Soal Utang IMF, PDIP: Kasihan Jokowi Diberi Data Sampah!
JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan yang juga anggota
Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin ikut berkomentar
tentang polemik utang Indonesia ke International Monetary Fund (IMF).
Polemik itu dimulai saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai oleh Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah salah menyampaikan tentang utang Indonesia ke IMF. Menurut SBY, Indonesia tidak lagi berutang ke lembaga dunia tersebut.
Bagi Hasanuddin, polemik kali ini sangat memperihatinkan, terutama ketika para pejabat negara di sekeliling Jokowi salah dalam memberikan data.
"Yang memprihatinkan adalah para pejabat di sekitar Presiden masih mentah, mereka belum punya pengalaman di pemerintahan, terutama konon Seskab yang memberi informasi," tukas Hasanuddin saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (29/4/2015).
Hasanuddin pun mengaku kasihan dengan Jokowi yang sering mendapat data mentah yang tidak benar alias "sampah". "Kasihan Presiden berulang kali diberi data sampah yang menyesatkan rakyat," tuding Hasanuddin.
Soal tindakan ke para pembantu yang bermasalah itu, Hasanuddin sepenuhnya menyerahkan ke Jokowi, akan menggunakan haknya untuk mengganti atau tidak.
"Kita serahkan saja kepada Presiden yang punya hak pererogratif mau diapain. Apakah hak itu mau dipakai atau sudah nyaman dengan situasi seperti sekarang ini," tuntasnya.
Polemik itu dimulai saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai oleh Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah salah menyampaikan tentang utang Indonesia ke IMF. Menurut SBY, Indonesia tidak lagi berutang ke lembaga dunia tersebut.
Bagi Hasanuddin, polemik kali ini sangat memperihatinkan, terutama ketika para pejabat negara di sekeliling Jokowi salah dalam memberikan data.
"Yang memprihatinkan adalah para pejabat di sekitar Presiden masih mentah, mereka belum punya pengalaman di pemerintahan, terutama konon Seskab yang memberi informasi," tukas Hasanuddin saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (29/4/2015).
Hasanuddin pun mengaku kasihan dengan Jokowi yang sering mendapat data mentah yang tidak benar alias "sampah". "Kasihan Presiden berulang kali diberi data sampah yang menyesatkan rakyat," tuding Hasanuddin.
Soal tindakan ke para pembantu yang bermasalah itu, Hasanuddin sepenuhnya menyerahkan ke Jokowi, akan menggunakan haknya untuk mengganti atau tidak.
"Kita serahkan saja kepada Presiden yang punya hak pererogratif mau diapain. Apakah hak itu mau dipakai atau sudah nyaman dengan situasi seperti sekarang ini," tuntasnya.
Ini Pernyataan Presiden Jokowi yang Dikoreksi SBY
Melalui Twitter SBY koreksi Presiden Jokowi.
Selasa, 28 April 2015 | 15:32 WIBMenkeu Sebut Pernyataan Jokowi Soal IMF Salah Kutip
"Salah kutip pernyataan itu. Indonesia sudah tidak mempunyai utang di IMF," kata Bambang seusai Forum Riset Ekonomi Keuangan Syariah (FREKS) 2015 dengan tema “Menata Sistem Keuangan Syariah Nasional yang Kokoh, Stabil, dan Inklusif” di Balai Sidang UI, Selasa, 28 April 2015.
Seperti diketahui, pernyataan Presiden Joko Widodo soal ketergantungan Indonesia pada Dana Moneter Internasional (IMF) membuat Susilo Bambang Yudhoyono berkomentar. Dalam akun Twitter-nya, mantan presiden yang juga Ketua Umum Partai Demokrat itu berkomentar mengoreksi kesalahan data Presiden Jokowi.
Sambil minta maaf, SBY berkata, "Maaf Maaf, saya terpaksa mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi ttg utang IMF yg dimuat di harian Rakyat Merdeka kemarin, tgl 27 April 2015." "Pak Jokowi mengatakan yang intinya Indonesia masih pinjam uang ke IMF. Berarti kita dianggap masih punya utang kepada IMF," kicau SBY beberapa waktu lalu. IMAM HAMDI
"Masalah Ini Berawal dari Kesalahan Jokowi Sendiri..."
Rabu, 18 Februari 2015 | 12:08 WIB
BOGOR, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, menilai, pergantian kepala Polri menjadi polemik karena kesalahan Presiden Joko Widodo.
Menurut Ikrar, pergantian kepala Polri tidak akan menimbulkan polemik berkepanjangan jika seandainya Jokowi merespons cepat dengan membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai kepala Polri sesaat setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Ikrar menyinggung peringatan yang disampaikan KPK kepada Jokowi sebelum nama Budi Gunawan diajukan sebagai calon kepala Polri kepada DPR. Budi Gunawan berpotensi terjerat kasus korupsi.
Namun, Jokowi tidak menggubris peringatan KPK tersebut dan tetap memilih mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu sebagai calon tunggal kepala Polri. DPR juga menyetujui usulan Presiden itu.
"Masalah ini berawal dari kesalahan dia (Jokowi) sendiri yang mengajukan nama Budi Gunawan jadi kepala Polri walaupun sudah diwanti-wanti oleh KPK," kata Ikrar, saat dihubungi, Rabu (18/2/2015).
Ikrar menduga Jokowi tidak pernah memperkirakan dampak dari pencalonan Budi Gunawan akan melebar seperti saat ini. Ia yakin, keputusan Jokowi mencalonkan Budi dilandasi kuatnya dorongan dari elite partai-partai pendukungnya.
"Sekarang situasi sudah seperti ini, pimpinan KPK dikriminalisasi oleh Polri. Padahal, Presiden punya hak prerogatif untuk membatalkan pelantikan Budi Gunawan tanpa harus menunggu hasil praperadilan," ujarnya.
Ikrar menyarankan agar Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Pasalnya, keputusan melantik Budi diyakininya tak akan menyelesaikan polemik dan kriminalisasi terhadap KPK.
"Pelantikan tidak akan menyelesaikan persoalan. Lebih baik mencari calon baru saja. Itu bisa menenangkan situasi di lapangan," ujar Ikrar.
Di tengah ketidakjelasan sikap Jokowi, dua pimpinan KPK sudah dijerat oleh kepolisian. Bambang Widjojanto dijerat terkait sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, sementara Abraham Samad dijerat dengan tuduhan memalsukan dokumen.
Sebanyak 21 penyidik KPK kemungkinan juga terancam menjadi tersangka karena kepolisian menduga izin kepemilikan senjata api yang mereka miliki sudah kedaluwarsa. Salah satu penyidik yang terancam ditetapkan sebagai tersangka adalah Novel Baswedan.
Dengan kondisi ini, KPK tinggal memiliki dua pemimpin, yaitu Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja. Namun, beberapa waktu lalu, mereka juga telah dilaporkan kepada Badan Reserse Kriminal Polri.
Jokowi tidak memenuhi janjinya akan mengambil keputusan pada pekan lalu. Jokowi berkali-kali hanya menyebut bahwa keputusan akan disampaikan secepatnya.
Penulis | : Indra Akuntono |
Editor | : Sandro Gatra |
Calon Kapolri Diganti, PDIP Endus Agenda Terselubung Jokowi
"Dicermatilah, feeling saya ini akan jadi persoalan tersendiri nanti."
Rabu, 18 Februari 2015 | 17:50 WIB
Anggota Fraksi PDIP, Dwi Ria Latifa. (Antara/ Widodo S Jusuf)
"Dengan mengusulkan nama baru, seperti ada strategi khusus dimasukkan saat DPR reses," kata Dwi Ria di DPR, Rabu 18 Februari 2015.
Dia menjelaskan, saat Komjen Budi Gunawan diterima Paripurna DPR 15 Januari 2015 lalu menjadi Kapolri tapi urung dilantik, situasi di DPR juga bergejolak.
Walau tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Presiden memilih mengajukan nama calon baru, namun Dwi Ria yakin akan ada kehebohan politik lagi.
"Dicermatilah, feeling saya ini akan jadi persoalan tersendiri nantinya," katanya.
Sebagai partai utama, Dwi Ria mengakui bahwa PDIP kecewa dengan keputusan ini. "Kalau dari hal lain, PDIP pasti kecewa," katanya.
Namun, yang harus diperhatikan oleh Presiden adalah mekanisme pengajuannya. Mengingat, surat pengajuan nama Komjen Budi Gunawan juga meminta DPR menyetujui sebagai Kapolri untuk diproses.
"Satu hal juga bahwa ketika mengusulkan Komjen Budi Gunawan kemudian langsung disetujui dan mengusulkan nama baru, mekanisme perlu dicermati, itu pertanyaan resmi yang perlu ditanyakan nanti," katanya. (ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar