Pemilihan Presiden masih nun jauh disana, masih dua tahun lagi. Namun Gerindra tampaknya sudah hopeless dan skeptis tingkat dewa bahwa Prabowo Subianto akan bisa jadi Presiden Republik Indonesia pada tahun 2019 mendatang.
Kekalahan demi kekalahan yang diderita
selama ini rupanya menyisakan trauma yang mendalam, menyesakkan dada dan
menggores kalbu, sehingga untuk berhadapan dengan Jokowi sebagai
petahana pada pilpres 2019 mendatang bikin mereka pusing keliyengan
tujuh keliling.
Sudah banyak upaya-upaya dan sepak terjang
mereka selama ini demi terpenuhinya hasrat dan ambisi Prabowo Subianto
untuk menjadi Presiden di Republik ini, sayangnya upaya-upaya dan sepak
terjang mereka selalu berujung dengan gatot alias gagal total.
Mulai dari upaya untuk mengembalikan UUD
kembali ke asalnya dimana Presdien nantinya dipilih oleh MPR seperti
jaman Soeharto dulu, namun berujung dengan dipenjaranya para pelaku
makar, kini mereka bermain di ranah Presidential Threshold dengan ngotot dikisaran 0% melalui Pansus RUU Pemilu.
Jika upaya akal bulus untuk mengembalikan
UUD kembali ke asalnya berhasil, maka kesempatan Prabowo Subianto
menjadi Presiden akan sangat besar karena bisa jadi MPR langsung memilih
Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia tanpa melalui
mekanisme dipilih langsung oleh rakyat lagi. Namun Tuhan Maha Tahu, IA
menilik isi hati manusia yang paling dalam. Makanya gagal total.
Gagal dalam upaya mengembalikan UUD kembali ke asalnya, kini mereka utak-atik gethuk di ranah Presidential Threshold, yakni ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan Presiden untuk penentuan calon Presiden.
Artinya partai politik atau koalisi partai
politik harus mengantongi minimal sekian persen (sesuai kesepakatan)
suara yang sah dari Aceh sampai Papua untuk mengusung calon Presiden
Indonesia.
Dengan tetap dipertahankan Presidential Threshold
sebesar 20% oleh Pemerintah, maka upaya Gerindra untuk membebaskan
Prabowo Subianto dari kutuk capres abadi terancam gagal maning, gagal
maning.
“Itulah yang kami sayangkan, kalau UU ini mundur terus karena belum ada kesepakatan Presidential Threshold
itu kami sayangkan. Yang heran, kenapa pemerintah bersikeras dengan 20
persen tidak berusaha cari jalan kompromi di 10 persen, sesuai parlemen,
atau sesuai usulan kami, nol persen. Harapan kami, pemerintah tidak
bertahan di 20 persen,” ujar Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria.
Kasihan banget yaa. Kalau Presidential
Threshold 0%, maka ramai-ramai parpol akan mencalonkan jagoan mereka
masing-masing untuk menjadi calon Presiden Republik Indonesia. Partai
Idaman akan mencalonkan bang Haji Rhoma Irama, partai Perindo akan
mencalonkan Hary Tanoe jadi capres.
Selanjutnya dari kubu partai
Bulan Bintang akan mencalonkan Yusril lhza Mahendra jadi capres dari
partai mereka, dan parpol-parpol gurem lainnya. Pilpres 2019 sudah kayak
permen nano-nano aja manis asam asin rame rasanya.
Lantas kenapa Gerindra ngotot agar Presidential Threshold pada pilpres 2019 harus 0% dan menolak Presidential Threshold minimal 20%? Tentu saja ada sebab musababnya.
Jika Presidential Threshold
tetap di kisaran 20% seperti pada pilpres 2014 yang lalu, maka dengan
kondisi saat ini dimana kepercayaan rakyat terhadap Gerindra telah
rontok sampai pada titik nadir pasca perbuatan mereka terhadap Ahok,
maka Gerindra akan ngos-ngosan untuk bisa meraup suara rakyat sebesar
20%.
Syukur-syukur bisa tembus 20%, lebih Puji
Tuhan Alhamdulilah lagi kalau bisa tembus lebih dari 20%. Kalau Gerindra
hanya dapat, katakanlah, 15% suara, maka pupus sudah harapan Prabowo
Subianto untuk berlaga di kancah dunia persilatan pada pilpres 2019
mendatang.
Lho kan bisa koalisi dengan partai lain?
Sabar dulu, om. Gerindra memang bisa koalisi dengan parpol lain,
pertanyaannya, adakah parpol yang mau koalisi lagi dengan Gerindra
selain PKS? Itupun kalau PKS bisa tembus perolehan suara sebesar 5% pada
pilpres 2019 mendatang, kalau hanya dapat 4,9% suara, apa tidak amsiong
sampai kejet-kejet kelojotan sambil teriak ini pasti curang?
Kalau parpol lain sudah barang tentu
berpikir seribu kali untuk koalisi dengan pihak yang sudah pasti kalah.
Itu namanya bunuh diri politik. Politik itu bersifat dinamis. Tidak ada
kawan yang sejati dalam politik, melainkan kepentingan yang sejati.
Kita semua tahu Koalisi Merah Putih (KMP)
yang dulu begitu berjaya dan solid di pilpres 2014 yang lalu akhirnya
satu per satu rontok berguguran sayonara vayas condios say god bye ke Gerindra dan berbalik mendukung pemerintahan Jokowi.
Jadi kalau Presidential Threshold
20%, maka Gerindra akan tereliminasi dan jadi partai gurem di tahun
2019. Dan mungkin sudah takdir bagi Gerindra dan PKS akan karam seperti
kapal Titanic di dasar lautan Atlantik.
Nasib Gerindra dan PKS nanti akan sama
seperti kisah cinta antara Jack (Leonardo DiCaprio) dan Rose (Kate
Winslet) yang berakhir di lautan Atlantik yang dingin membeku sambil
diiringi musik My Heart Will Go On-nya Celine Dion.
Kura-kura begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar