Tim Ekonomi Jokowi Usul BBM Naik 40%; Bersyukurlah yang telah memilih Jokowi..
BBM.... Bolak Balik Mundak... Sepertinya ini yang akan menjadi kebijakan
awal pemerintahan era Jokowi. Belum dilantik saja, Jokowi lewat Tim
Ekonominya sudah merekomendasikan kenaikan harga BBM sampai 40%. Wow!
Namun, rekomendasi Tim Ekonomi Jokowi untuk menaikkan harga bahan bakar
minyak (BBM) sampai 40 persen secara bertahap ditanggapi santai Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT).
Dia mengaku, penyesuaian harga bukanlah satu-satunya jalan untuk
menyehatkan fiskal Indonesia. "Siapa yang bilang?. Timnya Jokowi kan?.
Bukan Jokowinya. Saya selalu nggak mau bicara kenaikan harga BBM, tapi
tentang penurunan subsidi BBM. Caranya nggak harus naikkan harga,"
kata Chairul Tanjung di Jakarta, Jumat (25/7/2014), seperti diberitakan
Liputan6.
Sebagai contoh, lanjut CT, melarang kendaraan pribadi untuk membeli dan
mengonsumsi BBM bersubsidi. Itu merupakan salah satu cara untuk bisa
menurunkan subsidi BBM.
"Menurunkan subsidi BBM, jangan langsung dengan kenaikan. Yang kita harus bicarakan adalah penurunan subsidi BBM," ucapnya.
Dia menyarankan agar pemerintahan baru mengurangi anggaran subsidi BBM.
Sebab alokasi subsidi BBM sudah terlalu besar sehingga memberatkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kenaikan harga BBM wajib dilakukan oleh pemerintah baru karena jumlah
subsidinya sudah terlalu besar dan persentase terhadap pengeluaran
pemerintah sudah besar. Daripada ini dibuang untuk suatu yang tak
bermanfaat, lebih baik uangnya untuk mengurangi angka kemiskinan yang
menjadi permasalahan sekarang," terang CT.
Sebelumnya, Ekonom Bank Standard Chartered yang juga Tim Ekonomi Jokowi
Fauzi Ichsan menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menaikkan harga BBM 20 persen. Lalu presiden terpilih, Jokowi menaikkan
lagi 20 persen.
“Negara-negara miskin, seperti India, Vietnam dan Kamboja saja sudah
memberlakukan harga BBM lebih mahal dari kita. Makanya pemerintahan SBY
20 persen, pemerintahan Jokowi 20 persen,” kata Fauzi.
Ini Mau Jokowi soal Kebijakan Subsidi BBM...
Selasa, 26 Agustus 2014 | 07:54 WIB
KompasOtomotif SPBU Pertamina
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden terpilih Joko Widodo
tengah melakukan kajian terhadap rencana pengurangan subsidi bahan bakar
minyak (BBM). Dua alternatif waktu kenaikan harga BBM sedang digodok,
dalam satu deret pilihan bersama skenario besaran kenaikan harga BBM
untuk mengurangi beban subsidi energi.
"Alangkah baiknya
(subsidi BBM dikurangi) sebelum (saya dilantik jadi presiden)," ujar
Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Senin (25/8/2014), soal waktu yang
tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
Alternatif pertama
soal waktu untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, sebut Jokowi, adalah
satu penggal waktu pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan dilanjutkan pada periode pemerintahan Jokowi. Alternatif
kedua, harga bensin naik setelah Jokowi dilantik menjadi presiden.
Jokowi
mengaku belum bisa memprediksi berapa besaran subsidi BBM yang akan
dikurangi. Jokowi mengatakan, ia bersama tim transisinya tengah
melakukan kajian terhadap besaran pengurangan subsidi dalam rupa
kenaikan harga BBM itu.
Namun, Jokowi menegaskan, angka subsidi
BBM yang mencapai Rp 363,53 triliun terlalu membebani rancangan anggaran
pendapatan dan belanja (RAPBN) untuk tahun 2015. Dia pun berencana
membawa hasil kajian timnya soal BBM ini dalam pertemuannya dengan
Presiden SBY, di Bali, Rabu (27/8/2014).
Menurut Jokowi,
alangkah baiknya bila subsidi dialihkan ke sektor lain yang dapat
bermanfaat bagi rakyat miskin. Jokowi menyebutkan beberapa unit usaha
yang bakal dijadikan sasaran pengalihan subsidi.
Sasarannya
antara lain subsidi bagi usaha kecil di kampung-kampung, menambah
subsidi pupuk dan pestisida bagi petani, menambah subsidi solar, hingga
modernisasi mesin kapal nelayan. Jokowi pun berjanji menjalankan
program-program "pengalihan" subsidi BBM itu secara tepat sasaran.
Pilah pilih skenario untuk BBM bersubsidi
Salah
satu Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto, mengatakan, pembahasan
pengurangan subsidi BBM terakhir dibahas pada Minggu (24/8/2014). Hasto
Kristiyanto, deputi lain yang membidangi APBN, kata Andi, memaparkan
beragam skenario terkait subsidi BBM ini.
Skenario pertama,
subsidi BBM tak dikurangi atau harga bensin tetap. Andi mengatakan,
skenario tersebut memunculkan prediksi kuota BBM bersubsidi jebol pada
akhir November dan Desember 2015.
Pada periode November hingga
Desember, ujar Andi, tren tingkat konsumsi BBM selalu tinggi. Dengan
skenario pertama ini, pemerintah pun tak akan lagi punya dana untuk
memberikan subsidi BBM pada Januari 2015.
Adapun skenario kedua,
lanjut Andi, Hasto memaparkan kenaikan harga BBM dengan beberapa
kemungkinan. Pilihannya adalah kenaikan harga dari Rp 500, Rp 1.000, Rp
1.500, hingga Rp 3.000 per liter BBM bersubsidi. Masing-masing kenaikan
harga tersebut, kata dia, disimulasikan oleh tim transisi.
Dari
kalkulasi sementara, ujar Andi, menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar
Rp 1.000 saja sudah akan mengurangi subsidi Rp 48 triliun hingga Rp 52
triliun. Jika kenaikan mencapai Rp 3.000 per liter BBM subsidi, dia
mengatakan, beban subsidi diperkirakan berkurang Rp 100 triliun.
Skenario ketiga,
menaikkan harga bensin secara bertahap, dimulai pada masa pemerintahan
Presiden SBY dan dilanjutkan pada era pemerintahan Jokowi. Skenario keempat, kenaikan harga hanya akan dilakukan setelah Jokowi dilantik menjadi presiden.
"Dengan
simulasi ini, kami hitung inflasinya berapa, kenaikan angka masyarakat
miskin berapa banyak, dan yang paling penting berapa uang yang
dibutuhkan untuk pos jaminan sosial masyarakat sebagai dampak kenaikan
BBM itu," ujar Andi.
Lobi SBY
Pengurangan
subsidi BBM demi kelancaran program kerakyatan, menurut Andi, adalah
keniscayaan, cuma soal waktu. Hanya, Jokowi ingin membagi kebijakan yang
penuh risiko sosial tersebut dengan pemerintahan SBY.
Oleh
sebab itu, Jokowi minta kajian itu diperdalam oleh tim transisi sebagai
bahan lobi ke SBY. "Supaya nanti pas bertemu dengan Pak SBY, Pak Jokowi
dan JK punya dasar pemikiran yang kuat bahwa beban pengurangan subsidi
harus dibagi di pemerintahan SBY dan Jokowi," ujar Andi.
Deputi
lain di tim transisi Jokowi, Akbar Faizal, menambahkan, mereka berharap
Presiden SBY mau mengambil risiko menaikkan harga BBM sebelum masa
baktinya berakhir
Jika SBY Tak Naikkan Harga BBM, Jokowi-JK Akan Lakukan di November
Muhammad Taufiqqurahman - detikfinance,Senin, 25/08/2014 19:24 WIB
Jakarta -Jusuf Kalla, wakil presiden terpilih
2014-2019, ingin harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi segera
dinaikkan oleh pemerintahan saat ini. Namun jika tidak, maka
pemerintahan baru berencana menaikkan harga pada November tahun ini.
"Tergantung
pemerintahan sekarang ini. Kalau mereka naikkan (harga BBM), tidak
perlu kami naikkan nanti November," ungkap JK, sapaan Jusuf Kalla, di
kediamannya di daerah Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (25/8/2014).
JK
berharap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang
menaikkan harga BBM bersubsidi. "Pemerintahan baru kan dilantik 20
Oktober. Berarti kalau November tak ada lagi bensin di jual, kami yang
salah. Harus dari sekarang naikkan," katanya.
Menurut JK,
kenaikan harga BBM bersubsidi memang sudah sulit terhindarkan. Tanpa ada
kenaikan harga, masyarakat akan terus boros mengonsumsi BBM bersubsidi
dan kuota 46 juta kilo liter bisa terlampaui.
"Kalau pemerintah
biarkan BBM itu melebihi pagu yang ada, pemerintah salah. Kebetulan
pemerintah baru berada di situ, jadi pemerintah langsung salah,"
tuturnya.
Apalagi, demikian JK, kuota BBM bersubsidi diperkirakan
tidak akan bertahan hingga akhir tahun. "Hari ini subsidi BBM
diperkirakan akan habis November. Kalau tidak dinaikkan (harga BBM),
berarti tak ada dana lagi. Itu harus naikkan, kalau tidak di mana ambil
uang untuk dua bulan ke depan?" paparnya.
Jika terus mengeluarkan
anggaran subsidi BBM ratusan triliun rupiah per tahun, lanjut JK,
negara bisa bangkrut. Tidak ada lagi sisa untuk membangun infrastruktur,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
"Tidak ada orang tolak
naikkan (harga) BBM, tak pernah ada yang tolak termaksud rakyat kecil.
Lebih suka mana, ada BBM atau tidak ada tapi harga murah? Nanti terjadi
itu, akibatnya negara bangkrut," tegasnya.
(hds/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar