Selasa, 03 April 2018

Terbaru! 5 Fakta 'Sandiwara' Setya Novanto di RS, No 1 Minta Diperban, No 3 Tercyduk Berdiri

Terbaru! 5 Fakta 'Sandiwara' Setya Novanto di RS, No 1 Minta Diperban, No 3 Tercyduk Berdiri
Setya Novanto
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP Setya Novanto dengan terdakta dokter Bimanesh Sutarjo kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/4/2018).
Dalam sidang kali ini, jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah saksi mulai dari perawat hingga petugas keamanan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Keterangan saksi mengungkap sejumlah kejanggalan saat Setya Novanto masuk RS Medika Permata Hijau setelah terlibat kecelakaan lalu lintas, Kamis (16/11/2017) lalu.

Tribunnews.com merangkum sejumlah fakta menarik berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan, Senin (2/4/2018).
1. Teriak kapan diperban
‎Dua saksi yang dihadirkan Jaksa dalam sidang, Senin (2/4/2018), Indri Astuti dan Nurul Rahmah Nuari yang bertugas sebagai perawat.
Keduanya menceritakan detail tindakan medis yang diberikan saat merawat Setya Novanto di kamar 323, lantai 3 ruang VIP rumah sakit Medika permata Hijau saat itu.
Menurut Indri, tubuh Setya Novanto rapat tertutup selimut biru saat datang ke rumah sakit dan mukanya hanya terlihat sedikit.
"Di ruangan, pasien diam saja, merem. Saya instruksikan untuk diangkat dari brancar ke tempat tidur. Seprei digunakan untuk mengangkat. Saya dan Nurul bagian kepala, lalu driver Roni dan sekurity di bagian kaki," kata saksi Indri menceritakan saat Setya Novanto dirawat di VIP.
Lanjut menurut Indri, driver dan sekurity keluar meninggalkan ruangan.
Lalu dokter Bimanesh masuk memeriksa pasien.
Saat itu, karena pasien lemas, dokter Bimanesh memerintahkan untuk dipasang oksigen.
"Di ruang VIP tidak ada alat medis, jadi Nurul yang ambil oksigen di ruang perawatan. Saat dokter Bimanes periksa pasien memang ada luka-luka besetan di tangan kiri, siku dan dahi. Saya ganti selimut pasien tapi baju pasien belum diganti," tutur Indri.

Masih menurut Indri, selesai memeriksa Setya Novanto, dokter Bimanesh keluar ruangan.
Beriringan Indri mengikuti dari belakang.
Kala itu, dokter Bimanes memerintahkan Indri agar infus tidak dipasang, melainkan hanya ditempel di tangan Setya Novanto.
Merespon perintah itu, Indri mengaku kaget.
Namun dia tidak mengindahkan perintah dokter Bimanesh.
Indri lanjut mengambil alat rekam jantung dan memeriksa jantung Setya Novanto.
"Saya masuk lagi ke ruangan, saya minta izin, pak kancing bajunya saya buka ya. Saya mau rekam jantung, bapak itu (Setya Novanto) diam saja, matanya masih merem. Saya tanya lagi, bajunya sekalian diganti pak? Dia diam saja, ya sudah saya kancing lagi bajunya," terang Indri.
Kemudian hasil rekam jantung diserahkan Indri ke dokter Bimanesh.
‎Indri lanjut mengambil tensi, diikuti dokter Bimanesh.
Di dalam ruangan, dokter Bimanesh mengambil alih alat tensi dan mengatakan pada Setya Novanto, tensinya 180 per 110.
Masih sama, Setya Novanto tidak merespon.
"Lalu tiba-tiba timbul benjolan, dua benjolan di dahi sebesar kuku saya lebarnya. Saya tanya juga ke dokter Bimanes, dok kok ada benjolan. Dokter Bimanes jawab, iya tadi tidak ada, sekarang ada. Pasien tetap diam saja," terang Indri.
"Dokter Bimanesh keluar kamar, saya juga ikut. Belum sampai saya keluar kamar, pasien (Setya Novanto) berteriak. Dia bilang : kapan saya diperban.‎ Saya kaget, refleks langsung balik badan. Kok nada suaranya begitu, agak membentak. Saya jawab : tunggu sebentar pak," singkat Indri.

2. Setya Novanto minta obat merah
Setya Novantosempat meminta obat merah kepada suster Indri Astuti, perawat senior yang merawat Setya Novanto selama di ruang 323 lantai 3, ruang VIP Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan e-KTP dengan terdakwa dokter Bimanes, Senin (2/4/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Saya tanya ke dokter Bimanesh, dok itu lukanya diperban? Lalu dokter Bimanesh jawab Ya udah diperban aja demi kenyamanan pasien," kata Indri di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Lalu Indri memerintahkan perawat ‎Nurul Rahmah Nuari, untuk menyiapkan betadin, kasa dan obat-obatan lainnya.
Setelah semua siap, Indri dan Nurul lalu memperban luka lecet yang ada di tangan dan siku bagian dalam.
"Saya ke kamar pasien (Setya Novanto), bersihkan luka dengan betadin. Saya dikejutkan kata-kata pasien, dia (Setya Novanto) minta obat merah. Saya makin bingung. Saya jawab ke pasien : obat merah sudah tidak ada di rumah sakit. Saya heran sendiri, kok minta obat merah. Saya lihat, luka lecetnya itu tidak berdarah-darah," tegas Indri.
Indri menambahkan kala itu dia menjawab Setya Novanto, di rumah sakit tidak ada obat merah dengan nada ketus.
Itu karena dia dibuat heran dengan ulah Setya Novanto yang membentak minta diperban hingga minta obat merah.

3. Setya Novanto terpergok bisa berdiri
Setya Novanto diketahui bisa berdiri tegak ketika buang air kecil, Jumat (17/11/2017) pagi.
Kondisi tersebut berbeda ketika Setya Novanto baru masuk ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau, pada malam hari 16 November 2017 usai kecelakaan hingga disebut ada benjolan sebesar bakpau di dahinya.
Keterangan tersebut disampaikan perawat RS Medika Permata Hijau, Indri Astuti saat bersaksi untuk terdakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP, dokter Bimanesh Sutarjo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/4/2018).
"Menjelang jam 6 pagi saya mau cek tensi, tapi pasien masih tidur. Dua perempuan yang menemani juga masih tidur, lalu saya keluar," ungkap Indri.
Selang beberapa menit, kemudian Indri kemabali masuk ke kamar.
"Saya melihat bapak itu bisa berdiri tegak buang air kecil di sisi kiri tempat tidur. Sepertinya bapak itu tidak tahu saya masuk karena memang saya pelan sekali buka pintu. Saya bicara, saya bantu pak. Lalu bapak itu sepertinya kaget. Setelah selesai, bapak itu kembali tergeletak ke tempat tidur dengan susah payah," tambah Indri.
Lebih lanjut, Indri juga menyatakan tidak nyaman ‎menangani Setya Novanto karena banyak ditemukan kejanggalan mulai dari minta diperban hingga minta obat merah padahal hanya luka lecet.
Terakhir, Indri juga ‎menyampaikan saat dirinya menggantikan pakaian, Setya Novanto sigap meski matanya tertutup. Menurut Indri, dia tidak menemukan kesulitan saat mengganti baju Setya Novanto.
"Saya ganti bajunya tapi dengan sigap, enggak ada lemes-lemesnya. Tapi dia tetep merem," singkatnya.

4. Masih sadar wifinya terjatuh
Dua security Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Abdul Aziz dan Mansur menjadi saksi di sidang lanjutan dugaan menghalangi penyidikan e-KTP pada Setya Novanto dengan terdakwa dokter Bimanesh, Senin (2/4/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Di hadapan majelis hakim, Abdul Aziz ‎menyatakan saat dibawa ke rumah sakit, mantan Ketua DPR RI itu dalam keadaan sadar tidak pingsan.
Bahkan menurut Abdul Aziz, Setya Novanto masih menyadari wifi, teknologi yang memudahkan seseorang untuk terakses ke internet milik Setya Novanto terjatuh.
"‎Pasiennya tidak pingsan, saya yakin. Wifi dia yang bulat itu jatuh. Dia berkata : Itu tolong wifi saya terjatuh. Lalu Pak Purwadi (security) yang mengambil, diserahkan ke ajudannya," ungkap Abdul Aziz di Pengadilan Tiikor Jakarta.
Lanjut setelah itu, Abdul Aziz hendak membawa Setya Novanto ke IGD.
Namun malah diarahkan ke lantai 3 ruang VIP, kamar 323.
"Karena korban kecelakaan saya mau arahkan ke IGD, tapi disuruh bawa ke VIP lantai 3. Lalu Saya, Roni dan ajudannya naik ke lantai 3," tutur Abdul Aziz.
Kemudian majelis hakim menanyakan soal apakah Setya Novanto sendiri yang menutup mukanya dengan selimut? Hal itu dibenarkan Abdul Aziz.
"Pasien sendiri yang tutup mukanya. Awalnya itu ajudannya hanya tutup selimut di badan saja. ‎Setelah saya antar ke ruang VIP lantai 3, saya bersama driver Roni turun bersama brankar untuk dikembalikan di depan IGD," tambah Abdul Aziz.

5. Jarum untuk anak-anak
Alasan mengapa Setya Novanto diinfus menggunakan jarum anak-anak terungkap di sidang lanjutan terdakwa dokter Bimanesh, Senin (2/4/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Menurut kesaksian dari ‎perawat Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Indri Astuti memang dirinya yang menginfus Setya Novanto menggunakan jarum infus berukuran kecil yang biasanya digunakan untuk anak-anak.
Menurut Indri, awalnya dia mencoba memasang jarum infus di tangan kanan Setya Novanto.
Namun, Indri kesulitan karena kesulitan menemukan vena, atau pembuluh darah.
"Karena vena tidak kelihatan, saya pasang alat. Karena tidak keliatan juga, tangannya saya pukul pakai jari saya," kata Indri.
Merespon tangannya di pukul-pukul, menurut Indri, Setya Novanto merespon dengan menggerakkan tangannya.
Melihat itu, Indri mengaku kaget.
"Saya anggap pasien itu marah sama saya. Saya kaget sekali. Dari situ saya pikir, waduh apa ini," tegas Indri.
Selanjutnya, Indri mengganti jarum infus dengan jarum berukuran kecil yang biasa digunakan anak kecil.
Indri berharap dia bisa lebih mudah menemukan pembuluh darah.
Benar saja, saat itu Indri yang dibantu oleh perawat Nurul Rahmah Nuari‎ dapat menusukkan jarum tepat di pembuluh darah hanya dalam satu kali suntik.
"Saya mau sekali tusuk saya dapat. Alhamdulilah dapat. Setelah itu terpasang, kemudian saya keluar dari kamar," kata Indri.
Menambahkan keterangan Indri, perawat Nurul membenarkan dia membantu memang infus dan menurutnya Setya Novantosempat mengerang kesakitan.
"Saya dengar pasien teriak sakit, hanya itu saja karena kami kesulitan mencari venanya dan tangannya dipukul-pukul," singkat Nurul.
Artikel ini sudah ditayangkan di Tribunnews.com dengan judul Fakta Menarik 'Sandiwara' Setya Novanto di Rumah Sakit: Terpergok Berdiri Hingga Sadar Wifinya Jatuh

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Terbaru! 5 Fakta 'Sandiwara' Setya Novanto di RS, No 1 Minta Diperban, No 3 Tercyduk Berdiri, http://makassar.tribunnews.com/2018/04/03/terbaru-5-fakta-sandiwara-setya-novanto-di-rs-no-1-minta-diperban-no-3-tercyduk-berdiri?page=4.
Editor: Sakinah Sudin

Tidak ada komentar: