Jumat, 28 Agustus 2015

Masih ada masalah lahan, Presiden Jokowi resmikan PLTU Batang

PLTU Batangcaption PLTU Batang diresmikan pembangunannya kendati masih ada masalah dengan lahan dan dampak lingkungan
Presiden Joko Widodo meresmikan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU di Batang, Jawa Tengah, Jumat (28/08) setelah tertunda selama empat tahun karena masalah pembebasan lahan.
Ia menegaskan pemerintah akan membantu menangani proyek-proyek yang terhambat karena masalah perijinan atau pembebasan lahan.
"Kita tak mau lagi ada proyek yang berhenti, mangkrak yang tidak bisa diselesaikan gara-gara ijin, gara-gara pembebasan lahan, tidak, ini adalah sebuah bukti bahwa pemerintah bisa menyelesaikan persoalan, bukti bahwa pemerintah Indonesia bisa menyelesaikan problem-problem yang ada, jangan ada yang ragu lagi, jangan ada lagi investor ragu," jelas Jokowi dalam pidatonya.
"Setelah mundur, proyek-proyek yang bermasalah itu satu-satu kita selesaikan," jelas Jokowi kepada wartawan setelah peresmian PLTU Batang.
Disebutkan, untuk mencegah krisis listrik pada tahun 2019, pemerintah secara lintas sektoral melakukan terobosan untuk mengatasi hambatan dalam pembangunan pembangkit listrik
"Anak-anak bisa belajar sehingga pintar, nelayan bisa membeli freezer dan bisa mendapatkan listrik, toko-toko di malam hari bisa hidup dan bisa jalan, usaha kecil dan mikro juga bisa jalan, setiap saya ke kabupaten dan provinsi terutama diluar jawa keluhannya hanya satu (itu)" kata Jokowi mengenai kebijakannya.
Kapal TNI ALcaption Kapal patroli TNI AL tampak di lokasi perairan pantai utara Jawa di dekat lokasi PLTU Batang.
PLTU Batang ini memiliki kapasitas 2x 1.000 MW, seharusnya dimulai pada 2012 lalu dan beroperasi pada 2016 mendatang. Tetapi proyek yang dibiayai Jepang ini tertunda selama empat tahun karena masalah pembebasan lahan.
"Proyek di Batang ini yang sudah empat tahun tertunda, saya kemarin memberikan target kepada menteri setelah dilantik agar enam bulan selesai, ternyata belum selesai, tetapi hari ini setelah mundur empat bulan akhirnya bisa kita selesaikan, kalau masih ada 1,9% yang masih bermasalah itu kan tidak ada dua persen, tadi pak gubernur bisik-bisik saya beri waktu satu bulan," jelas Jokowi.
Sejumlah warga sempat melakukan aksi unjuk rasa di laut sekitar acara peresmian, namun dihalau kapal patroli TNI Angkatan Laut, yang berada di perairan dekat pantai yang menjadi lokasi pembangunan PLTU Batang.

Pembebasan lahan belum tuntas

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku tetap mengupayakan dialog dengan warga yang belum mau menjual lahannya.
"Kami mau ada dialog dengan mereka. Kami juga menggunakan UU No. 2 (tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum) dan menitipkan uang ke pengadilan," kata Ganjar.
"Mereka pula yang menetapkan (jumlah uang), jadi kami maunya ganti untung bukan rugi," papar Ganjar pula.
Proyek pembangunan PLTU Batang memang jauh dari mulus. Masih banyak warga yang tak bersedia menyerahkan tanah mereka untuk proyek raksasa yang disebut sebagai terbesar di Asia itu.
Namun Karomat, seorang petani setempat mengatakan tak mau melepaskan tanah miliknya.
"Saya tidak mau melepaskan tanah milik saya karena itu merupakan tanah warisan yang turun temurun dan saya bekerja sebagai petani," tegas Karomat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanahan Nasional Ferry Mursidan Baldan menyebutkan masih ada 11,1 hektar lahan yang belum dibebaskan dari total kebutuhan 226 hektar untuk pembangunan proyek PLTU Batang.
caption Presiden Jokowi beralasan, pembangkit-pembangkit listrik baru diperlukan untuk mencegah krisis listrik
"Pagi hari tadi dicapai kesepakatan dengan tiga kepala keluarga jadi dari 12,5 hektar tinggal 11,1 hektar yang belum diselesaikan, Senin akan kembali lakukan dialog," jelas Ferry di tengah acara peresmian.
Berbeda dengan data pemerintah, Karomat menyebutkan ada 70an KK yang belum mau menyerahkan lahan mereka yang luasnya sekitar 20 hektar.
Proyek itu dibiayai melalui kerja sama pemerintah dan swasta melalui sekema public private partnership PPP antara Indonesia dan Jepang dengan nilai sekitar USD 4 millar dollar atau sekitar Rp 44 trilliun.
Disebutkan, proyek ini dimaksudkan untuk memasok listrik bagi lebih dari 13 juta penduduk di Jawa dan Bali.
PLTU Batang merupakan bagian dari ambisi pemerintah Jokowi untuk pengadaan listrik tambahan sebesar 35.000 MW melalui belasan pembangkit listrik baru.

Dampak lingkungan

Pegiat lingkungan dari Greenpeace mengecam sikap presiden yang terkesan memaksakan pembangunan yang masih dibayangi sengketa lahan dengan warga, serta tingginya ancaman dampak lingkungan.
Presiden Jokowi mengatakan tidak boleh ada lagi proyek pembangunan yang mangkrak.
Desriko, Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, menyebutkan PLTU ini memberikan dampak lingkungan dan mengancam kedaulatan pangan di Kabupaten Batang, karena lokasi proyek mengambil lahan persawahan produktif masyarakat.
Pegiat lingkungan dari Greenpeace menyebutkan PLTU Batubara Batang akan mengambil alih sekitar 226,4 hektar lahan sawah produktif.
Tetapi Jokowi menepis.
"Tidak mengganggu ketahanan pangan, itu sudah kita hitung tidak mungkin (lahan pertanian) kita pake semua," jelas Jokowi menjawab pertanyaan wartawan.
Di sisi lain, Greenpeace menyebutkan air buangan dari operasi PLTU akan mencemari perairan dan juga merusak terumbu karang, sehingga berdampak pada hasil tangkapan para nelayan tradisional yang mencari ikan di perairan dan pantai Ujungnegoro-Roban, yang merupakan salah satu perairan kaya ikan di wilayah Pantura Jawa Tengah.
Presiden Jokowi menepis kecemasan pegiat lingkungan bahwa PLTU ini mengancam kedaulatan pangan
“Selain itu ribuan warga juga terancam dampak polusi udara dan pencemaran lingkungan dari operasi PLTU Batang,” jelas Desriko.

Tidak ada komentar: