Kamis, 14 September 2017

Usaha Jokowi dalam Membawa Indonesia Menjadi Negara Maju


Indonesia adalah negara yang besar dengan penduduk terpadat ke-empat di dunia. Jadi untuk membuat negara yang besar menjadi negara maju tentu jauh lebih sulit dari negara yang kecil karena yang harus memperhatikan banyak faktor. Indonesia sewaktu di bawah kepemimpinan Soeharto sudah dicap sebagai negara berkembang (sedang proses menuju menjadi negara maju). Akan tetapi saat itu patokannya hanya melihat Ibu Kotanya yaitu Jakarta, tanpa melihat propinsi-propinsi lain di luar Jakarta yang masih jauh dari kata berkembang, belum lagi saat Indonesia dilanda kerusuhan Mei 1998 dimana di mata asing Indonesia terlihat seperti kembali ke zaman primitif. Saat itu Indonesia bahkan dicap sebagai negara yang mundur.  Sehingga semakin sulit bagi pemimpin – pemimpin setelah Soeharto untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. Baru pada tahun 2015, Indonesia yang kita kenal sebagai salah satu negara berkembang (Developing Country) mendapat julukan baru, yaitu Newly Industrialized Country (NIC) atau negara industri baru.
baca disini

Tanpa merendahkan pencapaian presiden-presiden sebelum Jokowi dan sesudah zaman Soeharto, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka memiliki prestasi/pencapaian masing-masing, namun menurut pandangan saya, Jokowi memiliki pencapaian terpenting dalam membuat Negara Indonesia menjadi negara maju dengan suatu usaha yaitu Pemerataan. Pemerataan disini terdiri dari :
  1. Pemerataan antar propinsi
  2. Pemerataan antar pejabat
  3. Pemerataan antar penduduk

– Pemerataan antar Propinsi (Infrastruktur)
Jokowi saat ini lebih fokus membangun infrastruktur propinsi-propinsi di luar Jakarta terutama yang kemajuan propinsinya masih rendah yang selama ini kurang diperhatikan oleh presiden-presiden sebelumnya, contohnya seperti yang baru-baru ini di Papua dengan membuka isolasi wilayah pedalaman Papua melalui pembangunan berbagai infrastruktur, seperti jalan raya, lapangan terbang, dan kebijakan-kebijakan lainnya di bidang pembangunan. Itulah yang dibutuhkan Indonesia saat ini, agar setiap propinsi merata majunya, Selama masih ada beberapa propinsi yang tingkat kemajuannya berselisih jauh dengan propinsi-propinsi yang memiliki kota besar, sulit rasanya Indonesia untuk menjadi negara maju. Jadi penduduk juga tidak akan hanya numpuk di kota-kota besar, sampai – sampai Jakarta menjadi kota termacet nomor satu di dunia disusul Surabaya di urutan ke empat
baca disini
Kalau propinsi – propinsi merata majunya, otomatis diharapkan banyak yang pindah dari propinsi yang memiliki kota besar ke propinsi yang dulunya tertinggal sekarang sudah dikembangkan saat pemerintahan Jokowi.

Di mata asing dari dulu Indonesia hanya terkenal Bali dan Jakarta saja, sekarang Lombok juga sudah mulai terkenal di luar berkat beberapa event yang diadakan di NTB. Jadi diharapkan Indonesia akan semakin dikenal banyak alternatif destinasi tujuan wisatanya.

–  Pemerataan antar Pejabat (Anti KKN dan Anti Malas)
Saat terpilihnya Jokowi menjadi gubernur bersama Ahok, mereka dikenal sebagai simbol transparansi dan anti KKN. Sebelumnya hampir tidak ada pejabat yang sangat terbuka akan kegiatan-kegiatan dan penghasilan-penghasilannya. Kalau sampai simbol ini hilang, maka kemajuan Indonesia dari segala sisi (Ekonomi, Hukum, Sosial, dll) akan terus mundur. Yang maju hanya nominal rekening serta perut beberapa pejabat korup, ormas radikal sehingga KKN merajarela, persis seperti sebelum zaman Jokowi menjabat Gubernur. Tentu dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden, simbol ini terus berlanjut menjadi skala Nasional.

Pengaruh dari KKN merajarela, dana yang harusnya bisa dimanfaatkan untuk membangun negara malah digunakan untuk keperluan pribadi, sehingga proses memajukan negara terhambat. Selain itu jumlah yang korupsi lebih banyak daripada yang jujur. Karena kalau yang jujur tidak mau ikut korupsi malah bisa tersingkir. Terkadang ada yang jujur dan tidak korupsi tapi membiarkan sekelilingnya korupsi hanya agar bisa selamat (survive). Karena mentalitas korupsi ini sudah berakar kuat dari sejak zaman Orde Baru.

Dimulai dari zaman Jokowi menjadi gubernur bersama Ahok, sudah dimulai revolusi mental anti KKN dan anti malas dengan Ahok menjadi algojonya dimana bila ada pejabat-pejabat yang malas (kurang melayani) akan disemprot omelan dan dipermalukan bahkan terkadang penurunan atau penghentian jabatan. Ini merupakan langkah awal yang baik dan semoga bisa diteruskan oleh pejabat – pejabat lainnya.

Menurut saya, bidang hukum yang masih harus terus dibenahi, karena masih banyak yang harusnya dipenjara malah bebas dan sebaliknya. Saya membawa contoh negara lain yaitu RRC, dimana hukum harus tegas bahkan koruptor bisa dihukum mati, itu saja masih banyak yang kena hukuman mati. Atau kalau perlu yang melapor adanya korupsi diberi hadiah / penghargaan. Jadi mentalitas anti KKN bisa diterapkan.

–  Pemerataan antar Penduduk (Ekonomi dan Sosial)
Jokowi dari awal sudah memberikan berbagai bantuan dan kemudahan bagi kalangan bawah dan menengah ke bawah (selanjutnya akan saya gabung menjadi “kelas menengah ke bawah”), dengan fokus pada peningkatan kesehatan dan pendidikan bagi semua penduduk Indonesia, dengan KIP dan KIS serta peningkatan upah minimum. Di berbagai propinsi secara merata juga banyak diberikan subsidi baik berupa modal maupun barang untuk usaha. Bahkan saya yang berada di Pulau Sumbawa di desa yang bernama Empang yang cukup jauh dari kota apalagi bandara, setiap beberapa kepala keluarga mendapatkan bantuan mesin untuk membantu pertanian dan kemudahan mendapat modal usaha dengan bunga rendah.

Dengan pemerataan ini, yang kena imbasnya justru masyarakat kalangan atas dan menengah keatas (selanjutnya akan saya gabung menjadi “kelas menengah ke atas”), karena berbagai kebijakan sepertinya kurang mendukung kelas menengah ke atas dengan pengeluaran biaya, upah yang lebih tinggi dan pajak yang ketat menjadi lebih memberatkan mereka. Selain itu dengan berbagai bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada kelas menegah ke bawah ini membuat kelas menengah ke bawah mulai menyaingi kelas menengah ke atas.

Menurut saya pendapatan kelas menengah ke atas bukannya hilang, hanya berkurang dari zaman sebelum Jokowi jadi presiden. Kalau mereka mau berpikir luas sedikit, keuntungannya jauh lebih banyak yaitu berkurangnya kesenjangan antara yang kaya dan miskin sehingga kriminalitas pun akan berkurang. Karena seseorang dengan kondisi yang sangat kekurangan maka akan memotivasi tindakan yang nekat yaitu melakukan kriminalitas bahkan menjadi radikal atau mudah diprovokasi menjadi penjarah.

Contoh yang sederhana saja, tanyakan diri anda, kalau hidup anda berkecukupan / berpendidikan tinggi maukah anda menjadi Panasbung (Pasukan Nasi Bungkus)?, apalagi menjadi kaum radikalis dan penjarah. Sehingga dengan pemikiran penghasilan berkurang namun anda merasa lebih aman berada di Indonesia seperti saat anda aman memakai perhiasan mewah berada di Singapura dan Jepang. Kalau di Indonesia, ke ATM aja sudah diincar perampok atau penghipnotis.

Secara sosial, dengan beragamnya suku, agama dan adat istiadat harusnya menjadi nilai lebih Indonesia di mata asing. Karena variasi kehidupan menjadi berwarna-warni dan banyak pilihan. Di Indonesia ini faktor yang paling sensitif dan mudah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan adalah agama. Sebenarnya agama itu bagaikan suatu alat musik, apabila alat musik itu dimainkan dengan benar maka akan terdengar merdu. Dan bila beberapa alat musik dimainkan secara bersamaan dengan benar maka akan menjadi suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni (harmoni) yang indah. Sehingga bila mereka telah mempelajari kehidupan beragama yang berbeda-beda dengan benar secara bersama-sama seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni! (Sumber : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya oleh Ajahn Brahm)

KESIMPULAN
Akhir kata, memang pemerataan ini terlihat masih kurang dengan contoh lebih banyaknya pemilih-pemilih yang masih mudah dihasut dalam memilih pemimpin berdasarkan SARA. Namun yang mendukung perubahan agar Indonesia menjadi maju juga semakin banyak dan berani. Lihat saja dukungan yang diberikan kepada Ahok saat ia kalah dalam pilkada dan saat masuk penjara. Rakyat Indonesia juga mulai teredukasi mengenai politik dan mulai berani berekspresi dalam politik (dapat dilihat dari status-status media sosial orang awam dalam berkomentar politik).

Belajar dari pengalaman Pilkada Jakarta kemarin dimana tempat ibadah dimanfaatkan untuk keperluan politik, sebaiknya Bapak Jokowi juga menerapkan sistem hadiah dan penghargaan bagi yang melapor bila perlu disertai bukti rekaman kalau ada tempat ibadah yang menyalahgunakan fungsinya untuk politik terutama bila menyinggung isu SARA.

Pencapaian Jokowi dalam melakukan pemerataan ini masih terus dikembangkan oleh Jokowi seperti menempatkan menteri-menteri yang berprestasi, menggiatkan NKRI,  terus membangun infrastruktur, dll. Yang semua ini dicapai dengan minimnya dukungan dari kalangan elite dan munculnya berbagai serangan politik yang luar biasa dari lawan-lawan politiknya. Menurut saya, Jokowi sedang bertindak ekstra hati-hati dalam menyelesaikan segala permasalahan. Karena lawan politik akan terus mencari kesalahan sekecil apapun yang bisa dibuat besar seperti kasus Ahok. Karena kepribadiannya yang sederhana dan jujur serta etika kerja Jokowi yang hampir mendekati sempurna, makanya lawan politiknya pun seperti sudah kehabisan akal seperti menggunakan serangan “isu PKI” tanpa dasar dan bukti.

Doa dan impian terakhir saya, semoga di bawah kepemimpinan Jokowi secepatnya Indonesia bisa menjadi negara maju dan disegani oleh negara-negara lain dengan pemerataan di berbagai bidang ini dan bisa berlanjut hingga periode kedua. Salam Indonesia Maju.

Tidak ada komentar: