Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Effendi Simbolon mendesak Presiden
Joko Widodo untuk mencopot tiga menteri yang terindikasi mafia di sektor
minyak dan gas.Menurutnya, jika ketiga menteri masih menjabat, bukan tidak mungkin penunjukan Dirut Pertamina terkooptasi dengan Soemarno Incoorporation.
"Saya tak ingin campur tangan lagi terkait Dirut Pertamina. Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Perekonomian Sofyan Djalil sudah seharusnya dicopot dari kabinet Jokowi," kata Effendi kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2014).
Dia menegaskan, jika ketiga menteri itu masih menjabat menteri, maka mafia kabinet Jokowi tetap akan tumbuh subur. Menurutnya, mafia yang ada saat ini merupakan kejahatan yang sangat masif, melembaga dan berkolaborasi ke berbagai sektor.
"Bagaimana membersihkan halaman rumah, kalau sapunya saja sudah terkotori jaringan mafia. Lihatlah siapa Rini Soemarno, Sudirman Said dan Sofyan Dalil mereka semua orang-orang neoliberalisme, anti nasionalis," tambahnya.
Untuk melaksanakan ambisi Soemarno Inc menguasai sektor migas, lanjutnya, segala cara akan dilakukan untuk menempatkan orang-orang mereka. Lihatlah siapa Faisal Basri dan Amien kepala SKK Migas yang semuanya berlatar belakang akuntan. Belum lagi kandidat dirut pertamina seperti Ahmad Faisal, Frederich Siahaan dan Widyawan yang terkooptasi dengan keluarga Soemarno.
"Saat ini yang terjadi mafia lama menggantikan mafia baru, penunggangnya saja yang ganti, namun tetap saja mafia yang berkuasa. Hal tersebut terlihat dari pemaksaan orang-orang tertentu yang menempati jabatan strategis di sektor migas," tambahnya.
Untuk itu, dia menolak secara tegas hasil assesment PT DDI yang terindikasi tidak transparan, sarat kepentingan, dan terkooptasi keluarga Soemarno.
"Selama Rini dan kroninya seperti Sudirman Said dan Sofjan Djalil masih di kabinet Jokowi maka pemberantasan mafia migas akan sulit terlaksana. Surya Paloh saja ikut terlibat," ujarnya.
Menurutnya, orang-orang yang
bekerja untuk kepentingan golongan tertentu ujung-ujungnya Pertamina
bakal dibawa ke liberal, dibawa pasar. Pertamina bukan lagi bekerja
untuk rakyat, tapi bekerja untuk pasar.
3. BBM Naik, PDIP Kecewa dengan Jokowi
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Agung Suprio menilai perpecahan di tubuh PDIP menyoal kenaikan harga BBM tak lain disebabkan oleh kekecewaan mendalam terhadap Jokowi.
“Saya melihat ini ada kekecewaan di PDIP karena komposisi kabinet Jokowi. Jumlah PDIP sama dengan partai lain, oleh karena itu terjadi suara kritis di parlemen soal BBM, momennya pas antara sakit hati karena kecewa dan kenaikan BBM,” terangnya saat berbincang dengan Okezone, di Jakarta, Rabu (5/11/2014) malam.
Tidak hanya itu, sikap ketua umum PDIP itu yang belum memberikan sinyal positif terhadap keputusan tersebut sehingga membuat para kadernya bersuara lantang menolak kenaikan BBM karena tidak sesuai dengan buku putih dan prinsip PDIP yang membela rakyat.
“Megawati masih belum bersikap tegas dengan keputusan kenaikan BBM di parlemen, dia belum beri tanda mendukung atau menolak, ini yang memicu perpecahan. Di sisi lain banyak anggota PDIP yang masih memegang prinsip di sisi lain ada kebijakan Jokowi yang akan menaikan harga BBM,” terangnya.
2. Kader PDIP Tak Puas, Jatah PDIP Sama dengan PKB
Senin, 27/10/2014 14:36 WIB
TB Hasanuddin
SIMAK: KABINET KERJA JOKOWI: Diprotes, Ada Menteri Bertanda Merah KPK
TB Hasanuddin mengungkapkan dirinya banyak mendapatkan masukan dari kader di daerah yang tidak puas terhadap komposisi kabinet. Menurutnya kebanyakan kader merasa proporsi menteri dari PDI-P kurang banyak.
“Maunya tentu saja proporsional, yang mana PDI-P tidak sama dong dengan Partai Kebangkitan Bangsa ," ujarnya di gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2014).
Dia membeberkan, para kader merasa tidak adil terkait formasi kabinet Jokowi dibandingkan dengan jumlah perolehan suara di DPR. Adapun dalam jumlah kursi, PDI-P mendapat 109 kursi, PKB 47 kursi, Partai Nasional Demokrat 32 kursi, Partai Hati Nurani Rakyat 16 kursi.
"Sementara dalam kabinet, kami empat menteri, NasDem tiga menteri. PKB sama dengan PDI-P," tuturnya.
Seperti diketahui, empat kader PDIP yang duduk di kursi kabinet antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Koperasi dan UMKM Anak Agung Gde Ngurah Puspayoga dan Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Lebih lanjut, TB Hasanuddin menyatakan target kader PDI-P selanjutnya adalah untuk memenangkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.
Menurutnya dengan sistem kabinet proporsional partai berlambang banteng tersebut dapat meningkatkan perolehan suara pada 2019. (Kabar24.com)
1. PDI-P Tidak Puas Jokowi Tunjuk HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung
Kamis, 20 November 2014 | 18:47 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, mempertanyakan pengangkatan Jaksa Agung HM Prasetyo oleh Presiden Joko Widodo.
"Kita hormati pilihan Presiden Joko Widodo yang mengangkat HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Tapi, HM Prasetyo tidak punya prestasi cemerlang saat menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum 2005-2006," kata Trimedya saat dihubungi, Kamis (20/11/2014).
Selain mempertanyakan prestasi Prasetyo, Trimedya juga mempermasalahkan usia Prasetyo yang sudah menginjak 67 tahun. Menurut dia, seorang jaksa agung harus memiliki mobilitas tinggi untuk membenahi korupsi. Kondisi seperti itu, kata Trimedya, sulit diharapkan untuk membenahi korupsi dan Kejagung.
"Misalnya, kerja lebih dari 10 jam sehari untuk benahi kejaksaan, apakah beliau kuat. Kalau misalnya Pak Jokowi ingin jaksa agung dari dalam, lebih baik yang muda, yang punya mobilitas tinggi guna memberantas korupsi dan internal Kejagung," ujar mantan anggota Komisi III DPR RI itu.
Dia juga mempertanyakan siapa yang menyarankan kepada Jokowi untuk menunjuk HM Prasetyo.
"Penunjukan Prasetyo, tentu yang paling mengerti adalah Jokowi. Kita tidak tahu siapa yang memberi saran ke Jokowi. Kita tidak tahu," ujar Trimedya yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PDI-P Bidang Hukum, HAM, dan Peraturan dan Perundangan.
Presiden melantik Prasetyo sebagai Jaksa Agung sore ini di Istana Negara, Jakarta. Pelantikan tersebut sempat tertunda selama satu jam lebih. Para tamu undangan yang hadir juga relatif tidak banyak. Berbagai kalangan mengkritik keputusan Jokowi tersebut jika melihat latar belakang Prasetyo sebagai politisi. Prestasi Prasetyo ketika di kejaksaan juga dipertanyakan.
Penulis | : Ihsanuddin | |||||
Editor | : Fidel Ali Permana |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar