Sabtu, 11 Januari 2014

PRABOWO: Karier Cemerlang Prabowo Bukan karena Menantu Soeharto, DIUJI KESABARAN, KEBIJAKAN DAN KEARIFANNYA

Kivlan: Karier Cemerlang Prabowo Bukan karena Menantu Soeharto

Sabtu, 14 Juni 2014 | 09:26 WIB
KOMPAS.com/SABRINA ASRIL Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein.
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen (Purn) Kivlan Zen, menilai, mantan Danjen Kopassus Agum Gumelar terlalu membesar-besarkan kabar bahwa Prabowo mendapatkan kenaikan pangkat tiga kali dalam satu setengah tahun. Dia mengatakan, Agum telah menista Prabowo dengan menyebarkan kabar yang tidak benar.

"Abangku (Agum Gumelar) katakan, dalam waktu satu setengah tahun, Prabowo naik pangkat tiga kali. Itu adalah membesar-besarkan," kata Kivlan saat jumpa pers di Rumah Polonia, Jakarta, Jumat (13/6/2014).

Menurut Kivlan, Prabowo memang memiliki prestasi luar biasa di antara para tentara reguler lainnya. Salah satunya adalah ketika dia menembak mati Nicolau Lobato, komandan gerilyawan Falintil, salah satu sayap organisasi Fretilin di Timor Timur pada 1978.

"Orang biasanya tujuh tahun naik pangkat jadi kapten, tetapi dia cuma butuh waktu empat tahun," katanya.

Pada tahun 1990, Kivlan, yang masuk ke urusan pangkat dan jabatan di Kostrad, menuturkan, Prabowo juga naik pangkat dari mayor ke letkol atas ajuan Jenderal (Purn) Wiranto yang saat itu menjabat sebagai asisten operasi daerah.

"Jadi, dua kali naik pangkat saja bedanya sudah 16 tahun, jadi Anda jangan insinuasi (tuduhan tersembunyi)," ucapnya.

Dengan demikian, Kivlan menegaskan bahwa kenaikan pangkat tiga kali dalam satu setengah tahun adalah sesuatu yang tidak benar. Dia pun menyanggah bahwa Prabowo diberhentikan secara hormat karena posisinya sebagai menantu dari Presiden RI sekaligus panglima tertinggi di ABRI, Soeharto.

"Pak Harto udah turun tanggal 21 Mei 1998 sebagai presiden, sedangkan Prabowo diberhentikan pada waktu itu sudah bulan Agustus (1998). Jadi, dia (Prabowo) ini rising star, punya prestasi baik, pengalaman luar biasa baik dan cemerlang, bukan karena mantu presiden," bantahnya.


Sabtu, 14 Juni 2014 , 03:01:00

Kivlan Zein dalam jumpa pers di Rumah Polonia, Jumat (13/6) malam.

Foto: M Ftahra Nazrul Islam/JPNN.Com
Kivlan Zein dalam jumpa pers di Rumah Polonia, Jumat (13/6) malam. Foto: M Ftahra Nazrul Islam/JPNN.Com
JAKARTA - Mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen (purn) Kivlan Zein membantah anggapan bahwa bekas atasannya, Prabowo Subianto pernah mendapat kenaikan pangkat hingga tiga kali dalam 1,5 tahun. Bantahan itu disampaikan Kivlan menanggapi pernyataan mantan Danjen Kopassus, Jenderal Agum Gumelar yang menyebut Prabowo mendapat keistimewaan dalam kenaikan pangkat saat masih aktif di ketentaraan.
Menurut Kivlan, justru Agum telah menista Prabowo karena menyebar kabar tak benar. "Agum, anda sebagai abang saya, anda telah melakukan penistaan terhadap adikmu sendiri (Prabowo)," kata Kivlan saat konferensi pers di markas pemenangan Prabowo-Hatta, Poolonia Jakarta Timur, Jumat (13/6) malam.
Ditegaskan, Prabowo tidak pernah naik pangkat tiga kali dalam kurun 1,5 tahun. Sebab, yang ada justru kenaikan pangkat Prabowo terjadi dalam jangka waktu panjang, yakni 16 tahun.
Kivlan mengatakan, Agum telah membesar-besarkan sesuatu yang tak benar. Padahal, kata Kivlan, Prabowo pernah mendapat kenaikan pangkat luar biasa karena jasanya menembak mati Nicolau Lobato, komandan gerirlyawan FALINTIL di Timor Timur pada 1978.
“Itu luar biasa dari kebiasaan reguler. Orang biasanya tujuh tahun naik pangkat jadi kapten tapi dia empat tahun karena jasanya menembak mati Lobato,” ucap Kivlan.
Kemudian, lanjut Kivlan, Prabowo naik pangkat dari mayor ke letkol pada tahun1990. Kivlan mengaku tahu hal itu karena menjadi pejabat urusan pangkat dan jabatan di Kostrad. Kenaikan pangkat Prabowo itu atas usulan Wiranto yang kala itu menjadi atasan putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu.
“Jadi (tudingan) Prabowo naik pangkat tiga kali selama satu setengah tahun tidak benar," tegas Kivlan yang pernah menjadi anak buah Prabowo di Kostrad.(fat/jpnn)

Prabowo Makin Banyak Diserang dan Diterjang, semoga Makin Sabar, Bijak dan Tenang

RIMANEWS- Di media sosial, makin banyak Prabowo Subianto dierang dan diterjang, digebukin dengan kata-kata, dianiaya dengan kalimat-kalimat tajam tak bertepi. Tapi sejarah bagi Prabowo belum tamat, dan dia dengan tenang melangkah menuju 2014. Prabowo akan diserang terus oleh para akademisi, aktivis dan aktor yang anti-Prabowo, namun Prabowo harus bijak dan arif menyikapinya, tak boleh emosi. Berikut ini serangan dari kalangan perempuan dan pria, sekedar sebagai contoh nyata, bagaimana Prabowo ''dihabisi'':
1. Laboratorium Psikologi Politik UI mensurvei pendapat 61 pakar yang dinilai mewakili kalangan pembentuk opini publik tentang sejumlah nama capres di 2014 mendatang. Para pakar tersebut berasal dari kalangan pengamat politik, akademisi, tokoh pers, LSM, konsultan politik, politikus, profesional, serta kalangan pemuda atau mahasiswa. Hasilnya, Prabowo Subianto sebagai capres dengan tingkat penolakan tertinggi, 20 persen. Menyusul berturut-turut Rhoma Irama (18 persen), Aburizal Bakrie (18 persen), Megawati (7 persen), Pramono Edhie Wibowo (3 persen), dan Wiranto (3 persen). 
Pendapat para pakar opinion leader tersebut mewakili pandangan penulis. Bahwa, kalangan terpelajar cenderung menilai pemimpin dari rekam jejak masa lalunya. Kalangan ini tak terpengaruh dengan pencitraan Prabowo sebagai pemimpin yang pintar, berprestasi dan tegas.
Prabowo memang dinilai berprestasi dalam operasi militer di Timtim. Pun, sebagai Komandan Kopassus Prabowo berhasil bebaskan 12 peneliti barat yang disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, tahun 1996. Akan tetapi prestasi-prestasi tersebut tertutupi pelanggaran-pelanggaran sepanjang karir militernya.
Prabowo terkesan kuat pribadi yang labil dan paranoid. Tak henti-hentinya ia mencurigai dan melawan atasannya sendiri, Menhankam/Pangab Jenderal Benny Moerdani. Bahwa atasannya ini dikatakannya akan lakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto. Hal yang kemudian tak pernah terbukti.
Dikisahkan, bagaimana Prabowo yang masih berpangkat Kapten datang melapor (menghasut) Presiden Soeharto menyangkut langkah-langkah Menhankam/Pangab Jenderal Benny Moerdani yang dikatakannya mau menguasai Indonesia dan menggantikan Presiden Soeharto.
Puncaknya, pada Maret 1983, Kapten (Inf) Prabowo Subianto (Wakil Komandan Detasemen-8 Kopassus) menuduh Menhankam/Pangab Jenderal Benny Moerdani mau melakukan kudeta, yang diikuti pengerahan pasukan antiteror Kopassus oleh Prabowo untuk menculik Menhankam/Pangab, Letjen Soedharmono dan beberapa jenderal lainnya.
Untunglah, gerakan illegal Prabowo tersebut digagalkan oleh Komandan Detasemen-8 Mayor Luhut Panjaitan. Prabowo kemudian disanksi dengan “dibuang” menjadi Kepala Staf Kodim, yang kemudian diubah oleh Kasad Rudini menjadi Wakil Komandan Batalyon Lintas Udara 328 Kostrad. Prabowo sempat dimarahi Brigjen Sintong Panjaitan karena protes atas penempatan barunya itu.
Belum cukup sampai di situ. Petualangan politik Prabowo melawan atasan—dalam militer hal yang sangat fatal dan tak bisa ditoleransi sama sekali—terus berlanjut. Pada 16 Mei 1998, pukul 22.30 Wib, Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto melapor (menghasut) Presiden Soeharto, dikatakannya bahwa Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto telah berkhianat pada Soeharto. Untung saja Soeharto tak terhasut. Prabowo ditegur keras oleh Pangab Jenderal Wiranto untuk upaya penyingkiran ini.
Karena paranoid dan labilitasnya itu, ayah kandung Prabowo sendiri pun, begawan ekonomi Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, tak lagi mempercayai seorang Prabowo dalam kiprah militernya. Kepada Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto, Soemitro meminta supaya Prabowo disingkirkan saja dari pasukan.
Kiprah labilitas Prabowo dalam memimpin pasukan juga tak bisa diabaikan, khususnya dalam peralihan kekuasaan Orde Baru ke Orde Reformasi, tahun 1998. Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto pernah dinyatakan melanggar aturan militer, ketika ia mengerahkan pasukan Kostrad di sekitar Istana Merdeka dan kediaman resmi Presiden BJ Habibie, yang kata Prabowo untuk mengamankan presiden, namun tanpa sepengetahuan Pangab Jenderal Wiranto.
Hal yang membuat Presiden BJ Habibie marah besar. Pasalnya, pengamanan presiden merupakan tugas Paspampres, bukan tugas Kostrad. Gara-gara insiden ini Letjen Prabowo Subianto dicopot dari Jabatannya sebagai Pangkostrad.
Belum lagi bila mempertimbangkan keterlibatan Letjen Prabowo dalam apa yang disebutnya Bawah Komando Operasi (BKO) pengamanan kerusuhan Mei 1998, oleh Tim Mawar Kopassus, yang dinilai kebablasan, karena menculik dan menghilangkan secara paksa aktivis pro-Reformasi 1997-98. Karena ulahnya ini karir Prabowo tamat, ia dipecat dari ABRI.
2.Dari Esther Lima
Saya masyarakat awam. Masyarakat dari golongan jelata. Yang bekerja menafkahi keluarga setiap hari, dan mengharapkan Indonesia yang lebih baik. Negara aman menjadi andalan utama bagi saya dalam bekerja mencari nafkah untuk anak-anak saya.
Melihat pencapresan Prabowo, saya tentu saja tertarik membaca biografi beliau di wikipedia. Satu hal yang menarik perhatian saya, bahwa beliau dicopot dari jabatan Pangkostrad. Dicopot, dibebas tugaskan, dinon aktifkan, artinya sama saja: dipecat.
Tidak adanya persidangan terbuka atas hal-hal yang dituduhkan kepada Prabowo membuat saya tidak mengetahui secara pasti, Prabowo disangkakan atas tindakan apa. Karena Prabowo sendiri punya argumen yang terdengar benar. Lalu, siapa yang benar? Apakah argumen Prabowo atau tulisan-tulisan yang menyatakan Prabowo salah? Saya tidak tahu. Tapi saya hanya melihat resultnya : dipecat.
Hingga kini tidak ada ralat, permintaan maaf, pemulihan nama baik, maupun pengemballian jabatan atas pemecatan tersebut. Artinya pemecatan tersebut sah. Saya percaya, TNI tidak gegabah memecat seorang Pangkostrad. Pangkostrad hlo ini.. nggak main-main. Pangkostrad kok dipecat? Saya tak memilih Prabowo.
RESPON
Faktor media menjadi faktor penting untuk capres menggeber elektabilitasnya di Pemilu 2014, salah satunya Prabowo. Capres dari Partai Gerindra ini diprediksi akan berkoalisi dengan Hanura untuk dapat memperoleh pengaruh dari media.
"Prabowo akan membutuhkan Hary Tanoe dalam situasi frekuensi pemberitaan Prabowo makin merosot dalam tahun terakhir," jelas Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens di Gallery Cafe, Jakarta, Senin (30/12).
Wasekjen Gerindra, Aryo Djojohadikusomo tidak menampik Prabowo memang kurang publikasi. Dia pun yakin jika selalu dikelilingi media, Prabowo bisa saja seterkenal Jokowi.
"Jokowi dapat liputan media terus. Elektabilitas karena liputan media, Prabowo bisa juga kalau sama (ada liputan media) bagi calon pemilih akan membantu," tutur Aryo.
Lembaga Pemilih Indonesia memprediksi munculnya tiga blok yang akan meramaikan Pilpres 2014. Blok tersebut adalah blok Jokowi (blok J), blok Prabowo dan Blok X.
"Ada 3 kelompok pertama itu blok J yang mengelompokkan PDIP, Nasdem. Kedua itu Gerindra sepertinya juga masuk Demokrat, PAN, PKB. Ketiga blok X yang tidak dinamai dengan Golkar sebagai fondasi politiknya," papar Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens di Gallery Cafe, Jakarta, Senin (30/12).
Dibandingkan dengan blok X, blok J (Jokowi) dan blok P (Prabowo) dinilai sebagai kelompok yang kuat karena punya simbol figur masing-masing.
(media sosial/KCM/RM)

Tidak ada komentar: