Estu Suryowati, Kompas.com - 09/07/2017, 12:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Bernardus Djonoputro mengatakan, pemindahan Ibu Kota negara tidak akan langsung melahirkan daerah pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Menurut Bernardus, hal itu dikarenakan yang dipindahkan adalah pusat pemerintahannya. Sementara untuk membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru diperlukan fasilitas pendukung aktivitas perekonomian.
"Saya kira pusat pemerintahan itu tidak bisa disamakan dengan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Karena misinya bukan itu. Misinya (kota administasi) adalah memberikan pelayanan," kata Bernardus, kepada Kompas.com, Minggu (9/7/2017).
Menurut dia, syarat yang dibutuhkan sebuah kota untuk menjadi daerah pusat pemerintahan adalah memiliki fasilitas minimum yang berkaitan dengan layanan kebutuhan hidup.
"Jadi, standarnya harus world class. Listriknya, air bersihnya," kata Bernardus.
Bernardus memprediksi, untuk memenuhi semua fasilitas berstandar internasional, hingga proses pemindahan Ibu Kota sekurang-kurangnya dibutuhkan waktu 15 tahun. Mula-mula diperlukan kajian komprehensif serta perencanaan yang berstandar internasional untuk pemindahan Ibu Kota.
"Jadi, enggak ada yang instan. Minimal butuh 15 tahun," kata dia.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah mengkaji rencana pemindahan ibu kota Republik Indonesia. Dua hal utama yang dikaji adalah total kebutuhan pembiayaan dan skema pembiayaannya.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah ingin seminimal mungkin menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dalam rencana pemindahan Ibu Kota.
"Kami sedang susun skemanya. Pokoknya skemanya kerja sama pemerintah dengan badan usaha," kata Bambang, di Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Di dalam skema pembiayaan itu juga akan diatur mengenai skema kepemilikan lahan pemerintah.
PenulisEstu Suryowati
EditorIndra Akuntono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar