Rabu, 27 Agustus 2014

BBM naik 40% Nopember 2014? atau sebelumnya

Tim Ekonomi Jokowi Usul BBM Naik 40%; Bersyukurlah yang telah memilih Jokowi..


BBM.... Bolak Balik Mundak... Sepertinya ini yang akan menjadi kebijakan awal pemerintahan era Jokowi. Belum dilantik saja, Jokowi lewat Tim Ekonominya sudah merekomendasikan kenaikan harga BBM sampai 40%. Wow!

Namun, rekomendasi Tim Ekonomi Jokowi untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sampai 40 persen secara bertahap ditanggapi santai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT).

Dia mengaku, penyesuaian harga bukanlah satu-satunya jalan untuk menyehatkan fiskal Indonesia. "Siapa yang bilang?. Timnya Jokowi kan?. Bukan Jokowinya. Saya selalu nggak mau bicara kenaikan harga BBM, tapi tentang penurunan subsidi BBM. Caranya nggak harus naikkan harga," kata Chairul Tanjung di Jakarta, Jumat (25/7/2014), seperti diberitakan Liputan6.

Sebagai contoh, lanjut CT, melarang kendaraan pribadi untuk membeli dan mengonsumsi BBM bersubsidi. Itu merupakan salah satu cara untuk bisa menurunkan subsidi BBM.

"Menurunkan subsidi BBM, jangan langsung dengan kenaikan. Yang kita harus bicarakan adalah penurunan subsidi BBM," ucapnya.

Dia menyarankan agar pemerintahan baru mengurangi anggaran subsidi BBM. Sebab alokasi subsidi BBM sudah terlalu besar sehingga memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kenaikan harga BBM wajib dilakukan oleh pemerintah baru karena jumlah subsidinya sudah terlalu besar dan persentase terhadap pengeluaran pemerintah sudah besar. Daripada ini dibuang untuk suatu yang tak bermanfaat, lebih baik uangnya untuk mengurangi angka kemiskinan yang menjadi permasalahan sekarang," terang CT.

Sebelumnya, Ekonom Bank Standard Chartered yang juga Tim Ekonomi Jokowi Fauzi Ichsan menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan harga BBM 20 persen. Lalu presiden terpilih, Jokowi menaikkan lagi 20 persen.

“Negara-negara miskin, seperti India, Vietnam dan Kamboja saja sudah memberlakukan harga BBM lebih mahal dari kita. Makanya pemerintahan SBY 20 persen, pemerintahan Jokowi 20 persen,” kata Fauzi.

Ini Mau Jokowi soal Kebijakan Subsidi BBM...

Selasa, 26 Agustus 2014 | 07:54 WIB
KompasOtomotif SPBU Pertamina 
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden terpilih Joko Widodo tengah melakukan kajian terhadap rencana pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dua alternatif waktu kenaikan harga BBM sedang digodok, dalam satu deret pilihan bersama skenario besaran kenaikan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi energi.

"Alangkah baiknya (subsidi BBM dikurangi) sebelum (saya dilantik jadi presiden)," ujar Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Senin (25/8/2014), soal waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.

Alternatif pertama soal waktu untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, sebut Jokowi, adalah satu penggal waktu pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan pada periode pemerintahan Jokowi. Alternatif kedua, harga bensin naik setelah Jokowi dilantik menjadi presiden.

Jokowi mengaku belum bisa memprediksi berapa besaran subsidi BBM yang akan dikurangi. Jokowi mengatakan, ia bersama tim transisinya tengah melakukan kajian terhadap besaran pengurangan subsidi dalam rupa kenaikan harga BBM itu.

Namun, Jokowi menegaskan, angka subsidi BBM yang mencapai Rp 363,53 triliun terlalu membebani rancangan anggaran pendapatan dan belanja (RAPBN) untuk tahun 2015. Dia pun berencana membawa hasil kajian timnya soal BBM ini dalam pertemuannya dengan Presiden SBY, di Bali, Rabu (27/8/2014).

Menurut Jokowi, alangkah baiknya bila subsidi dialihkan ke sektor lain yang dapat bermanfaat bagi rakyat miskin. Jokowi menyebutkan beberapa unit usaha yang bakal dijadikan sasaran pengalihan subsidi.

Sasarannya antara lain subsidi bagi usaha kecil di kampung-kampung, menambah subsidi pupuk dan pestisida bagi petani, menambah subsidi solar, hingga modernisasi mesin kapal nelayan. Jokowi pun berjanji menjalankan program-program "pengalihan" subsidi BBM itu secara tepat sasaran.

Pilah pilih skenario untuk BBM bersubsidi

Salah satu Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto, mengatakan, pembahasan pengurangan subsidi BBM terakhir dibahas pada Minggu (24/8/2014). Hasto Kristiyanto, deputi lain yang membidangi APBN, kata Andi, memaparkan beragam skenario terkait subsidi BBM ini.

Skenario pertama, subsidi BBM tak dikurangi atau harga bensin tetap. Andi mengatakan, skenario tersebut memunculkan prediksi kuota BBM bersubsidi jebol pada akhir November dan Desember 2015.

Pada periode November hingga Desember, ujar Andi, tren tingkat konsumsi BBM selalu tinggi. Dengan skenario pertama ini, pemerintah pun tak akan lagi punya dana untuk memberikan subsidi BBM pada Januari 2015.

Adapun skenario kedua, lanjut Andi, Hasto memaparkan kenaikan harga BBM dengan beberapa kemungkinan. Pilihannya adalah kenaikan harga dari Rp 500, Rp 1.000, Rp 1.500, hingga Rp 3.000 per liter BBM bersubsidi. Masing-masing kenaikan harga tersebut, kata dia, disimulasikan oleh tim transisi.

Dari kalkulasi sementara, ujar Andi, menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.000 saja sudah akan mengurangi subsidi Rp 48 triliun hingga Rp 52 triliun. Jika kenaikan mencapai Rp 3.000 per liter BBM subsidi, dia mengatakan, beban subsidi diperkirakan berkurang Rp 100 triliun.

Skenario ketiga, menaikkan harga bensin secara bertahap, dimulai pada masa pemerintahan Presiden SBY dan dilanjutkan pada era pemerintahan Jokowi. Skenario keempat, kenaikan harga hanya akan dilakukan setelah Jokowi dilantik menjadi presiden.

"Dengan simulasi ini, kami hitung inflasinya berapa, kenaikan angka masyarakat miskin berapa banyak, dan yang paling penting berapa uang yang dibutuhkan untuk pos jaminan sosial masyarakat sebagai dampak kenaikan BBM itu," ujar Andi.

Lobi SBY

Pengurangan subsidi BBM demi kelancaran program kerakyatan, menurut Andi, adalah keniscayaan, cuma soal waktu. Hanya, Jokowi ingin membagi kebijakan yang penuh risiko sosial tersebut dengan pemerintahan SBY.

Oleh sebab itu, Jokowi minta kajian itu diperdalam oleh tim transisi sebagai bahan lobi ke SBY. "Supaya nanti pas bertemu dengan Pak SBY, Pak Jokowi dan JK punya dasar pemikiran yang kuat bahwa beban pengurangan subsidi harus dibagi di pemerintahan SBY dan Jokowi," ujar Andi.

Deputi lain di tim transisi Jokowi, Akbar Faizal, menambahkan, mereka berharap Presiden SBY mau mengambil risiko menaikkan harga BBM sebelum masa baktinya berakhir


Jika SBY Tak Naikkan Harga BBM, Jokowi-JK Akan Lakukan di November

Muhammad Taufiqqurahman - detikfinance,Senin, 25/08/2014 19:24 WIB
http://images.detik.com/content/2014/08/25/1034/spbusolar4.jpg
Jakarta -Jusuf Kalla, wakil presiden terpilih 2014-2019, ingin harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi segera dinaikkan oleh pemerintahan saat ini. Namun jika tidak, maka pemerintahan baru berencana menaikkan harga pada November tahun ini.

"Tergantung pemerintahan sekarang ini. Kalau mereka naikkan (harga BBM), tidak perlu kami naikkan nanti November," ungkap JK, sapaan Jusuf Kalla, di kediamannya di daerah Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (25/8/2014).

JK berharap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menaikkan harga BBM bersubsidi. "Pemerintahan baru kan dilantik 20 Oktober. Berarti kalau November tak ada lagi bensin di jual, kami yang salah. Harus dari sekarang naikkan," katanya.

Menurut JK, kenaikan harga BBM bersubsidi memang sudah sulit terhindarkan. Tanpa ada kenaikan harga, masyarakat akan terus boros mengonsumsi BBM bersubsidi dan kuota 46 juta kilo liter bisa terlampaui.

"Kalau pemerintah biarkan BBM itu melebihi pagu yang ada, pemerintah salah. Kebetulan pemerintah baru berada di situ, jadi pemerintah langsung salah," tuturnya.

Apalagi, demikian JK, kuota BBM bersubsidi diperkirakan tidak akan bertahan hingga akhir tahun. "Hari ini subsidi BBM diperkirakan akan habis November. Kalau tidak dinaikkan (harga BBM), berarti tak ada dana lagi. Itu harus naikkan, kalau tidak di mana ambil uang untuk dua bulan ke depan?" paparnya.

Jika terus mengeluarkan anggaran subsidi BBM ratusan triliun rupiah per tahun, lanjut JK, negara bisa bangkrut. Tidak ada lagi sisa untuk membangun infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

"Tidak ada orang tolak naikkan (harga) BBM, tak pernah ada yang tolak termaksud rakyat kecil. Lebih suka mana, ada BBM atau tidak ada tapi harga murah? Nanti terjadi itu, akibatnya negara bangkrut," tegasnya.(hds/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!

Tidak ada komentar: