Senin, 02 Maret 2015 | 08:41 WIB
Jokowi Minta Ahok dan DPRD Damai, Taufik: Saran Bagus, tapi...
Wakil Presiden, Jusuf Kalla (kiri), bersama Gubernur DKI, Ahok, mengantar Jokowi di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, 12 Desember 2014. TEMPO/Subekti.Menanggapi saran Jokowi itu, Wakil Ketua DPRD Jakarta Mohammad Taufik berkeras. "Ini bukan perkara damai atau tidak saja," ucap Taufik saat dihubungi, Sabtu, 28 Februari 2015.
Menurut Taufik, kisruh antara Dewan dan Ahok adalah muara dari sikap Ahok yang melanggar prosedur. "Ini masalah aturan," ucap Taufi. "Ahok memberikan dokumen palsu (Rancangan APBD 2015 ke Kementerian Dalam Negeri). Itu, kan, melanggar undang-undang."
Walhasil, tutur Taufik, Dewan akan teguh dengan sikap yang sudah ditunjukkan selama ini. Salah satunya, penggunaan hak angket terhadap Ahok. "Saran Presiden itu bagus, tapi ini masalah pelanggaran," katanya.
Seruan agar DPRD Jakarta dan Ahok damai ini dilontarkan Jokowi saat blusukan ke Pasar Burung di Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Menurut Jokowi, konflik bakal rampung andai kedua pihak membangun komunikasi dan mencari solusi bersama. "Pasti ada jalan keluar," tutur Jokowi.
ARIE FIRDAUS
Setelah Ahok Mengadu, Ini Komentar Jokowi soal Anggaran Siluman
Sabtu, 28 Februari 2015 | 16:41 WIB
"Coba ditanyakan, ada yang namanya pokir enggak?" kata Jokowi, di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu (28/2/2015).
Pokir yang dimaksud Jokowi adalah pokok pikiran DPRD DKI Jakarta yang masuk dalam APBD DKI Jakarta. Ahok pernah menyebut bahwa salah satu modus permainan anggaran DPRD DKI adalah dengan mengajukan pokir. Kini, Ahok telah memotong pokir dalam APBD 2015. Menurut Jokowi, dia telah mendengar istilah pokir sejak masih memimpin Jakarta. Meski demikian, Jokowi mengaku saat itu anggaran pokir tidak ada dalam draft APBD DKI Jakarta tahun 2013. "Pokir itu saya pernah dengar tapi memang belum sampai ke dalam karena kita kelibas kerja terus. Tapi (coba) tanyakan," ucapnya.
Secara pribadi, Jokowi menganggap ketegangan Ahok dengan DPRD DKI Jakarta hanya karena kurang komunikasi. Tapi ia yakin, permasalahan tersebut akan segera selesai.
Mengenai sistem e-budgeting, kata Jokowi, hal itu sudah ia gagas sejak akhir 2012. Ia menilai sistem tersebut sangat baik dan harus dipaksakan diterapkan di tingkat nasional. "Memang sesuatu yang baru pasti ada pro dan kontra. Sebetulnya kalau (sistem) ini di Jakarta sudah mapan, mau kita nasionalkan," ujarnya.
Sebelumnya, Ahok mengungkapkan bahwa Jokowi sebenarnya sudah tahu sejak dulu praktik "proyek titipan" dari DPRD yang bekerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Pengalaman Jokowi sebagai Wali Kota Surakarta hingga Gubernur DKI Jakarta membuat dia menyadari bahwa praktik korupsi itu yang membuat serapan anggaran di daerah menjadi rendah.
Ahok menyebutkan, ada anggota DPRD yang memotong 10-15 persen dana anggaran pada program unggulan dalam RAPBD DKI 2015, lalu dialokasikan untuk program-program bernilai total Rp 12,1 triliun yang menurut dia tidak penting.
Terkait itu, semua anggota DPRD menyepakati penggunaan hak angket terhadap Gubernur. Hak angket itu digulirkan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran aturan perundang-undangan oleh Ahok dalam tahapan penetapan APBD DKI 2015. Dalam rapat paripurna, semua anggota DPRD DKI yang berjumlah 106 orang dari sembilan fraksi memberikan tanda tangan persetujuan penggunaan hak angket. Sebanyak 33 anggota Dewan juga telah tercatat duduk dalam panitia angket.
Penulis: Indra AkuntonoEditor: Ana Shofiana Syatiri
Minggu, 01 Maret 2015 | 06:08 WIB
Mengapa Ahok Ngadu ke Jokowi Saat Dibelit 2 Masalah Besar
Sejarah politik membuat Jokowi harus meninggalkan Ahok di Pemerintah DKI Jakarta, dan Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia.
Dekatnya Jokowi dengan Ahok membuat mereka kerap berjumpa untuk membahas masalah dalam masing-masing pemerintahan. Ahok suka mengadu ke Jokowi ketika masalah sedang membelitnya. Setidaknya, ada dua masalah besar yang membuat Ahok merasa perlu ngadu ke Jokowi.
Pertama, soal hak angket DPRD DKI Jakarta yang kini menyerang Ahok. Dan sebelumnya, Ahok mengadu ke Jokowi ketika banjir menggenangi Jakarta.Ketika dibelit hak angket saat ini, Ahok mengatakan bahwa Joko Widodo sempat bertanya soal mekanisme hak angket. "Beliau cuma tanya, kalau angket itu gimana. Kalau angket saya salah, lapor ke MA, ya saya dipecat, Pak," ujar Ahok di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat, 27 Februari 2015.
Ahok memberi tahu Jokowi bahwa presidenlah yang harus mengeluarkan surat keputusan pemecatan dirinya. Jokowi, kata Ahok, sempat bertanya apakah dirinya bisa menolak putusan tersebut. "Ya enggak bisa Pak, paling tahun depan saya dipecatnya," ujar Ahok.
Sebelumnya, ketika banjir menghantam Jakarta, Ahok juga mengadu ke Jokowi. Ahok menyambangi Istana Kepresidenan, Selasa pagi, 10 Februari 2015. Ahok datang untuk melaporkan penyebab banjir yang melanda sejumlah wilayah Jakarta.
Tak terkecuali kawasan Istana Negara. "Saya sampaikan ke Bapak Presiden Jokowi kenapa kemarin Istana bisa banjir," kata Ahok saat ditemui di Istana Kepresidenan, Selasa, 10 Februari 2015. Ahok mengaku sudah menduga Istana akan tergenang ketika melihat air di sekitar rumahnya sekitar Pluit cukup tinggi. "Semestinya sudah tidak begini, karena sudah kami tinggikan," ujarnya.
Menurut Ahok, sejumlah wilayah Jakarta kemarin dilanda banjir karena ada pemadaman listrik yang menyebabkan beberapa pompa penyedot air, di Waduk Pluit misalnya, tak bisa bekerja dengan maksimal. "Presiden Jokowi bingung juga karena, belajar dari pengalaman dua tahun lalu, sekarang mestinya tak banjir," ujarnya.
TIKA PRIMANDARI | AYU PRIMA
Relawan Jokowi Dukung Ahok Bongkar Korupsi APBD DKI
Minggu, 1 Maret 2015 | 12:25 WIB
"Rakyat sudah bosan dengan perilaku korup elite politik. Kepada partai pendukung Jokowi, Projo mengimbau secara serius agar mengamankan program Nawacita, khususnya program pemberantasan korupsi. Rakyat sudah cerdas dan merindukan perubahan," kata Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi dalam siaran pers, Minggu (1/3/2015), seperti dikutip Antara.
Pihaknya menyayangkan bila dugaan penyimpangan ini benar-benar terbukti.
"Jangan main-main dengan uang rakyat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta itu kan sebagian besar berasal dari pajak rakyat, baik direct tax maupun indirect tax. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan secara efektif dan efisien untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Menurut dia, Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI harus menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
"E-budgeting dan transparansi mutlak dibutuhkan. Apa yang sudah dilakukan dan dipelopori pada era Gubernur Jakarta Jokowi jangan dibonsai," katanya.
Dugaan penyimpangan APBD DKI sudah dilaporkan Ahok kepada KPK. Kini, KPK tengah melakukan telaah dan akan dilanjutkan ke penyelidikan jika ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi. (baca: KPK Telaah Laporan Ahok)
Ahok mempermasalahkan APBD DKI 2015 yang, menurut dia, ada penyimpangan. Ahok menyebutkan, ada anggota DPRD yang memotong 10-15 persen anggaran pada program unggulan dalam Rancangan APBD 2015, lalu dialokasikan untuk program-program bernilai total Rp 12,1 triliun yang, menurut dia, tak penting. (baca: Satu Perusahaan Pemenang Tender UPS Ternyata Toko Fotokopi)
Anggaran sebesar Rp12,1 triliun itu disebut-sebut sebagai "dana siluman" yang antara lain untuk membeli UPS di tiap kelurahan di Jakarta Barat. (baca: DPRD Juga Usulkan 56 Kelurahan di Jakbar Dapat UPS Seharga Rp 4,2 Miliar)
Basuki pun tidak setuju dengan hal itu sehingga mengirimkan konsep APBD versi pemda ke Kemdagri.
DPRD yang tidak terima APBD yang dikirim ke Kemdagri bukan hasil pembahasan, akhirnya menggunakan hak angketnya pada hari Kamis (26/2). Seluruh anggota DPRD DKI Jakarta secara resmi mengajukan hak angket kepada Basuki.
Ahok sendiri menekankan e-budgeting bisa diajukan tanpa tanda tangan DPRD Provinsi DKI Jakarta. Ahok juga menyatakan sengaja tidak meminta persetujuan dana APBD ke DPRD DKI Jakarta agar "dana siluman" pengadaan alat UPS senilai Rp12,1 triliun yang telah dicoretnya tidak muncul lagi.
Editor: Sandro Gatra, Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar