidik dan pegawainya ditersangkakan atau terancam ditersangkakan.

5. Tim Konsultatif Independen merasa perlu memberikan masukan kepada Presiden atas adanya kekhawatiran tumbuhnya persepsi negatif publik terhadap Polri dengan penetapan tersangka kepada pimpinan, penyidik, dan pegawai KPK yang didasarkan kasus-kasus lama dan terkesan tidak substansial.

6. Tim Konsultatif Independen merasa khawatir terhadap merosotnya kewibawaan Presiden dengan adanya proses kriminalisasi yang terus berlangsung padahal Presiden sudah secara tegas memerintahkan untuk menghentikannya pada tanggal 25 Januari 2015 di Istana Negara.

7. Presiden perlu memastikan Komisi Pemberantasan Korupsi menjalankan fungsi dan tugasnya secara efektif sebagaimana diatur dalam UU Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga tidak terjadi pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana ditegaskan dalam Nawa Cita.

Keputusan tersebut membuat relawan Jokowi bangga. "Relawan bangga dengan langkah besar Presiden Jokowi. Beliau mampu menyelesaikan persoalan yang penuh hiduk pikuk dengan bijaksana dan tegas," kata Ketua Umum DPP Ormas PROJO Budi Arie Setiadi kepada detikcom, Rabu (18/2/2015abu, 18 Februari 2015 | 15:23 WIB

Jokowi Batal Lantik Budi Gunawan, Ini Reaksi Kecewa PDIP

Jokowi Batal Lantik Budi Gunawan, Ini Reaksi Kecewa PDIP
Politikus Trimedya Panjaitan. TEMPO/Fajar Januarta
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan mengaku tak senang dengan keputusan Presiden Joko Widodo membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian RI. "Kami kecewa sudah," ujar Trimedya di Kompleks Parlemen Senayan," Rabu, 18 Februari 2015.

Menurut Trimedya partainya sempat senang saat mendengar keputusan Jokowi yang akan menghormati proses hukum terkait status Budi Gunawan. Kenyataannya setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima gugatan praperadilan Budi Gunawan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jokowi tetap tak melantik Budi.

Trimedya juga menyayangkan sikap Jokowi bertentangan dengan aspirasi yang berkembang di partai. Padahal Jokowi merupakan kader aktif PDIP. "Kami menyayangkan sikap ini. Katanya Presiden hormati hukum," kata Trimedya lagi.

Presiden Joko Widodo mengajukan nama baru sebagai calon Kapolri. Otomatis itu membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI. Jokowi mengatakan pencalonan Budi Gunawan telah menimbulkan perbedaan di masyarakat.

Menurut Jokowi, untuk menciptakan ketenangan dan kebutuhan Kepolisian untuk segera dipimpin Kapolri definitif maka istana mengusulkan calon baru. "Kami usulkan Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai penggantinya," kata Jokowi di Istana Medeka.

IRA GUSLINA SUFA

Tidak ada komentar: