Pertama kali, Indonesia ekspor kapal perang
Dua kapal perang jenis SSV dipesan Filipina. Pemesanan itu merupakan ekspor pertama kali dalam sejarah industri pertahanan Indonesia.
PT PAL catat sejarah, Indonesia ekspor kapal perang ke Filipina
MERDEKA.COM.
Akhirnya Indonesia mampu mengekspor kapal perang ke negara lain. Ekspor
PT PAL ini merupakan pertama kali dalam sejarah industri pertahanan
Indonesia."Ini kebanggaan karena pertama kali Indonesia
mengekspor kapal perang, kita ekspor ke Filipina. Namanya kapal perang
jenis SSV (strategic sealift vessel) setipe dengan LPD (Landing Platform
Dock)," kata Kepala Project SSV Turitan Indaryo di JIExpo Kebayoran
Jakarta, Kamis (6/11)Dia menyatakan Filipina telah memesan dua buah kapal perang jenis SSV ini. Harga dua kapal tersebut pun mencapai Rp 1 triliun.
"Ke Filipina jual 2 unit hampir 1 triliun harganya. Kelebihannya bisa repair 2 kapal di dalam, sekelas LCU," terang dia.Menurutnya kapal perang tersebut mampu mengangkut ratusan prajurit. Kapal ini pun dilengkapi persenjataan untuk pertahanan diri."Krunya 120 orang dan bisa menampung tentara 500 orang. Dilengkapi senjata kaliber 76 mm," terang dia.
Masih menurutnya, kapal perang SSV ini akan diproduksi tahun depan. Kapal yang sudah selesai kontrak jual-beli tersebut diharapkan diminati banyak negara."Start produksi Januari 2015, sekarang masih design. Intinya PT Pal bisa bangun sesuai dengan harapan yang diminta," pungkas dia.
Sumber: Merdeka.com
"Ke Filipina jual 2 unit hampir 1 triliun harganya. Kelebihannya bisa repair 2 kapal di dalam, sekelas LCU," terang dia.Menurutnya kapal perang tersebut mampu mengangkut ratusan prajurit. Kapal ini pun dilengkapi persenjataan untuk pertahanan diri."Krunya 120 orang dan bisa menampung tentara 500 orang. Dilengkapi senjata kaliber 76 mm," terang dia.
Masih menurutnya, kapal perang SSV ini akan diproduksi tahun depan. Kapal yang sudah selesai kontrak jual-beli tersebut diharapkan diminati banyak negara."Start produksi Januari 2015, sekarang masih design. Intinya PT Pal bisa bangun sesuai dengan harapan yang diminta," pungkas dia.
Inilah Deretan Kapal Militer TNI AL Asli Buatan Indonesia
KRI
Terapang 648 berlayar di Perairan Batuampar, Batam, Jumat (26/9). KRI
Terapang adalah kapal perang sepanjang 45 meter buatan Indonesia dan
akan segera di resmikan penggunaannya oleh TNI AL bersama 4 unit KRI
lain masing-masing KRI Sidat 851, KRI Surit 645, KRI Siwar 646 dan KRI
Parang 647. (JIBI/Solopos/Antara/Joko Sulistyo)
“Pengadaan satu unit kapal angkut ini bertujuan untuk mewujudkan
kekuatan pokok keamanan dan pertahanan. Kapal angkut tank ini
diproyeksikan untuk digunakan oleh jajaran lintas laut militer TNI AL,”
kata Purnomo dalam peresmian KRI Teluk Bintuni dan pelantikan Komandan
KRI Teluk Bintuni-520 di Srengsem, Panjang, Bandar Lampung, Sabtu
(27/9/2014), dikutip Antara.
Selain Purnomo Yusgiantoro, hadir juga Kepala Staf Angkatan Laut,
Laksamana TNI Marsetio, dan Gubernur Lampung, M. Ridho Ficardo, serta
pejabat terkait dalam peresmian tersebut.
“Pembangunan kapal angkut tank ini merupakan bentuk pembinaan pemerintah untuk industri dalam negeri agar mengurangi ketergantungan dengan negara lain di masa mendatang. Pemerintah juga sudah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan untuk membina industri pertahanan,” ujar Purnomo.
KRI Teluk Bintuni 520 memiliki panjang 120 meter, dapat mencapai kecepatan 16.000 knot, didukung dua unit mesin yang masing-masing berkapasitas 3.285 KW. Kapal yang dibangun dengan biaya sekitar Rp160 miliar dan dikerjakan selama 16 bulan ini mampu mengangkut hingga 10 unit tank Leopard buatan Jerman seberat 62,5 ton ditambah 120 orang awak kapal dan 300 orang pasukan.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengatakan keberadaan industeri galangan kapal di provinsinya juga dapat mendorong perekonomian Lampung. “Kami memimpikan dengan keberadaan industri galangan kapal dan industri maritim di pelosok Tanah Air bisa membangun kekurangan Angkatan Laut sehingga di laut kita jaya, bukan hanya di laut kita tapi juga di seluruh dunia,” kata Ridho.
Ia mengaku berniat membangun industri maritim di Lampung karena ditunjang dengan kondisi Teluk Lampung yang cocok untuk membangun industri maritim. Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan mengaku membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas agar dapat membangun industri maritim.
“Saya berterima kasih karena sudah mempercayakan kepada kami untuk menyediakan alutsista (alat utama sistem persenjataan) nasional sehingga ikut andil dalam perekonomian nasional dan khususnya perekonomian Lampung agar bisa juga dibanggakan sebagai penghasil kapal industri maritim Indonesia, kami harapkan pemerintah dapat juga menyediakan tenaga kerja maritim di Lampung,” kata Amir.
Kapal tersebut tercatat sebagai kapal pertama yang diproduksi di Indonesia yang dapat mengangkut Leopard. “Kapal ini adalah kapal paling besar untuk militer non-combat. KRI Teluk Bintuni 520 adalah kapal angkut yang dipersenjatai,” ujar Amir setelah menjelaskan bahwa perusahaannya biasa membuat kapal tanker atau kapal pesanan Kementerian Perhubungan.
PT DRU sendiri mampu membangun kapal hingga kapasitas 17.500 dead weight tonnage (DWT) atau ton bobot mati yang dipesan oleh Pertamina, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan. Sedangkan untuk divisi reparasi kapal juga sudah memperbaiki berbagai kapal tanker, feri, tug boat, bulk carrier, kapal konversi dan kapal lain hingga ukuran 8.000 DWT.
“Untuk reparasi itu kita harus membangun fasilitas docking dan biayanya tidak murah, untuk kapal berkapasitas 30 ribu ton bobot itu butuh biaya kira-kira Rp300 miliar,” ungkap Amir.
PT DRU sudah membangun docking di Lampung. “Lampung itu kondisi teluknya bagus dan dekat dengan Jawa, saya ingin membuat Lampung menjadi provinsi yang bisa dianggap sebagai salah satu provinsi industri maritim di luar industri lain, jadi tidak perlu ke Singapura misalnya,” jelas Amir.
Saat ini DRU sedang mengerjakan pesanan PT Pertamina dengan nilai kapal mencapai 23 juta dolar AS. Tidak kurang dari 268 kapal sudah dikerjakan PT DRU yang telah berdiri sejak 1972 itu.
“Pembangunan kapal angkut tank ini merupakan bentuk pembinaan pemerintah untuk industri dalam negeri agar mengurangi ketergantungan dengan negara lain di masa mendatang. Pemerintah juga sudah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan untuk membina industri pertahanan,” ujar Purnomo.
KRI Teluk Bintuni 520 memiliki panjang 120 meter, dapat mencapai kecepatan 16.000 knot, didukung dua unit mesin yang masing-masing berkapasitas 3.285 KW. Kapal yang dibangun dengan biaya sekitar Rp160 miliar dan dikerjakan selama 16 bulan ini mampu mengangkut hingga 10 unit tank Leopard buatan Jerman seberat 62,5 ton ditambah 120 orang awak kapal dan 300 orang pasukan.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengatakan keberadaan industeri galangan kapal di provinsinya juga dapat mendorong perekonomian Lampung. “Kami memimpikan dengan keberadaan industri galangan kapal dan industri maritim di pelosok Tanah Air bisa membangun kekurangan Angkatan Laut sehingga di laut kita jaya, bukan hanya di laut kita tapi juga di seluruh dunia,” kata Ridho.
Ia mengaku berniat membangun industri maritim di Lampung karena ditunjang dengan kondisi Teluk Lampung yang cocok untuk membangun industri maritim. Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan mengaku membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas agar dapat membangun industri maritim.
“Saya berterima kasih karena sudah mempercayakan kepada kami untuk menyediakan alutsista (alat utama sistem persenjataan) nasional sehingga ikut andil dalam perekonomian nasional dan khususnya perekonomian Lampung agar bisa juga dibanggakan sebagai penghasil kapal industri maritim Indonesia, kami harapkan pemerintah dapat juga menyediakan tenaga kerja maritim di Lampung,” kata Amir.
Kapal tersebut tercatat sebagai kapal pertama yang diproduksi di Indonesia yang dapat mengangkut Leopard. “Kapal ini adalah kapal paling besar untuk militer non-combat. KRI Teluk Bintuni 520 adalah kapal angkut yang dipersenjatai,” ujar Amir setelah menjelaskan bahwa perusahaannya biasa membuat kapal tanker atau kapal pesanan Kementerian Perhubungan.
PT DRU sendiri mampu membangun kapal hingga kapasitas 17.500 dead weight tonnage (DWT) atau ton bobot mati yang dipesan oleh Pertamina, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan. Sedangkan untuk divisi reparasi kapal juga sudah memperbaiki berbagai kapal tanker, feri, tug boat, bulk carrier, kapal konversi dan kapal lain hingga ukuran 8.000 DWT.
“Untuk reparasi itu kita harus membangun fasilitas docking dan biayanya tidak murah, untuk kapal berkapasitas 30 ribu ton bobot itu butuh biaya kira-kira Rp300 miliar,” ungkap Amir.
PT DRU sudah membangun docking di Lampung. “Lampung itu kondisi teluknya bagus dan dekat dengan Jawa, saya ingin membuat Lampung menjadi provinsi yang bisa dianggap sebagai salah satu provinsi industri maritim di luar industri lain, jadi tidak perlu ke Singapura misalnya,” jelas Amir.
Saat ini DRU sedang mengerjakan pesanan PT Pertamina dengan nilai kapal mencapai 23 juta dolar AS. Tidak kurang dari 268 kapal sudah dikerjakan PT DRU yang telah berdiri sejak 1972 itu.
Editor: Adib M Asfar
Pindad produksi 150 senapan SPR 2 buat Kopassus, dunia gempar
MERDEKA.COM.
PT Pindad mampu membuat senapan sniper SPR 2 yang membuat dunia militer
internasional kaget. Pasalnya, senapan ini mampu menjangkau target
dengan jitu dalam jarak lebih dari 2 km.
"Kita sedang bikin 150 pucuk (senapan SPR 2) buat Kopassus, dunia sniper internasional sudah gempar. Senapan SPR 2 ini jangkauannya sampai 2 km," kata kadep komunikasi Pindad Sena Maulana di JIExpo Kemayoran Jakarta, Rabu (5/11).
Menurutnya jenis peluru senjata sniper SPR 2 ditakuti banyak negara. Peluru ini mampu menembus kendaraan lapis baja sekalipun.
"Kita sedang bikin 150 pucuk (senapan SPR 2) buat Kopassus, dunia sniper internasional sudah gempar. Senapan SPR 2 ini jangkauannya sampai 2 km," kata kadep komunikasi Pindad Sena Maulana di JIExpo Kemayoran Jakarta, Rabu (5/11).
Menurutnya jenis peluru senjata sniper SPR 2 ditakuti banyak negara. Peluru ini mampu menembus kendaraan lapis baja sekalipun.
"Pelurunya 12,7 mm anti material, jenis pelurunya paling ditakuti karena bisa menembus tank dan kendaraan lapis baja. Peluru ini dapat menembus baja lalu terbakar dan meledak di dalam," terang dia.
Masih menurutnya, senapan sniper SPR 2 ini berawal dari sniper SPR 2 milik TNI yang tak berani diuji coba. Kemudian Pindad berusaha menguji dan akhirnya membuat sendiri.
"Tahun 2003, TNI punya 3 pucuk dari negara lain tapi nggak berani uji karena berat dan besar. Akhirnya kita uji bareng-bareng lalu kita buat sendiri tahun 2006, itu awalnya," pungkas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar