Jumat, 8 Desember 2017 07:04
Reporter : Lia Harahap, Syifa Hanifah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. ©2017 Merdeka.com
Merdeka.com - Anies Baswedan
tegas menolak proyek reklamasi yang dianggapnya hanya menguntungkan
sekelompok orang. Suara penolakan itu sudah lantang dia ucapkan sejak
masa kampanye Pilgub DKI awal 2017 lalu.
Janji itu kembali dia teguhkan usai dilantik menjadi orang nomor satu di DKI. Dia akan berpikir panjang untuk melanjutkan mega proyek di teluk utara Jakarta tersebut.
Memasuki 60 hari bekerja setelah resmi dilantik pada 16 Oktober 2017 lalu, janji yang pernah diucapkan Anies soal reklamasi kembali ditagih.
Sejumlah orang yang tergabung Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mendatangi Anies di Balai Kota. Salah satu perwakilan bercerita bagaimana dampak reklamasi telah membuat nelayan dan warga pasisir Pantai Utara mengalami kesengsaraan.
"Kalau reklamasi 17 pulau dilanjutkan artinya nelayan dengan sendirinya akan terusir dari Teluk Jakarta. Maka dari itu kami nelayan tetap satu dan tetap menolak reklamasi dan akan melawan. Reklamasi secepatnya harus dihentikan," kata salah satu nelayan.
Nelayan lainnya, Tigor Hutapea, berharap langkah Anies menarik draf rancangan peraturan daerah (raperda) Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara sudah sangat tepat dan berujung pada pemberhentian proyek secara keseluruhan.
"Aktivitas di pulau C dan D, bangunan yang ada perlu langkah hukum atau penindakan hukum terkait bangunan itu," tuturnya.
"Kemudian ada juga beberapa Pergub terkait tata ruang bangunan itu kalau bisa cabut. Kami harap itu dicabut sehingga tidak ada lagi dasar bagi pengembang menjalankan bangunan yang ada. Dan beberapa izin reklamasi kita harapkan itu bisa dicabut," jelas dia.
Beberapa hari sebelum pertemuan itu digelar, Anies ternyata diam-diam telah menarik draf raperda tentang reklamasi. Hal itu pertama kali diungkap Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Merry Hotma mengatakan pihak Pemprov DKI yang menarik raperda tersebut.
"Ditarik, Pemda yang narik. Iya (ditarik), mereka yang ngusulkan di awal, tapi ketika kita mau penelitian akhir, ditarik sama Pemda," kata Merry di Jakarta, Selasa (5/12).
Merry mengatakan, penarikan ini dilakukan sekitar dua atau tiga minggu yang lalu. Saat ditanya mengenai alasan pemprov menarik kembali raperda tersebut dia mengaku tidak mengetahuinya.
"Kita juga enggak begitu nanya alasan karena kan kita belum semua usulan eksekutif diajukan dan ditarik tidak selalu kita persoalkan. Dalam arti, kalau mau ditarik, ya ditarik gitu," ujarnya.
Terpisah, Anies menjelaskan penarikan draf dari Program Legislatif Daerah sudah dilakukan sejak 22 November lalu. Dia beralasan raperda terpaksa ditarik karena banyak poin dalam raperda tersebut yang harus dikaji ulang.
"Kalau pencabutan itu suratnya sudah dari tanggal 22 November yang lalu. Jadi kita memang sudah mengirimkan surat. Kita akan melakukan pengkajian lagi karena situasi hari ini itu berbeda dengan situasi masa lalu," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (5/12).
Menurutnya, tujuan dari penarikan Raperda guna menyesuaikan atau merevisi poin-poin yang sudah ada yang sesuai dengan situasi dan kondisi dari kawasan pantai Jakarta saat ini.
"Karena itu penarikan ini bukan soal presentase sama sekali, penarikan ini justru kita mau me-review secara keseluruhan. Baru dari sana kita lakukan pengaturan lewat perda supaya perda yang dihasilkan bukan sekadar mengatur yang sekarang ada tapi justru mengatur ke masa depan," jelasnya.
Alasan kebutuhan revisi karena pantai buatan tersebut harus yang dapat dinikmati warganya bukan hanya untuk kalangan-kalangan tertentu. Sehingga, penarikan raperda tersebut untuk memberikan rasa keadilan pada warga.
"Kita ingin kawasan Utara Jakarta itu jadi kawasan pantai yang bisa dirasakan warga. Kita ingin warga Jakarta bisa tinggal di pesisir, merasa tinggal di tepi pantai. Hari ini, kita sering kali tidak menyadari karena begitu jauhnya kita dari pantai. Bukan secara fisik kita jauh tapi secara kegiatan dan mainset kita jauh dari laut," kata mantan Mendikbud ini.
Mengenai konsep penataan yang diterapkan, Anies tak akan mengacu pada konsep Jakarta di masa lalu. Sebaliknya, kata dia, konsep yang harus diusung dan dilihat adalah bagaimana Jakarta ke depannya dengan cara mempertimbangkan berbagai aspek.
Untuk itulah, mantan Menteri Pendidikan ini memutuskan tak tergesa-gesa membahas terkait tata ruang kawasan Utara Jakarta melalui dua Raperda tersebut.
"Karena itu lah kita memutuskan tidak membahas itu sekarang sampai kita matang dari tim itu. Timnya akan dibentuk mudah-mudahan di awal tahun mulai berkerja," jelasnya.
Alasan penting lainnya, kata Wakil Gubernur Sandiaga Uno, revisi harus dilakukan karena diharapkan proyek reklamasi ini dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga Jakarta Utara.
"Kita ingin betul-betul bahwa Raperda itu bisa memastikan buat saya lapangan kerja bisa tercipta, khususnya di Jakarta Utara karena di situ ekonominya yang paling sulit kan," kata Sandi menutup pembicaraannya. [lia]
Janji itu kembali dia teguhkan usai dilantik menjadi orang nomor satu di DKI. Dia akan berpikir panjang untuk melanjutkan mega proyek di teluk utara Jakarta tersebut.
Memasuki 60 hari bekerja setelah resmi dilantik pada 16 Oktober 2017 lalu, janji yang pernah diucapkan Anies soal reklamasi kembali ditagih.
Sejumlah orang yang tergabung Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mendatangi Anies di Balai Kota. Salah satu perwakilan bercerita bagaimana dampak reklamasi telah membuat nelayan dan warga pasisir Pantai Utara mengalami kesengsaraan.
"Kalau reklamasi 17 pulau dilanjutkan artinya nelayan dengan sendirinya akan terusir dari Teluk Jakarta. Maka dari itu kami nelayan tetap satu dan tetap menolak reklamasi dan akan melawan. Reklamasi secepatnya harus dihentikan," kata salah satu nelayan.
Nelayan lainnya, Tigor Hutapea, berharap langkah Anies menarik draf rancangan peraturan daerah (raperda) Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara sudah sangat tepat dan berujung pada pemberhentian proyek secara keseluruhan.
"Aktivitas di pulau C dan D, bangunan yang ada perlu langkah hukum atau penindakan hukum terkait bangunan itu," tuturnya.
"Kemudian ada juga beberapa Pergub terkait tata ruang bangunan itu kalau bisa cabut. Kami harap itu dicabut sehingga tidak ada lagi dasar bagi pengembang menjalankan bangunan yang ada. Dan beberapa izin reklamasi kita harapkan itu bisa dicabut," jelas dia.
Beberapa hari sebelum pertemuan itu digelar, Anies ternyata diam-diam telah menarik draf raperda tentang reklamasi. Hal itu pertama kali diungkap Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Merry Hotma mengatakan pihak Pemprov DKI yang menarik raperda tersebut.
"Ditarik, Pemda yang narik. Iya (ditarik), mereka yang ngusulkan di awal, tapi ketika kita mau penelitian akhir, ditarik sama Pemda," kata Merry di Jakarta, Selasa (5/12).
Merry mengatakan, penarikan ini dilakukan sekitar dua atau tiga minggu yang lalu. Saat ditanya mengenai alasan pemprov menarik kembali raperda tersebut dia mengaku tidak mengetahuinya.
"Kita juga enggak begitu nanya alasan karena kan kita belum semua usulan eksekutif diajukan dan ditarik tidak selalu kita persoalkan. Dalam arti, kalau mau ditarik, ya ditarik gitu," ujarnya.
Terpisah, Anies menjelaskan penarikan draf dari Program Legislatif Daerah sudah dilakukan sejak 22 November lalu. Dia beralasan raperda terpaksa ditarik karena banyak poin dalam raperda tersebut yang harus dikaji ulang.
"Kalau pencabutan itu suratnya sudah dari tanggal 22 November yang lalu. Jadi kita memang sudah mengirimkan surat. Kita akan melakukan pengkajian lagi karena situasi hari ini itu berbeda dengan situasi masa lalu," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (5/12).
Menurutnya, tujuan dari penarikan Raperda guna menyesuaikan atau merevisi poin-poin yang sudah ada yang sesuai dengan situasi dan kondisi dari kawasan pantai Jakarta saat ini.
"Karena itu penarikan ini bukan soal presentase sama sekali, penarikan ini justru kita mau me-review secara keseluruhan. Baru dari sana kita lakukan pengaturan lewat perda supaya perda yang dihasilkan bukan sekadar mengatur yang sekarang ada tapi justru mengatur ke masa depan," jelasnya.
Alasan kebutuhan revisi karena pantai buatan tersebut harus yang dapat dinikmati warganya bukan hanya untuk kalangan-kalangan tertentu. Sehingga, penarikan raperda tersebut untuk memberikan rasa keadilan pada warga.
"Kita ingin kawasan Utara Jakarta itu jadi kawasan pantai yang bisa dirasakan warga. Kita ingin warga Jakarta bisa tinggal di pesisir, merasa tinggal di tepi pantai. Hari ini, kita sering kali tidak menyadari karena begitu jauhnya kita dari pantai. Bukan secara fisik kita jauh tapi secara kegiatan dan mainset kita jauh dari laut," kata mantan Mendikbud ini.
Mengenai konsep penataan yang diterapkan, Anies tak akan mengacu pada konsep Jakarta di masa lalu. Sebaliknya, kata dia, konsep yang harus diusung dan dilihat adalah bagaimana Jakarta ke depannya dengan cara mempertimbangkan berbagai aspek.
Untuk itulah, mantan Menteri Pendidikan ini memutuskan tak tergesa-gesa membahas terkait tata ruang kawasan Utara Jakarta melalui dua Raperda tersebut.
"Karena itu lah kita memutuskan tidak membahas itu sekarang sampai kita matang dari tim itu. Timnya akan dibentuk mudah-mudahan di awal tahun mulai berkerja," jelasnya.
Alasan penting lainnya, kata Wakil Gubernur Sandiaga Uno, revisi harus dilakukan karena diharapkan proyek reklamasi ini dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga Jakarta Utara.
"Kita ingin betul-betul bahwa Raperda itu bisa memastikan buat saya lapangan kerja bisa tercipta, khususnya di Jakarta Utara karena di situ ekonominya yang paling sulit kan," kata Sandi menutup pembicaraannya. [lia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar