Jumat, 22 Mei 2015

Liputan Khusus KILAS BALIK 17 TAHUN REFORMASI

Ucapan Yusril dan Prabowo ke Amien Rais Jelang Soeharto Jatuh

Ucapan Yusril dan Prabowo ke Amien Rais Jelang Soeharto Jatuh Tokoh reformasi Amien Rais ikut berdemonstrasi menuntut Soeharto mundur pada 20 Mei 1998. (Getty Images/Dimas Ardian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan Prabowo Subianto bahu-membahu berupaya mencegah Amien Rais mengerahkan mahasiswa menjelang jatuhnya Soeharto, 21 Mei 1998. Saat itu Prabowo menjabat sebagai Panglima Kostrad dan Komandan Jenderal Kopassus, sedangkan Yusril merupakan salah satu tokoh yang selalu dimintai saran oleh Soeharto.

“Malam 20 Mei, Pak Amien Rais mau membawa mahasiswa demonstrasi ke Istana dan Monas dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional,” kata Yusril kepada CNN Indonesia, Rabu malam (20/5).

Persoalannya, unjuk rasa Hari Kebangkitan Nasional ketika itu tak lagi sekadar sebuah peringatan. Tuntutan reformasi dan turunnya Soeharto bergaung kencang. Namun hingga 20 Mei, demonstrasi besar berlangsung di Gedung DPR dan belum menyasar Istana. Maka pergerakan mahasiswa ke Istana dianggap membahayakan. (Baca Kompleks DPR: Tempat Paling Aman Jelang Soeharto Jatuh)

“Saya dan Prabowo lalu susah payah mengingatkan Amien. ‘Woi, jangan bawa mahasiswa ke Istana. Pak Harto pasti turun. Dia sudah gelisah. Kalau Pak Amien gerakkan mahasiswa, Tragedi Tiananmen akan terjadi di Jakarta. Perang saudara bakal terjadi’,” ujar Yusril mengulangi ucapannya ke Amien waktu itu.

Tragedi Tiananmen di Beijing, Tiongkok pada 1989 menewaskan lebih dari 3.000 mahasiswa. Mereka dibunuh tentara saat berdemonstrasi memprotes ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik, serta menuntut demokrasi.

Baca selengkapnya di FOKUS: Mengingat Kembali Reformasi

Khawatir Pembantaian Tiananmen terjadi di ibu kota RI, Yusril dan Prabowo terus-menerus membujuk Amien untuk tak membawa para mahasiswa ke Istana. “Pak Amien tenang saja, Pak Harto pasti mundur,” kata Yusril lagi kepada Amien. Menurut Yusril, sikap Prabowo saat itu tak kalah keras demi menghindari pertumpahan darah.

Maka Yusril bersyukur bukan main ketika Amien Rais menuruti sarannya. “Alhamdulillah, Pak Amien tidak jadi menggerakkan mahasiswa ke Istana,” ujarnya.

Namun ketegangan tak lantas berakhir. Pada 20 Mei sore, menteri-menteri Soeharto mundur. Sekitar pukul 14.30, sebanyak 14 menteri bidang ekonomi menggelar pertemuan dan memutuskan tak bersedia duduk di Komite Reformasi maupun Kabinet Reformasi hasil perombakan Soeharto atas Kabinet Pembangunan VII.

Keputusan itu kemudian mereka sampaikan kepada Soeharto melalui sepucuk surat, tak langsung secara lisan. Di sinilah kesalahpahaman sempat terjadi.

Simak kisah soal kesalahpahaman yang dimaksud Yusril di laporan berikutnya. (agk)
Mengingat Kembali Reformasi

Tidak ada komentar: