Selasa, 01 Juli 2014

Jokowi korupsi di Solo?Masyarakat Solo Desak KPK Tangkap Jokowi

Pengakuan Jujur Mantan Sekda Solo Mengenai Berbagai 'Borok' Pencitraan Jokowi

jokowi siap difoto
Warga Solo ternyata tidak semuanya mendukung Jokowi untuk jadi presiden. Bahkan salah satu mantan anak buah Jokowi mengkritik habis-habisan capres PDIP itu. Adalah Supradi Kertamenawi yang berani mengkritik Jokowi. Supradi adalah mantan anak buah Joko Widodo (Jokowi) semasa menjadi wali kota Solo. Supradi menyebut, mantan atasannya tak sesukses yang diomongkan banyak pihak sewaktu memimpin Kota Bengawan.
Supradi sendiri pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Solo tahun 2009-2010. Menurutnya tidak banyak yang dilakukan Jokowi sewaktu menjadi wali kota Solo.
Bahkan pria yang saat ini menjadi pendukung Prabowo - Hatta tersebut mengatakan, banyak program-program Jokowi yang saat ini mangkrak. Supradi juga tak segan menyebut Jokowi hanya pandai melakukan pencitraan. Apa saja kritikan Supradi kepada Jokowi? Berikut kisahnya:
1. Program Jokowi mangkrak
Menurut Supradi banyak program-program Jokowi di Solo yang saat ini mangkrak. Misalnya, pembangunan beberapa taman, seperti Sekar Taji, Terminal Tirtonadi, City Walk yang semrawut, Railbus, Pasar tradisional, dan lain-lain.
"Kalau pemindahan ribuan PKL Banjarsari ke Pasar Notoharjo itu kan peran Pak Rudy (wakil wali kota saat itu). Kemudian juga adanya bantuan modal dari Kementerian Koperasi pada tiap PKL sebesar Rp 5 juta. Itu yang membuat pemindahan PKL lancar," ujar Supradi, saat ditemui, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.
Supradi mengetahui hal tersebut karena saat itu dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi. Menurut Supradi keberhasilan pemindahan PKL tersebut telah membuat nama Jokowi menjadi terkenal. Namun sayangnya, lanjut Supradi, keberhasilan tersebut menjadi tunggangan Jokowi untuk menjadi gubernur dan presiden.
Supradi menyayangkan saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui kinerja Jokowi sebenarnya di Solo. Padahal beberapa bangunan hingga saat ini masih mangkrak. Banyak kios di pasar tradisional yang dibiarkan kosong. Sementara kemiskinan di Solo, juga masih tinggi.
2. Kemiskinan di Solo meningkat
Supardi mempertanyakan pihak-pihak yang menyatakan Jokowi sukses membangun Solo. Menurut mantan Sekda itu, banyak program yang saat ini mangkrak. Selain itu di era Jokowi, kemiskinan juga meningkat.
"Sebut saja Terminal Tirtonadi, taman Sekar Taji, City walk, kios pasar kosong, masih banyak yang lainnya. Tingkat kemiskinan di Solo selalu naik, waktu zamannya dia. Sukses dari mana ?," ujarnya saat ditemui, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.
Supradi mengaku tak mempunyai permasalahan apapun dengan Jokowi. Waktu menjadi anak buahnya di Pemkot Solo, dirinya mengaku juga tak pernah ada permasalahan.
"Penilaian saya obyektif, saya hanya bicara fakta. Pak Jokowi belum pantas memimpin
Indonesia. Kita butuh pemimpin yang tegas, cerdas, dan bisa mengayomi bangsa," pungkasnya. 3. Mobil Esemka hanya jadi kendaraan politik Jokowi
Masih ingatkah anda dengan mobil ESEMKA? Mobil yang diklaim sebagai mobil nasional murni buatan anak negeri, buatan anak-anak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang dirakit di bengkel Sukiyat, Solo. Harus diakui mobil yang diganti plat nomornya dengan pelat merah AD 1 A, dan AD 2 A tersebut, telah melejitkan nama Jokowi sampai setinggi langit.
Apalagi setelah dibawa ke Jakarta, untuk menjalani uji emisi. Publikpun dibuat terpesona, masyarakat terharu dan sulit percaya, ternyata ada putra bangsa yang punya prestasi luar biasa. Sesuatu yang tidak pernah terpikir sebelumnya, yaitu membuat mobil sendiri. Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu menjabat wali kota Solo dengan bangga memperkenalkan dan mendukung kelahiran mobil itu. Namanyapun dipuja-puja bak seorang dewa, dan menjadi buah bibir di mana-mana.
Nama Esemka, yang dulu dibangga-banggakan, sekarang seolah tenggelam. Berbanding terbalik dengan nama Jokowi, yang semakin moncer, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, hingga sekarang menjadi salah satu calon presiden RI. Tak sedikit kalangan menilai, Esemka hanya digunakan Jokowi sebagai kendaraan politik untuk meraih kursi gubernur Ibu Kota.
Supradi Kertamenawi, misalnya. Mantan Sekda Kota Solo era Jokowi ini bahkan terang-terangan menyebut, mantan bosnya tersebut sengaja menggunakan Esemka sebagai kendaraan politik untuk menuju ibu kota. Setelah tercapai tujuannya, menjadi gubernur, Jokowi tak peduli lagi dengan nasib Esemka. Mobil berpelat merah AD 1 A, dan AD 2 A pun saat ini hanya menjadi pajangan di Solo Tecno Park (STP), tempat produksi Esemka.
"Jelas Esemka itu hanya sebagai tunggangan. Menurut kami, Esemka itu kan sebuah lembaga pendidikan, lembaga pengetahuan. Kalau dia mau bikin mobil kan seharusnya bikin tempat produksi. Kalau STP sekarang dibikin sebagai tempat produksi, namanya itu nyalahi pakem (aturan)," ujar Supradi, saat ditemui, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.
4. Gaya berpakaian Jokowi hanya pencitraan
Penampilan capres Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan sederhana dan merakyat, dengan baju putih atau kotak-kotak, celana hitam serta sepatu ket dinilai hanya sebuah pencitraan. Tujuannya adalah merebut simpati atau hati rakyat, agar citranya naik.
Supradi Kertamenawi, mantan Sekda Kota Solo era Jokowi ini bahkan terang-terangan menyebut, penampilan mantan bosnya tersebut hanyalah sebuah pencitraan belaka. Pasalnya dulu sewaktu di Solo, Jokowi tak pernah mengenakan pakaian seperti itu.
"Dulu waktu menjadi wali kota apa pernah pakai pakaian seperti itu. Pakainya ya jas dan dasi, selalu jas dan dasi setiap hari. Sekarang kan nyatanya seperti itu. Kalau yang ngerti, ya, Jokowi nyatane mung (ternyata hanya) bohong," ujar Supradi, Minggu

Korupsi Dana Pendidikan, Masyarakat Solo Desak KPK Tangkap Jokowi

Sabtu, 28 Juni 2014 14:03:00 WIB | Dilihat : 1476
Korupsi Dana Pendidikan, Masyarakat Solo Desak KPK Tangkap Jokowi
Jokowi

Jakarta, HanTer - Satu per satu kebobrokan capres nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi), menyembur ke permukaan. Setelah desakan penangkapan Jokowi mengakir dari para mahasiswa yang tergabung dalam wadah KAMMI, desakan serupa kini menggelontor dari masyarakat Solo yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Kebohongan Surakarta (Tangkis).

Desakan itu digaungkan puluhan masyarakat Solo saat menggelar aksi unjuk rasa di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/6) siang. Mereka mengaku langsung datang dari Solo dengan menumpang bus.

Di kantor KPK, mereka tak sekadar mendesak penangkapan, tapi juga menyerahkan berbagai bukti dugaan korupsi yang dilakukan mantan walikota Solo ini. Kedatangan tersebut merupakan bagian dari tindaklanjut laporan mengenai dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi.

"Terkait laporan klien kami, bahwa belum ada pemberitahuan yang jelas yang dikeluarkan KPK terkait yang kami adukan," kata Agus Setiawan, salah satu Tim Advokasi Tangkis usai melapor ke KPK, Jumat (27/6).

Dalam laporannya, Tangkis menyebut ada dugaan korupsi pada anggaran Pemkot Surakarta pada tahun 2010 tentang belanja hibah kepada satuan pendidikan, sekolah negeri dan sekolah swasta. Belanja hibah tersebut ditetapkan APBD yang mencapai Rp35,128 miliar. Dari dana tersebut sebagian diperuntukan Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) untuk 110.000 siswa yang mencapai Rp23 miliar.

Namun pada tahun 2010 data yang seharusnya menjadi dasar anggaran BPMKS dari APBD-P diverifikasi dengan dalih akan dilakukan komputerisasi atas program BPMKS tersebut. "Ada Pagup Rp23 miliar, ada verifikasi tetapi silpanya Rp12 miliar. Itu kita sajikan semua ke KPK. Tapi KPK hanya menerima dan mendengar saja," ujar Agus kepada Harian Terbit.

Sementara itu Muhammad Ali Usman, anggota Tim Tangkis lainnya mengatakan, KPK seharusnya menindaklanjuti laporan yang disampaikan Tangkis agar tidak membuat malu dan kecewa masyarakat Solo. Apalagi Joko Widodo diduga pemimpin yang korup dan pelanggar kode etik sebagai orang Jawa.

"Mengapa KPK belum menindaklanjuti laporan itu? Saya sangat kecewa dan malu memiliki seorang pemimpin yang kami duga melanggar hukum dan melanggar etika orang Jawa," papar Ali.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Walikota Surakarta Joko Widodo (kala itu) disebut-sebut telah melakukan pembiaran tindak pidana korupsi yang yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan Kepala DPPKA Solo. Akibat korupsi tersebut, negara dirugikan Rp9,8 miliar.

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Provinsi DKI Jakarta, AM Fatwa menilai Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Joko Widodo (Jokowi) tidak amanah. Terlebih cenderung mementingkan pencitraan guna menarik simpati masyarakat.

"Iya lah (tidak amanah) itu kan sebenarnya dia (Jokowi) tinggalkan itu (jabatan gubernur) yang saya koreksi  di surat pembaca dengan surat terbuka saya kepada Jokowi kan janjinya lima tahun, baru 1,5 sudah berpikiran lain (menjadi capres)," kata AM Fatwa saat ditemui Harian Terbit di kantornya, Jumat (27/6).

Politisi Partai Amant Nasional (PAN) ini mengritisi soal mobil SMK yang sempat menjadi buah bibir kala Jokowi masih menjabat Walikota Solo. Akan tetapi dia menilai hal tersebut digunakan untuk pencitraan sebagai kendaraan Jokowi merebut DKI 1. "Iya sebenarnya isunya bagus mobil SMK itu tetapi kok ternyata hilang di tengah jalan setelah tercapai jadi gubernur kemana itu barang," sindirnya.

AM Fatwa menganggap gagasan Jokowi tentang pembangunan jembatan yang menghubungkan antarpulau merupakan sebuah ide hebat kala debat capres. Akan tetapi hal tersebut tidaklah mudah mengingat sumber daya yang ada tidak memungkinkan, sehingga dia menganggap Jokowi sebagai seorang pengkhayal. 

"Jadi ada dia (ide Jokowi) jembatan laut. Memangnya mudah? Kedengaranya hebat sekali, tapi tidak mudah merealisasikannya. Ada juga ide memperbanyak kapal-kapal, ini bukan hal yang mudah," tutupnya.

(Safari/Angga)

Warga Solo Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Jokowi Saat Jadi Walikota

Mereka turut membawa 10 orang saksi untuk menguatkan laporan itu.

Jum'at, 27 Juni 2014, 22:48
 Joko Widodo melakukan klarifikasi harta kekayaan di KPK, 26 Juni 2014
Joko Widodo melakukan klarifikasi harta kekayaan di KPK, 26 Juni 2014 (ANTARA FOTO/Fanny Octavianu)
VIVAnews - Sejumlah orang dari Tim Advokasi Anti Kebohongan Surakarta (TANGKIS) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menanyakan tindak lanjut laporan terdahulu mereka mengenai  dugaan korupsi duplikasi dan manipulasi data Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (Solo), Jumat 27 Juni 2014.


Mereka sebelumnya telah melaporkan kasus yang diduga melibatkan mantan walikota Solo yang kini maju sebagai calon presiden, Joko Widodo, pada 30 Agustus 2012 lalu. Namun karena dinilai tidak ada tindak lanjut dari KPK, mereka kembali mendatangi lembaga anti rasuah itu.

"Bahwa terkait laporan klien kami dalam hal ini belum ada pemberitahuan perkembangan secara jelas yang dikeluarkan oleh KPK sejak 30 Agustus 2012," kata perwakilan Tim TANGKIS, Agus Setiawan di Gedung KPK.

Dia menuturkan, dalam kedatangannya kali ini, mereka turut serta membawa saksi untuk menguatkan laporan mereka. "Kami akan mengajukan lagi saksi. Kami punya 10 saksi," kata dia.

Sebelumnya, dalam laporannya yang terdahulu, mereka tidak hanya melaporkan Jokowi selaku Walikota Solo, tapi juga jajarannya yakni Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Solo. Pelanggaran tindak pidana korupsi itu diduga dilakukan pada anggaran Belanja Hibah kepada Satuan Pendidikan/Sekolah Negeri dan Swasta (BPMKS) tahun 2010.

Semula, biaya yang dianggarkan dalam APBD Perubahan adalah sebesar Rp35 miliar, dengan Rp23 miliar diperuntukkan BPMKS untuk sejumlah 110 ribu siswa. Namun setelah dilakukan verifikasi, tercatat hanya 65 ribu siswa dengan nilai anggaran Rp10 miliar. (adi)

Tidak ada komentar: