Jumat, 16 Mei 2014

Dukungan Alumni Trisakti ke Prabowo,Tim Penuntasan Kasus Tragedi Trisakti Protes

Tim Penuntasan Kasus Tragedi Trisakti Protes Dukungan Alumni Trisakti ke Prabowo
TRIBUN/Prabowo Dokumentasi
Keluarga korban tragedi Trisakti Mei 1998 bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Jakarta, Sabtu (10/5/2014). Dalam kesempatan tersebut Prabowo menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kerusuhan Mei 1998 tersebut. (Dokumentasi Prabowo) 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pengurus Senat Mahasiswa Universitas Trisakti dan Tim Penuntasan Kasus Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 (TPK 12 Mei 1998) protes manuver politik Alumni Trisakti.
 
Portes ini setelah melihat manuver Alumni Trisaksi yang memberi dukungan kepada calon Presiden Prabowo Subianto dengan menghadirkan wakil keluarga pahlawan  reformasi, 9 Mei lalu."Ini adalah ujian terberat reformasi. Kita  masih meragukan komitmen dari partai politik maupun calon presiden. Langkah membawa korban menemui Prabowo itu tidak didahului dengan musyawarah mufakat, jadi sulit bagi mereka mewakili seluruh kalangan alumni, apalagi Trisakti" kata John Muhammad, mantan Koordinator Lapangan 12 Mei 1998.
Lebih jauh, tambah John, sikap politik itu bisa berimplikasi pecahnya sikap korban tragedi penembakan terhadap mahasiswa 1998-1999. Namun begitu, kami siap untuk berseberangan dengan mereka yang bosan, termasuk keluarga korban sekalipun.
 
Tommy Rahaditia, mantan Ketua Badan Kajian Strategis Senat Mahasiswa Usakti 1998 menilai perjuangan pengungkapan kebenaran dan penegakan HAM adalah milik seluruh korban, penyintas (survivor) dan aktivis dalam tragedi Trisakti. “Dukungan keluarga korban pada Prabowo, tidak menyurutkan perjuangan kami,” tegas Tommy. Tommy juga menilai Tragedi Trisakti berhubungan erat dengan Tragedi Kerusuhan Mei (13-16 Mei 1998), dimana dalam Tragedi Mei tersebut, seluruh aparat keamanan seharusnya dimintai tanggungjawab, tidak terkecuali Prabowo.
 
Sementara, Dorri Herlambang, mantan Ketua Satgas Himpunan Mahasiswa Arsitektur 1998, menganggap tidak sepantasnya ada pihak-pihak yang memanfaatkan status korban kekerasan negara dan pelanggaran HAM berat atau keluarganya untuk kepentingan politik dengan melakukan klaim atau dukungan politik terhadap tokoh tertentu. “Siapapun calonnya, tetap saja tidak bijaksana memfasilitasi keluarga korban untuk memberi dukungan politik.”
 
Bagi Pramudya Wardhana, mantan Koordinator Penyelidik Tim Penuntasan Kasus 12 Mei 1998, semua kasus kekerasan oleh negara atau pelanggaran HAM berat harus diselesaikan secara hukum dengan meminta ketegasan dari setiap calon untuk menjabarkan rencana penanganan proses hukumnya. “Kami kuatir dengan Prabowo yang memiliki visi yang ingin membubarkan Pengadilan HAM. Hal ini kontradiksi dengan tuntutan keadilan.” ujar Pram.
 
John Muhammad juga menyimpulkan bahwa perkembangan yang terjadi saat ini adalah ujian kesetiaan bagi cita-cita reformasi dan tes kesabaran atas penegakan HAM. Bagi John, hanya kehadiran penegakan HAM yang bisa membedakan antara jaman Orde Baru dengan jaman reformasi.

Tidak ada komentar: