Rabu, 25 Juni 2014

Jokowi: Australia Tidak Percaya dengan Indonesia, Prabowo:Indonesia bukan ancaman bagi Australia

Prabowo nyatakan Indonesia bukan ancaman bagi Australia

Minggu, 22 Juni 2014 23:45 WIB | Dilihat 8260 Kali
Prabowo nyatakan Indonesia bukan ancaman bagi Australia
Kampanye Akbar Prabowo-Hatta Capres nomor urut satu Prabowo Subianto menyampaikan orasi ketika kampanye akbar di Gelora Utama Bung Karno Senayan, Jakarta, Minggu (22/4). Prabowo mengajak ribuan simpatisan yang hadir untuk menggunakan hak pilih pada pilpres mendatang guna memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) ()
Jakarta (ANTARA News) - Calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto menyatakan Indonesia bukanlah ancaman bagi Australia terkait hubungan kedua negara yang sempat goyah beberapa waktu lalu.

"Kita bukan ancaman bagi Australia. Karena kita ingin bersahabat dengan Australia. Maka kewajiban kita untuk yakinkan, kita ingin jadi tetangga yang baik," kata Prabowo dalam debat capres untuk ketiga kalinya di Jakarta, Minggu malam.

Menurut Prabowo masalah naik turunnya hubungan kedua negara tampaknya terletak pada Australia yang kerap menaruh curiga pada Indonesia.

Hal itu terjadi karena beberapa kali Indonesia pernah melalukan tindakan militer yang mungkin menimbulkan kekhawatiran bagi Negeri Kangguru itu.

"Masalahnya tidak terletak pada Indonesia, tapi Australia ada kecurigaan atau phobia pada Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, mantan Danjen Koppasus TNI AD itu mengatakan bangsa Indonesia harus tegas mempertahankan inti kepentingan nasional bangsa dalam membina hubungan dengan negara lain.

"Kita tidak ada masalah dengan Australia," tegasnya.

Debat yang mempertemukan capres Prabowo Subianto dan Joko Widodo untuk ketiga kalinya itu mengusung tema "Politik Internasional dan Ketahanan Nasional" dimoderatori oleh Hikmahanto Juwana.

Pemilu Presiden pada 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres dan cawapres, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

(A062/Z003)
Editor: Tasrief Tarmizi

Strategi Politik Luar Negeri Versi Prabowo dan Jokowi Menghadapi Negara Australia



24 Jun 2014 | 10:52
Sungguh menarik mendengar debat capres antara Prabowo dengan Jokowi dalam tema Politik Luar Negeri dan ketahanan Nasional. Topik tersebut memang sangat strategis mengingat kedaulatan dan kewibawaan bangsa dilihat dari sikap politik luar negeri yang diambil calon pemimpin Indonesia kelak apakah langkah dan strategi yang diambil kedua calon presiden tersebut? Mampukah mereka menerjemahkan posisi Indonesia dianatara negara tetangga seperti Australia?
Kedua capres memang memberikan tanggapan berbeda dalam debat tersebut meski sebenarnya ada persamaan yakni membina hubungan baik dalam konteks general dan spesifik. Untuk catatan, Presiden SBY yangpernah menurunkan status hubungan: down grade dengan Australi dengan menarik duta besar Indoensia dianggap sebagai langkah maju untuk karena pada saat itu mengharapkan adanya permohonan maaf dari Pemerintah Australia. Meskipun sekarang hubungan sudah membaik lagi dengan mengirimkan kembali dubes Indonesia ke Australia. Itulah dinamika suatu hunungan kadang erat, kadang renggang. Namun dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan mengelola setiap kesalahpahaman demi mencapai kesejahteraan bersama antara ekdua negara.
Dalam debat Prabowo mengatakan akan mengembangkan “good neighbour policy” dengan menjadi teman dan tetangga yang baik dan mengatakan setuju dengan sikap dan langkah politik luar negeri yang telah diambil presiden SBY dalam menghadapi Australia dan demi ketahanan negara yang penting adalah memperkuat kesejahteraan rakyat atau dalam domain hubungan international memperkuat economic security menjadi bangsa yang mandiri. Sedangkan soal pembelian alat pertahananbaginya tidak signifikan karena alutista yang ada sekarang sudah mencukupi bahkan tak perlu membeli tank leopard.
Sedangkan Jokowi lebih menekankan pada diplomasibudaya dan pendidikan dalam membangun kepercayaan (trust) dengan Australia untuk menghindari berbagai hal yang tidak mengenakkan selama ini seperti kasus penyadapan yang menurutnya karena ketidak percayaan negara tersebut terhadap Indonesia. Dalam domain hubungan international diplomacy budaya adalah bagian dari “soft diplomacy”. Diplomasi budaya dan pendidikan memang ampuh untuk memperdekat hubungan dan menjalin kerjasama antar negara. Selama ini baik Indonesia memberikan kesempatan pada Pemerintah Australia untuk mengundang para pemuda dalam pertukaran budaya dan pendidikan di kampus yang ditunjuk di Indonesia sperti Universitas Gajah Mada. Begitu juga Australia melalui pemerintahnya membuat program exchange baik pemuda, tenaga pendidikan, medis dan lain sebagainya, juga kesempatan beasiswa ADS dan ALA yang diberikan untuk para mahasiswa yang berminat belajar di negeri kanguru itu.
Sedangkan untuk membangun ketahanan nasional Jokowi ingin memperkuat prajurit, modernisasi alutista dan pengadaan drone untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ilegal fishing dan logging dan membangun pertahanan civil. Jdi perbedaannya Jokowi lebih fokus untuk meningkatkan anggaran pertahanan sedangkan prabowo mengnggap pertahanan hadir dari kemandirian bangsa yang sejahtera. Dalam konteks ini Jokowi menganut teori Realisme dalam hubungan internasional yang meperkuat negara dengan alat pertahanan danpersonel negara. Sedangkan prabowo menekankan pada penguatan ekonomi dalam perspektif konstruktivisme dan lebih specifik lagi memproteksi ekonomi lokal .
Apapun langkah yang diambil kedua Presiden tentu sejatinya kepentingan national (national Interest) dan kedaulatan NKRI adalah kepentingan yang harus dikedepankan. Karena berdasarkan pengalaman negara-negara yang sudah maju seperti cina dan India berhasil mengelola politik luar negeri dan ketahan negaranya dengan membangun kekuatan domestik masyrakatnya dan secara bertahap membangun hubungan dengan luar negeri dengan memetakan kekuatan yang ada. Maka benarlah negara yang kuat adalah negara yang mampu bertahan dengan semua kekuatan yang dimilikinya dan mengelola kelemahannya sehingga tidak menjatuhkannya. Salam Panji Merah Putih.
Note : Tulisan ini pengembangan dari tulisan yang saya tulis dalam 25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia”

Jokowi: Australia Tidak Percaya dengan Indonesia

Minggu, 22 Juni 2014 22:34 wib | Aisyah - Okezone
Ada ketidakpercayaan dari Australia kepada Indonesia. (Foto: Ilustrasi Reuters) Ada ketidakpercayaan dari Australia kepada Indonesia. (Foto: Ilustrasi Reuters) 
JAKARTA - Joko Widodo (Jokowi) menyebut ada dua hal penting dalam hubungan antara Indonesia dengan Australia. Pertama, ada ketidakpercayaan yang disematkan Australia kepada Indonesia.

"Sehingga dalam beberapa bulan lalu ada penyadapan. Oleh karena itu, ke depan reformasi pemerintah dengan pemerintah antarpelaku bisnis dan pelaku bisnis, masyarakat dan masyarakat harus digalakkan," tutur Jokowi, saat debat capres mengenai politik internasional dan ketahanan nasional, di Holiday Inn, Jakarta, Minggu (22/6/2014).

Cara tersebut, sambung Jokowi, akan mengurangi konflik dan gesekan yang ada antara Indonesia dengan Australia. Maka dari itu, diplomasi budaya dan pendidikan, tukar menukar budaya dan pendidikan juga harus terus digalakkan.

"Kedua, kewibawaan kita dianggap negara yang lebih lemah, ke depan kehormatan negara dan kewibawaan harus jadi catatan khusus bagi presiden. Jangan sampai dilecehkan dan diremehkan serta dianggap lemah dan tidak berwibawa," tegasnya.

Sebelumnya, Prabowo juga menyoroti hubungan antara Indonesia dengan Australia. Prabowo Subianto, calon presiden nomor satu ini menyebut Australia phobia dengan Indonesia.

"Australia ada semacam phobia dengan kita, karena kita penduduknya banyak, kita seringkali dianggap emosional dan pernah melakukan tindakan militer sehingga mereka mungkin menganggap kita sebagai ancaman," papar dia. (ade)

Tidak ada komentar: