Sabtu, 16 Agustus 2014

PKB Anggap Jokowi Punya Akhlak Busuk!. NU: PKB lebih busuk?

Koalisi Tanpa Syarat Retak , PKB Khianati Jokowi

Harianterbit.com | Selasa, 12 Agustus 2014 10:58:00 WIB | Dilihat : 1389
Koalisi Tanpa Syarat Retak , PKB Khianati Jokowi
Koalisi tanpa syarat (ist)

Jakarta, HanTer – Koalisi tanpa syarat yang dibangun pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mulai retak. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), satu dari empat partai koalisi pengusung Jokowi-JK, terang-terangan tak sependapat dengan gagasan presiden terpilih Jokowi soal menteri yang terpilih harus melepaskan diri dari parpolnya masing-masing.

Tak hanya itu, PKB pun terang-terangan meminta jatah tiga kursi menteri kepada Jokowi. Padahal, seperti halnya NasDem, Hanura, dan PKPI, parpol yang dikomandani Muhaimin Iskandar tersebut menyatakan setuju ketika Jokowi dan PDIP membentuk koalisi tanpa syarat, sebelum pilpres digelar 9 Juli dan pasangan Jokowi-JK dinyatakan sebagai presiden terpilih oleh KPU pada 22 Juli. 

PKB menilai, pernyataan Jokowi yang berkeinginan agar tidak ada rangkap jabatan dalam kabinetnya, bertujuan agar anggota kabinetnya nanti fokus kerja. "Orang partai yang terlibat dalam kabinet Jokowi nantinya adalah orang-orang yang bisa fokus dengan kerja pemerintah, profesional dan bersih. Jangan lupa, banyak juga tokoh profesional dan ahli terseret kasus korupsi," ujar Wasekjen PKB Faisol Reza di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, kemarin.

Menurut Reza, soal rangkap jabatan terpulang pada partai politik masing-masing. Di PKB, kader yang duduk di pemerintahan bisa menjalankan fungsi sama baiknya dengan tugasnya di partai. Sebaliknya, kader yang tidak duduk di pemerintahan dan tidak menjalankan fungsinya dalam partai, maka akan diambil tindakan.

"Jadi tidak relevan mempertentangkan antara (kader) partai politik dan kaum profesional. Partai politik harus sanggup menyediakan kadernya yang profesional untuk menduduki jabatan di kabinet nantinya," kata Reza.

Selain tak setuju usulan Jokowi agar politisi yang terpilih di kabinet pemerintahannya melepaskan diri dari parpol, PKB juga terang-terangan meminta jatah tiga kursi menteri kepada Jokowi.

"Paling PKB hanya dapat 3 kursi menteri. PKB sudah siapkan (nama). Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua Umum Rusdi Kirana dan Sekretaris Jenderal Imam Nahrawi," kata Sekretaris Dewan Syuro PKB Andi M Ramli di Gedung DPR.

Sikap PKB yang terkesan memaksa untuk mendapat jatah menteri dalam kabinet Jokowi-JK disayangkan banyak pihak. Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Dimas Oky Nugroho menilai, sikap itu akan merusak citra PKB sendiri di masyarakat.

"Saat PKB menyatakan dukungan pada Jokowi, mereka bilang dan menyadari bahwa dukungannya itu bukan bentuk transaksi power sharing atau sebagai sebuah transaksi. Tapi ketika sekarang mereka bersikap seolah memaksa mendapat menteri, itu merusak citra mereka sendiri," kata Oky kepada Harian Terbit, Senin (11/8).

Menurutnya, yang dilakukan PKB saat ini seolah membenarkan bahwa dukungan mereka pada saat pilpres kepada Jokowi-JK tidak gratis dan harus ada yang dibagi. Dia menilai, hal ini adalah bentuk kepanikan PKB yang khawatir tidak dilibatkan dalam kabinet Jokowi.

"Logika ini kan paradigma lama yang tidak cocok dengan konsep Jokowi-JK. Jokowi tidak ingin membangun politik yang transaksional. Jadi yang harus dipahami PKB sebagai partai yang mendukung Jokowi-JK sesungguhnya mereka harus percaya pada pemerintahan Jokowi-JK dan kalau mereka menggunakan bahasa politik seperti ini menunjukkan kalau komitmen PKB terhadap perubahan itu tidak utuh dan tidak konsisten," jelasnya.

Nada hampir seragam juga diungkapkan Direktur Freedom Institute, Luthfi Assyaukani. Dirinya menilai, sikap PKB terlalu berlebihan seperti kebakaran jenggot dalam meminta jatah kursi menteri di kabinet Jokowi-JK.

Pasalnya, PKB tidak dilibatkan dalam tim Rumah Transisi di mana berisikan lima  orang perumus seperti Ketua tim Rini Swandi, Anis Baswedan dari akademisi, Andi Wijayanto dari PDI Perjuangan dan akademisi, Hasto Kristiyanto dari PDI Perjuangan dan Akbar Faisal dari NasDem. Hal ini yang membuat PKB cemas lantaran tidak ada kadernya yang masuk dalam tim Rumah Transisi.

"PKB belakangan seperti kebakaran jenggot. Menurut saya, ini karena tidak ada kader PKB di Rumah Transisi. Kelihatan ingin menegaskan bahwa PKB telah berkontribusi dalam kemenangan Jokowi. Apalagi ada sindiran di salah satu akun Twitter milik kader PKB yang berkicau, ‘jangan lupakan partai (PKB)’,” kata Luthfi saat dihubungi Senin (11/8).

Hal ini dikuatkan dengan sikap mantan Walikota Solo ini yang ingin membuat kabinet yang di dalamnya dipegang oleh para ahli di bidangnya. Bukan diisi oleh politisi dari partai, terlebih sinyal untuk memasukkan kader PKB dalam kabinetnya belum ada.

Luthfi menilai, langkah partai aspirasi warga Nahdlatul Ulama (NU) ini menjadi blunder politik ketika merongrong meminta jatah kursi dalam kabinet dan diketahui publik. Karena sikap seperti ini tidak disukai oleh Jokowi, selain hanya akan merusak citranya, tetapi juga citra PKB sendiri.

Dia membandingkan dengan Partai NasDem yang bermain cantik dalam melobi, sehingga tidak terekspose ke publik dalam bagi-bagi kekuasaan. PKB seharusnya dapat melihat pola politik Jokowi yang sangat menjaga citranya yang berusaha terlihat ideal di mata publik.

Luthfi memprediksi nantinya PKB tetap mendapatkan kursi menteri dalam kabinet Jokowi, karena bagaimanapun PKB telah berjasa dalam kemenangan Jokowi. Kendati demikian, dia mengimbau agar PKB tetap dapat menahan diri dan bermain cantik.

Sementara itu, pengamat politik dari Universias Indonesia (UI), Muhammad Budyatna mengatakan, usulan PKB kepada Jokowi untuk memasukkan 3 kadernya sebagai menteri adalah usulan yang tidak perlu diindahkan sama sekali. Sebab, kemenangan Jokowi-JK di Pilpres menurutnya tidak ada kaitannya dengan bergabungnya PKB dalam koalisi Jokowi-JK di Pilpres  lalu.

“Itu usulan yang sama sekali tidak perlu diindahkan. Memangnya PKB sudah berbuat apa sampai berani meminta jatah menteri? Tanpa PKB pun Jokowi bisa menang kok, jadi tidak usah mengada-ada,” ujar Budyatna saat dihubungi Senin (11/8).

Dia pun menyarankan kepada mantan Wali Kota Solo itu untuk tidak mengakomodir orang-orang yang kurang berkompeten dan hanya mengejar ambisi serta kekuasaan di kabinet yang akan dipimpin Jokowi-JK. Pasalnya, jika hal itu dipaksakan maka nantinya hanya akan menjadi beban bagi roda pemerintahan dan akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pasangan nomor urut dua itu.

“Ya, orang-orang tidak berkompeten dan tidak profesional harusnya gak masuk ke pemerintahan. Jika ini terjadi maka pemerintahan yang katanya pro rakyat akan jauh dari harapan dan pastinya akan ditinggalkan rakyat," bebernya.

Lebih jauh Budyatna menilai, seorang Jokowi harus belajar dari pengalamannya menjadi Gubernur DKI karena salah menempatkan orang yang bermasalah seperti Mantan Kepala Dinas Perhubungan, dirinya pun disangkut-sangkutnya dengan kasus korupsi pengadaan bus Tranjakarta bekas berkarat.

Untuk itu dia berharap, Jokowi-JK dapat cerdas dalam memahami serta mengambil seorang nama atau tokoh yang akan dijadikan menteri. Karena jika salah sedikit, maka nantinya akan menjadi blunder bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk lima tahun ke depan, karena salah memilih orang untuk ditempatkan dalam pos kementerian.

“Mereka harus belajar dari presiden sebelumnya di mana gara-gara korupsi harus gonta-ganti menteri dan membuat malu pemerintahan, serta tidak mengemban amanat serta kepercayaan yang diberikan Presiden kepada para pembantunya itu," pungkasnya.

(Luki/Remmy/Angga)

Aduh Malu Sekali... PKB Diusir, Diminta Keluar Dari Koalisi Jokowi


suara news, Koordinator Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Boni Hargens menyatakan, agar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengikuti peraturan adanya larangan rangkap jabatan seorang menteri dengan jabatan pengurus Partai Politik.

"Jika PKB tidak mematuhi aturan tersebut sebaiknya mereka mundur dari koalisi. Sebab, dari awal koalisi pemerintahan Jokowi-JK (Jusuf Kalla) adalah koalisi tanpa syarat," jelas Boni saat ditemui wartawan di Jakarta, Selasa (12/8).

Pengamat Politik dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini juga menyebutkan, dengan keluarnya PKB dari koalisi tidak akan menganggu jalan pemerintahan Jokowi-JK. Karena, masih ada relawan-relawan yang merupakan kekuatan real (sesungguhnya) dari Jokowi. "Sebab, meski (PKB) ada di parlemen namun tetap saja harus dapat dukungan rakyat," jelasnya.

Boni juga menyebutkan, adanya aturan larangan menteri tidak boleh rangkap jabatan di kepengurusan parpol demi kelancaran efektifitas kerja seseorang. "Jadi harus ditaati kalau enggak, ya keluar dari koalisi,"
jelasnya.

Sebelumnya, Wasekjen PKB Jazilul Fawaid menunjukan sikap ketidak sepakatan atas keinginan sejumlah pihak agar menteri melepas jabatannya di partai politik.

Pasalnya, hal itu sangat disayangkan karena  selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol.

"Kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin, rakyat pun hanya ingin menteri yang menyelesaikan masalah dan kesejahteraan," ujar Jazil.

Jazil menegaskan, jabatan selevel menteri itu seperti leader, manajer, direktur sekaligus pelaksana sebuah organisasi. Semua watak tersebut berkumpul dalam sebuah pribadi pimpinan parpol dan kader parpol yang sudah terlatih dalam lingkungan birokrasi internal.

Kekhawatiran bahwa kader partai yang menjabat menteri tidak akan fokus mengurus rakyat juga ditepis oleh Jazil. Dengan jam terbang mengelola organisasi yang tinggi, sosok menteri dari kalangan parpol sudah terlatih membagi waktu secara profesional.
Mulai Pecah Kongsi, PKB Anggap Jokowi Punya Akhlak Busuk! Kok Baru Tahu Bro?
 
Suaranews, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai akhlak Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi tak baik karena tidak melibatkan partai yang didirikan KH Abdurrahman Wahid itu di kantor Transisi. "Kalau dalam Islam, akhlaknya tidak baik," kata Ketua DPP PKB, Jazilul Fawaid dalam acara diskusi di Jak Tv, Senin (11/8) malam.

Kata Jazilul, sejak awal PKB mendukung Jokowi di Pilpres 2014 termasuk memperkenalkan di kalangan pesantren."Kita mendukung sejak awal," paparnya. Selain itu, ia pun tidak setuju upaya menyingkirkan orang-orang partai di lingkungan Jokowi.

"Selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol, kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin, rakyat pun hanya ingin menteri yang menyelesaikan masalah dan kesejahteraan," jelasnya.

Disebut Jokowi Punya Akhlak Busuk, PDIP Bongkar PKB Ngemis 10 Kursi

OPINI | 13 August 2014 | 14:36   PDIP bersuara keras terhadap pernyataan PKB yang menganggap Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi punya akhlak busuk.
PKB memberikan label Jokowi akhlak busuk karena tidak diberi jabatan untuk kantor transisi. Padahal PKB mengakui mempunyai jasa besar mengantarkan Jokowi jadi presiden terutama dalam menghadapi isu SARA seperti Jokowi kristen, Jokowi PKI.
PDIP pun langsung bersuara, PKB telah menyalahi kesepakatan awal dalam bergabung dengan koalisi Jokowi-JK yang tanpa syarat.
Melalui kadernya Pramono Anung mengungkap, PKB minta jatah 10 menteri di kabinet Jokowi-JK.

Mengapa PKB di Mata NU Lebih Busuk?
www.inilah.com
Jumat, 19 Maret 2010 | 14:24 WIB
INILAH.COM, Surabaya - DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jatim mencak-mencak menanggapi pernyataan pedas dari Rois Syuriah PWNU Jatim KH Miftachul Akhyar dan Sekretaris PWNU Jatim Mashudi Muchtar.

Pasalnya, para kiai NU kecewa terhadap eksistensi PKB dan diwacanakan akan dilepas dari sayap politik NU saat muktamar NU ke-32 di Makassar, 22-27 Maret 2010 mendatang.

"Melihat pemberitaan media akhir-akhir ini, penting kiranya saya memberi tanggapan atas kemarahan dan kejengkelan Kiai Miftachul Akhyar, KH Mashudi Muchtar, KH Ahmad Bagdja dan KH Mutawakil Alallah. Tanggapan ini saya murni karena desakan dari kiai PKB, aktivis PKB dan warga NU lainnya yang merasa tersinggung dengan statement beliau-beliau itu," kata Ketua DPW PKB Jatim Imam Nahrawi, Jumat (19/3).

Menurut Imam, dia pernah melakukan audiensi dengan PWNU Jatim bersama seluruh anggota Fraksi PKB DPRD Jatim pada 27 Februari 2010 lalu. Ketika itu, dilaporkan semua program PKB, kerja politik anggaran fraksi DPRD Jatim, penyerahan aset PKB kepada NU, pilkada di Jatim dan pengembalian aset gedung Astranawa kepada PWNU yang sekarang dikuasai Choirul Anam yang juga ketua umum DPP PKNU.

Dalam audiensi itu, lanjut dia, dijelaskan bahwa tak ada satupun pengurus PKB yang non-NU di Jatim ini. Tak ada satupun program PKB yang keluar dari lembaga NU, bukan perorangan. Termasuk pondoknya Kiai Miftah dapat bantuan program yang diperjuangkan PKB.

"Tentang pilkada, selagi ada pengajuan calon dari PCNU, maka PKB pasti prioritaskan, seperti di Gresik, Sidoarjo, Kediri, Mojokerto, Banyuwangi, Sumenep dan daerah lainnya. Padahal, semua tahu NU bukan orpol, tapi ormas keagamaan," imbuhnya.

Imam yang saat ini menjadi anggota DPR RI ini menegaskan, pihaknya sepakat untuk menyelesaikan masalah PKB bersama PWNU lewat jalur kekeluargaan dan tidak perlu berpolemik di media massa. Dia merasakan saat ini seakan-akan PKB di mata para kiai NU itu dianggap lebih busuk daripada partai-partai lainnya.

"Mestinya kalau ada masalah, kami siap dipanggil untuk saling tabayyun (klarifikasi). Kita sesama manusia tentu tak ada yang suci dari salah dan masalah. Kita juga tahu pada pemilu 2009, PBNU dan PWNU tak pernah secara formal mendukung PKB, malah suara NU ditransaksikan ke parpol lain. Mengapa sekarang NU seakan-akan memiliki hak penuh atas PKB?" tegasnya.

Untuk diketahui, PWNU Jatim melalui Rois Syuriah KH Miftachul Akhyar menyatakan, watak dan watuknya PKB sudah tidak seperti NU lagi. Nilai-nilai yang diterapkan pun jauh dari nilai NU. Kini partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu berjalan sendiri tanpa menghiraukan NU. Visi yang dilakukan pun lebih banyak pada pragmatisme politik daripada untuk kemaslahatan umat.

Pragmastime tersebut ditunjukkan seperti ketika menjelang pemilihan kepala daerah. PKB tidak pernah mengajak komunikasi NU. Siapa calon yang bisa melindungi dan bisa memperjuangkan warga NU.

"Mereka (politisi PKB) sudah menjadi juragan. Hanya dengan memberi bantuan saja, mereka menganggap perjuangan sudah selesai. Seharusnya NU yang mengatur mereka, karena NU-lah yang memiliki saham terbesar sebagai induk PKB," tutur Kiai Miftah beberapa waktu lalu. [beritajatim.com/bar]
Sumber: petikan

Tidak ada komentar: