JAKARTA, (PRLM).- Pengamat Politik senior
Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad mengatakan, terbatasnya
pengetahuan Capres Joko Widodo terhadap masalah pertahanan menyebabkan
dia seperti mempermalukan dirinya sendiri. Alasannya, drone tidak bisa
digunakan apabila tidak mempunyai satelit tersendiri.
“Secara teori bisa, tapi susah implementasinya apalagi kita tak punya satelit sendiri untuk mengendalikan karena sudah dijual ketika Megawati jadi presiden,” kata Herdi yang dihubungi, Selasa (24/6/2014).
Menurut Herdi, jika satelit disewa dari negara lain seperti usul Jokowi, malah akan mencelakakan Indonesia sendiri.
“Jika itu solusi Jokowi, bukan keamanan nasional yang didapat tapi seluruh mapping nasional kita malah dengan mudah dibaca oleh musuh karena mengambilnya dari satelit. Negara lain jadi tahu isi perut kita,“ kata Herdi.
Menurut Herdi bagi orang yang paham strategi internasional, ide drone ini sebetulnya mempermalukan Jokowi sendiri. Menurut Herdi, hal ini adalah bentuk lain ketidakkonsistenan Jokowi.
“Dia tidak konsisten dengan strategi memperkuat industri pertahanan dalam negeri karena drone itu harus beli dan tergantung satelit negara orang," ujarnya.
Dia menambahkan, bagi Jokowi drone bisa menjadi solusi dan akan dipasang di tiga kawasan agar dapat mengejar pelaku illegal fishing dan illegal loging. Di sisi lain, Prabowo yang lebih paham soal ketahanan nasional, kata dia, tak mau mempermalukan Jokowi dalam debat tersebut.
“Sebaliknya pak Prabowo bersikap sebagai negarawan yang tak mau mempermalukan lawan di muka umum," katanya. (Miradin Syahbana Rizky/A-89)***
Pengamat Militer Kritisi Konsep Prabowo, Sepakat Drone Jokowi
Senin, 23 Juni 2014 , 12:39:00 WIB
RMOL. Pemikiran
capres Prabowo Subianto soal mengurangi pemborosan dan kebocoran
anggaran negara guna memperkuat ketahanan nasional memang pada
prinsipnya ideal.
"Tapi pada dasarnya apa dan bagaimana caranya? karena masalah Indonesia ini yang terbesar di dalam interkoneksitas antar departemen," ujar pengamat militer dan politik, Connie Rahakundini Bakrie ketika dihubungi Rakyat Merdeka Online, Senin pagi (23/6)
Menurut Connie, ada baiknya Prabowo berpikir bagaimana menyusun dan mengatur sebuah National Security Control (NSC) yang akan mampu mengkoordinasikan semua departemen. NSC ini harus berada di bawah pengawasan penuh presiden bersama menteri pertahanan dan menteri luar negeri sehingga semua kebijakan nasional bisa berporos pada sumbu kepentingan nasional.
Di sisi lain, ia justru sepakat dengan pernyataan capres Joko Widodo soal drone.
"Betul apa yang disampaikan pak Jokowi, drone itu bisa meng-cover seluruh wilayah kedaulatan," ucapnya.
Hanya saja patut dipahami pula, drone hanya bersifat sebagai mata bukan sekaligus tongkat pemukul. Ini penting karena erat kaitannya dengan pembangunan postur pertahanan yang diinginkan dan diperlukan.
Di era modern seperti ini, lanjut Connie, konsep postur pertahanan negara tidak bisa hanya fokus pada matra laut tapi juga harus dengan kekuatan udara yang mumpuni di aspek pengintaian dan penindakan. Terlebih lagi jika menyimak debat capres tadi malam, baik Prabowo maupun Jokowi yang cenderung mengangkat isu 'outward looking military' yaitu militer yang memandang luar atau melindungi Indonesia jauh di batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Jika itu pilihannya maka kembali lagi pada angkatan udara dan angkatan luat yang hebat dan mumpuni.
"Kita kan bukan negara agresif yang membangun military untuk menyerang. Angkatan Darat kita baiknya dikonsentrasikan di perbatasan dan perang kota serta mendukung kedua matra di atas," terangnya.[wid]
“Secara teori bisa, tapi susah implementasinya apalagi kita tak punya satelit sendiri untuk mengendalikan karena sudah dijual ketika Megawati jadi presiden,” kata Herdi yang dihubungi, Selasa (24/6/2014).
Menurut Herdi, jika satelit disewa dari negara lain seperti usul Jokowi, malah akan mencelakakan Indonesia sendiri.
“Jika itu solusi Jokowi, bukan keamanan nasional yang didapat tapi seluruh mapping nasional kita malah dengan mudah dibaca oleh musuh karena mengambilnya dari satelit. Negara lain jadi tahu isi perut kita,“ kata Herdi.
Menurut Herdi bagi orang yang paham strategi internasional, ide drone ini sebetulnya mempermalukan Jokowi sendiri. Menurut Herdi, hal ini adalah bentuk lain ketidakkonsistenan Jokowi.
“Dia tidak konsisten dengan strategi memperkuat industri pertahanan dalam negeri karena drone itu harus beli dan tergantung satelit negara orang," ujarnya.
Dia menambahkan, bagi Jokowi drone bisa menjadi solusi dan akan dipasang di tiga kawasan agar dapat mengejar pelaku illegal fishing dan illegal loging. Di sisi lain, Prabowo yang lebih paham soal ketahanan nasional, kata dia, tak mau mempermalukan Jokowi dalam debat tersebut.
“Sebaliknya pak Prabowo bersikap sebagai negarawan yang tak mau mempermalukan lawan di muka umum," katanya. (Miradin Syahbana Rizky/A-89)***
Pengamat Militer Kritisi Konsep Prabowo, Sepakat Drone Jokowi
Senin, 23 Juni 2014 , 12:39:00 WIB
Laporan: Widya Victoria
"Tapi pada dasarnya apa dan bagaimana caranya? karena masalah Indonesia ini yang terbesar di dalam interkoneksitas antar departemen," ujar pengamat militer dan politik, Connie Rahakundini Bakrie ketika dihubungi Rakyat Merdeka Online, Senin pagi (23/6)
Menurut Connie, ada baiknya Prabowo berpikir bagaimana menyusun dan mengatur sebuah National Security Control (NSC) yang akan mampu mengkoordinasikan semua departemen. NSC ini harus berada di bawah pengawasan penuh presiden bersama menteri pertahanan dan menteri luar negeri sehingga semua kebijakan nasional bisa berporos pada sumbu kepentingan nasional.
Di sisi lain, ia justru sepakat dengan pernyataan capres Joko Widodo soal drone.
"Betul apa yang disampaikan pak Jokowi, drone itu bisa meng-cover seluruh wilayah kedaulatan," ucapnya.
Hanya saja patut dipahami pula, drone hanya bersifat sebagai mata bukan sekaligus tongkat pemukul. Ini penting karena erat kaitannya dengan pembangunan postur pertahanan yang diinginkan dan diperlukan.
Di era modern seperti ini, lanjut Connie, konsep postur pertahanan negara tidak bisa hanya fokus pada matra laut tapi juga harus dengan kekuatan udara yang mumpuni di aspek pengintaian dan penindakan. Terlebih lagi jika menyimak debat capres tadi malam, baik Prabowo maupun Jokowi yang cenderung mengangkat isu 'outward looking military' yaitu militer yang memandang luar atau melindungi Indonesia jauh di batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Jika itu pilihannya maka kembali lagi pada angkatan udara dan angkatan luat yang hebat dan mumpuni.
"Kita kan bukan negara agresif yang membangun military untuk menyerang. Angkatan Darat kita baiknya dikonsentrasikan di perbatasan dan perang kota serta mendukung kedua matra di atas," terangnya.[wid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar