
Cahaya Lilin untuk Ahok di Tugu Proklamasi Rabu, 10 Mei 2017 (Detik.com)
Ahok sudah tamat. Begitulah pernyataan
para lawan Ahok. Prabowo Soenirman, anggota DPRD DKI Jakarta dari
Gerinda syukuran. “Selamat Ahok di penjara”, begitu bunyi tulisan yang
ditaruh di atas nasi tumpeng. Kesimpulan bahwa ketika Ahok dipenjara, ia
tamat, sepintas lalu ada benarnya. Terlalu banyak fakta yang mendukung
kesimpulan itu.
Ahok tamat ketika ia kalah di Pilkada DKI
oleh Anies Baswedan. Ahok tamat ketika ia divonis dua tahun penjara.
Namanya sudah masuk ke dalam jurang. Ia disebut sebagai terpidana dan
penista agama. Ahok tamat karena ia berasal dari double minoritas,
Kristen dan Tionghoa dan tidak mungkin bertarung di negeri yang
mayoritas Muslim. Ahok tamat karena ia sudah tidak dibela Jokowi yang
lemah dan tunduk pada tekanan demo.
Ketika Ahok dipandang sudah tamat dan
bahkan sudah mati, Amin Rais bersorak, AA Gym bersujud syukur, Lius
Sungkharisma telanjang, Rizieq Umroh alias kabur, Prabowo mimpi kursi
RI-1, Fadli Zon menari, Fahri Hamzah ketuk-ketuk palu, Ahmad Dhani
bernyanyi, Lulung bersiul-siul di Tanah Abang dan Muhammad Taufik sibuk
mencium aroma sedap APBD DKI. Apakah benar Ahok telah tamat?
Selang dua hari setelah Ahok divonis dua
tahun oleh kelima hakim, di antaranya ditenggarai ada fans HTI, Ahok
ternyata tidak tamat. Di penjara Cipinang, nama Ahok terus berkibar. Di
Makob Brimob, nama Ahok berkumandang. Cahaya lilin Ahok di Tugu
Proklamasi kemarin malam (10/5/2017) menyinari pekatnya malam. Nama Ahok
berkumandang di seantero negeri mulai dari Batam, Nias, Yogyakarta,
Menado, Semarang, NTT, entah dimana lagi.
Di luar negeri seperti di Singapura,
Malaysia, Australia, Inggris hingga di PBB nama Ahok semakin berkibar.
Tak kurang parlemen Belanda meminta Menteri Luar negeri mereka untuk
membawa kasus Ahok di badan PBB dan Uni Eropa. Apa yang terjadi ke
depan? Kita tidak bisa memprediksi.
Fakta pada acara perayaan lilin di Tugu
Proklamasi kemarin, ada doa-doa yang dilantunkan oleh beberapa pemuka
agama berbeda. Dari Islam ada Gus Nuril, seorang pendekar sekaligus
ulama. Ada banyak tokoh lintas agama yang siap menjamin Ahok di penjara.
Islam, Kristen, Budha, Hindu bahkan agama kepercayaan pun datang,
berbaur menjadi satu dalam kata cinta akan kebenaran.
Siapa yang menggerakkan mereka semua?
Jelas ada tangan Tuhan yang menyatukan mereka. Saya merinding melihat
nyala lilin yang membentuk lautan cahaya kedamaian di Tugu Proklamasi
itu. Mereka yang datang dari jauh tidak dibayar. Mereka berkumpul di
titik yang sama, berjuang melawan pemerkosaan ketidakadilan putusan
hakim. Nama Ahok pun terus bergemuruh.
Ketika Ahok di penjara, ternyata Ahok
tidak tamat. Berbeda dengan para terpidana lainnya, Ahok di penjara
justru semakin berkibar. Sejak ia kalah Pilkada, nama Ahok beriak
mewangi di antara bunga-bunga dahsyat di balai kota. Namanya terukir
indah ketika ia bersama Djarot berhasil menyabet rekor MURI sebagai
peraih parade bunga terpanjang di Indonesia.
Jika melihat jejak Ahok dalam karis
politiknya maka salah besar jika Ahok dikatakan sudah tamat atau mati.
Ketika Ahok kalah di Pilgub Bangka Belitung, karir politik Ahok bersinar
di DPR Senayan. Ketika ia menjadi cagub Jokowi, namanya terus
berkumandang. Saat dia menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi,
nama Ahok merasuk pelosok Jakarta.
Ketika Ahok kalah di Pilkada DKI oleh
dentuman SARA, lalu divonis penjara dua tahun, pelosok Indonesia bangkit
meneriakkan namanya. Para pendukung Ahok mulai bermunculan. Nama Ahok
yang dikira sudah tamat, malah justru semakin meroket tidak hanya di
dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
Sekarang Ahok mulai menjelma sebagai
simbol penegakkan NKRI, simbol kebhinnekaan, simbol perlawanan. Ahok
berubah menjadi simbol perlawanan intoleransi, simbol gerakan keadilan,
simbol sosok yang dizalimi oleh gerakan radikalisme berbaju agama. Ahok
kini dengan cepat mengubah dirinya dari terpidana menjadi simbol
perjuangan cita-cita proklamasi, calon pemimpin 250 juta rakyat
Indonesia yang beragam suku, bahasa dan agama di masa depan.
Jelas Ahok di penjara bukanlah akhir dari
karir Ahok. Dua tahun di penjara dipotong remisi dan hanya wajib
menjalani hukuman 2/3, maka Ahok akan dengan cepat bebas. Itupun kalau
bandingnya ditolak. Kalau ia dihukum lebih ringan lagi oleh pengadilan
yang lebih tinggi, maka Ahok lebih cepat keluar penjara. Ketika Ahok
keluar penjara, Ahok akan menjadi simbol utama sebuah gerakan politik
yaitu Kemanusiaan, Persamaan Hak dan Keadilan. Sebuah simbol pergerakan
politik yang tertinggi.
Ada potensi Ahok berubah dari zero to
hero. Simbol-simbol perlawanan Ahok lewat pendukung fanatiknya terbukti
tidak berhenti pada vonis 9 Mei 2017 lalu. Saya yakin ke depan, nama
Ahok akan terus menjadi bingkai perlawanan kepada kaum intoleransi, kaum
radikalis. Ahok akan menjadi sosok pejuang pencari kebenaran. Ahok yang
terbukti dizalimi, menjadi tumbal politik kotor, akan menjadi bibit di
berbagai penjuru di Indonesia yang menginginkan Ahok sebagai pemimpin
baru ke depan.
Vonis 2 tahun kepada Ahok terlihat
menjadi momentum titik balik perlawanan Ahok. Vonis dua tahun itu
justru menempatkan Ahok memiliki momentum untuk menyamakan dirinya
dengan Nelson Mandela, pejuang yang mencari kebenaran dan keadilan di
tanah kelahirannya yang diskriminatif. Dan itulah yang mulai terlihat
sejak 9 Mei lalu. Nama Ahok terus bergemuruh. Ia tidak tamat, ia tidak
mati. Idenya membangun negeri ini terus tumbuh di benak banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar