Sabtu, 21 Maret 2015

Saya Menyesal Milih Jokowi, "Kembalikan Jokowi ke Solo"

Aksi "Wong Solo Siap Pulangkan Jokowi" Digelar

Jumat, 27 Maret 2015 | 13:41 WIB
AFP PHOTO / POOL / FENG LI Presiden Joko Widodo berbicara saat dia bertemu dengan Presiden China Xi Jinping, setelah upacara penyambutan kenegaraan di Great Hall of the People di Beijing, Kamis (26/3/2015).
SOLO, KOMPAS.com - Mahasiswa di Kota Solo, Jumat (27/3/2015), turun ke jalan menuntut Presiden Joko Widodo menepati janji kampanye . Aksi tersebut mengkritisi belum terwujudnya janji politik Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla hingga hari ke-159 masa pemerintahan Kabinet Kerja.

Aksi digelar di Tugu Kertasura, pertigaan Kartasura yang merupakan jalur padat menuju Yogyakarta, Semarang dan Solo. Hasilnya, muncul kemacetan di lokasi demo tersebut. Aksi dilakukan gabungan BEM mahasiswa Institut Agama Islam Surakarta.

Dalam orasinya mahasiswa menuntut Jokowi segera mengembalikan kebijakan subsidi terkait harga bahan bakar minyak (BBM). "Kita desak Jokowi untuk merealisasikan janji janjinya semasa kampanye dulu. Segera cabut kebijakan harga BBM berdasarkan mekanisme pasar dan kembalikan ke subsidi rakyat," kata Yulianto Adi Pamungkas, salah satu koordinator aksi.

Selain itu, mahasiswa juga mendesak Pemerintah menolak remisi bagi para koruptor dan bandar narkoba. Mereka menilai, Jokowi terlalu banyak 'blusukan' dan seolah lupa dengan pekerjaannya. Kritik tersebut dituliskan mahasiswa di spanduk yang digelar saat aksi berlangsung.

"Pak Jokowi hanya 'blusukan' lali gawean," begitu tulisan yang diusung mahasiswa. Poster bernada sindiran pun terlihat dengan tulisan "Wong Solo Siap Pulangkan Jokowi".

Aksi selama kurang lebih satu jam tersebut mendapat pengawalan dari aparat kepolisian. Sebelumnya, mahasiswa melakukan longmarch dari kampus hingga pertigaan Kartasura. Kemacetam sempat terjadi karena saat aksi berlangsung lalu lintas di jalur tersebut padat. 

Penulis: Kontributor Surakarta, M Wismabrata
Editor : Glori K. Wadrianto

"Kembalikan Jokowi ke Solo"

Selasa, 24 Maret 2015 | 13:59 WIB
kompas.com/Firmansyah Mahasiswa Universitas Bengkulu menggelar aksi unjuk rasa

BENGKULU, KOMPAS.com - Ratusan mahasiswa Universitas Bengkulu yang tergabung dalam "Koalisi Biru Melawan" menggelar aksi unjuk rasa yang berisikan protes terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, Selasa (24/3/2015).

Aksi yang digelar di Simpang Lima, Kota Bengkulu itu berjalan tertib, beberapa mahasiswa tampak membawa replika jenazah yang dibalut kain berwarna biru dan diberi topeng Presiden Joko Widodo. Replika jenazah itu, menurut mahasiswa, merupakan bentuk kematian kinerja Presiden Joko Widodo.

Selain itu, para mahasiswa juga membawa beberapa spanduk berisikan kekecewaan terhadap kinerja presiden, seperti kenaikan harga BBM, melemahnya rupiah, serta protes terhadap tingginya intervensi asing di Indonesia. Spanduk dan poster itu antara lain berisikan tulisan 'Kembalikan Jokowi ke Solo' dan 'Jokowi-JK Janji Busuk'.

"Ini merupakan peringatan pertama dari mahasiswa, bila terhitung tanggal 20 Mei mendatang tak ada perubahan kondisi bangsa di bidang hukum, politik, ekonomi ke arah perbaikan maka mahasiswa secara nasional akan menggelar aksi lebih besar," kata Dedi Lubis, koordinator aksi.

Mahasiswa menilai, saat ini, kondisi bangsa dalam keadaan tak kondusif, terlebih dengan gaya pembiaran presiden membiarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan dan tak bernyali lagi mengungkap persoalan korupsi. Para mahasiswa menggelar orasi secara bergantian setelah itu mereka membubarkan diri secara tertib.


Penulis: Kontributor Bengkulu, Firmansyah
Editor : Caroline Damanik

Advokat Trimoelja: Saya Menyesal Milih Jokowi

Friday, 20 March 2015, 00:01 WIB 
Jokowi
Jokowi
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Advokat senior Trimoelja Soerjadi mengaku menyesal telah memilih Joko Widodo sebagai presiden pada pilpres lalu. Advokat yang dikenal progresif itu menyalahkan Jokowi atas kisruh yang terjadi di antara KPK dan Polri.

Trimoelja berpendapat, Komjen Pol Budi Gunawan atau BG, sebelumnya telah mendapat tanda ‘merah’ oleh KPK, sewaktu namanya diserahkan sebagai salah satu calon menteri.

“Lah, kok diusulkan ke DPR, calon tunggal lagi,” ujar Trimoelja, dijumpai selepas mengisi seminar menyoal pemberantasan korupsi di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Kamis (19/3). 

Dengan ketidaktegasan Presiden, menurut Trimoleja, Polri menjadi leluasa melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan dan personel-personel KPK. “Dalam tempo 10 hari setelah BG ditetapkan sebagai tersangka, semua komisioner KPK jadi terlapor. Belum lagi mereka yang membela KPK, Deni Indrayana, bahkan Majalah Tempo,” ujar Trimoelja.

Dalih Polri hanya menindaklanjuti laporan masyarakat, menurut Trimoelja mengada-ada. Pasalnya, untuk kasus-kasus lain yang tidak mewakili kepentingan Polri, penanganan kasus bisa bertele-tele, bahkan tak jarang terhenti di tengah jalan.

Pengacara nasional asal Surabaya itu menegaskan, KPK merupakan amanat reformasi yang harus dijaga. Menurut dia, selama ini, KPK telah menunjukan profesionalitas dan integritasnya di dalam bekerja. “KPK kita lihat tidak pandang bulu, anggota partai manapun dia tangkap, PDI-P, PKS, dan lain-lain. Bahkan kader-kader Demokrat, ketika SBY menjadi presiden,” ujar dia.

Meski begitu, Trimoelja menyesalkan sikap KPK yang melimpahkan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan. Hal tersebut, kata dia, adalah bentuk pengakuan kalau KPK telah kalah. Ia berharap, KPK mengambil alih kembali kasus tersebut dan mengajukan Peninjauan Kembali atau PK atas keputusan sidang Praperadilan Budi Gunawan.
Reporter : Andi Nurroni
Redaktur : Julkifli Marbun

Tidak ada komentar: