Rabu, 25 Oktober 2017

Jokowi Siapkan Perpres yang Bisa Hilangkan OTT, Apa Isinya?

Ihsanuddin Kompas.com - 25/10/2017, 07:16 WIB
Presiden Joko Widodo mengumpulkan sekitar 500 bupati, walikota dan gubernur di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Presiden Joko Widodo mengumpulkan sekitar 500 bupati, walikota dan gubernur di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10/2017).(KOMPAS.com/IHSANUDDIN)
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengaku tengah menyiapkan peraturan presiden (perpres) yang bisa mengurangi bahkan menghilangkan operasi tangkap tangan.
Hal ini disampaikan Jokowi saat mengundang sekitar 500 bupati, wali kota dan gubernur ke Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Awalnya, Jokowi bertanya kepada para kepala daerah mengenai operasi tangkap tangan (OTT) yang belakangan kerap dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dan menjadikan sejumlah kepala daerah sebagai tersangka.
"Yang berkaitan dengan korupsi. Ini banyak yang takut semua OTT, benar enggak?" tanya Jokowi.
"Betul," jawab sebagian kepala daerah yang hadir.
"Ya, jangan ngambil uang. Enggak perlu takut kalau kita enggak ngapa-ngapain," ujar Jokowi.

Kepala Negara kemudian mengungkapkan rencananya membuat Perpres yang bisa membangun sistem e-planning (perencanaan elektronik), e-budgeting (penganggaran elektronik), dan e-procurement (pengadaan elektronik).
"Sistem ini akan mengurangi, menghilangkan OTT itu tadi. Kalau sistem ini berjalan, enggak ada yang namanya OTT," kata Jokowi.
Kendati demikian, Jokowi tetap mengingatkan kepala daerah yang hadir untuk hati-hati. Jangan sampai ada kepala daerah yang bermain uang apalagi menyalahgunakan APBD.
"Saya tidak bisa bilang 'jangan' kepada KPK. Tidak bisa. Hati-hati. Saya bantunya ya hanya ini, membangun sistem ini," kata Kepala Negara.

Jokowi tak menjelaskan lebih jauh mengenai sistem yang akan dibangun. Ia mempersilakan kepala daerah untuk bertanya mengenai sistem ini, namun dalam pertemuan yang tertutupi dari media.
"Kalau mau tanya nanti setelah ini, nanti pers keluar kita blak-blakan saja," kata dia.
Transparansi
Setelah Jokowi menyampaikan sambutannya, pertemuan dengan kepala daerah digelar secara tertutup. Usai rapat, Kompas.com mencoba menggali lebih jauh terkait perpres yang dimaksud Jokowi.
Perpres itu saat ini dirumuskan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, perpres tersebut akan mengintegrasikan sistem perencanaan, penganggaran, dan pengadaan barang di daerah secara elektronik.
"Jadi semuanya elektronik, transparan, tidak mudah diintervensi dan output-nya jelas," kata Bambang.

Presiden Joko Widodo saat mengumpulkan sekitar 500 bupati, walikota dan gubernur di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Presiden Joko Widodo saat mengumpulkan sekitar 500 bupati, walikota dan gubernur di Istana Negara, Jakarta, Selasa (24/10/2017).(KOMPAS.com/IHSANUDDIN)
Bambang mengatakan, saat ini memang sudah ada sejumlah daerah yang menerapkan sistem e-planning, e-budgeting, dan e-procurement. Namun, pemerintah pusat berupaya membuat sistem ini secara nasional sehingga semua provinsi, kabupaten dan kota bisa menjalankannya. "Misalnya kota Surabaya sudah gabungin semua. Jadi masih inisiatif dan belum jadi model nasional," kata Bambang.
Bambang menargetkan oerpres bisa selesai pada akhir tahun ini. Dengan begitu, sistem transparansi ini bisa diterapkan dan OTT bisa berkurang secara masif mulai tahun 2018 mendatang.
Disambut baik
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, perpres ini dibuat karena kekhawatiran Presiden Jokowi akan OTT yang belakangan terus terjadi.
"OTT itu sudah mengkhawatirkan. Banyak kepala daerah kena OTT artinya korupsi makin marak. Korupsi yang dikeluhkan oleh katakan lah praktek suap menyuap itu yang selalu dihimbau Presiden agar semua hindari itu," kata Teten.
Selain e-planning, e-budgeting, dan e-procurement, menurut Teten, sistem berupa perizinan juga akan diatur dalam perpres ini.
"Saya rasa OTT banyak terkait pemberian izin. Kalau sistem sudah online, suap menyuap dikurangi, ya praktik OTT bisa berkurang," ujar dia.

Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Syahrul Yasin Limpo menyambut baik sistem transparansi yang akan dibangun oleh Presiden Jokowi ini.
Ia menilai, sistem pencegahan ini memang diperlukan karena banyak kepala daerah memang khawatir kebijakan yang diambilnya berujung kepada ranah pidana.
"Tentu saja tidak boleh melanggar aturan, tapi tidak boleh takut dengan aparat hukum, kalo takut ya semuanya jadi lambat," ucap Gubernur Sulawesi Selatan ini.

Tidak ada komentar: