Selasa, 30 September 2014

Dinamika DPR 2014-2019 ,apa janji Ketua DPR Setya Novanto?

Setya Novanto Tegaskan Perppu Pilkada Jadi Prioritas DPR

Senin, 6 Oktober 2014 13:36 WIB
Setya Novanto Tegaskan Perppu Pilkada Jadi Prioritas DPR
Tribunnews/Dany Permana

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR Setya Novanto mengaku belum menerima peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Pilkada yang dirilis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Setya menghargai Perppu yang dikeluarkan Susilo Bambang Yudhoyono. "Nanti prioritas utama akan jadi evaluasi dan akan dibicarakan di level pimpinan dan akan disampaikan ke fraksi-fraksi," ujar Setya Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Hingga kini DPR masih menunggu Perppu yang dikeluarkan SBY. Setya mengatakan dirinya akan mengkaji perppu tersebut.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (2/10/2014) malam, menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait pemilihan kepala daerah.
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota diterbitkan untuk mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Sedangkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diterbitkan untuk menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.
Presiden menyatakan, penerbitan kedua perppu tersebut merupakan bentuk perjuangannya bersama rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Saat pengesahan UU Pilkada di parlemen pada 26 September lalu, Partai Demokrat melakukan walk out dengan dalih tidak diakomodirnya 10 syarat perbaikan untuk pilkada langsung. Sikap Demokrat ini memancing reaksi dan kekecewaan publik yang ditumpahkan langsung kepada SBY melalui media sosial Twitter.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/5f/Gedung_MPR-DPR.PNG 

Setya Novanto, Ketua DPR 2014-2019

Kamis, 2 Oktober 2014 | 02:47 WIB
Kompas.com/SABRINA ASRIL Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto.
JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Merah Putih menyapu bersih kursi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019. Berikut ini adalah susunan pimpinan DPR RI.

Ketua DPR
Setya Novanto (Fraksi Partai Golkar)

Wakil Ketua
Fadli Zon (Fraksi Partai Gerindra)
Agus Hermanto (Fraksi Partai Demokrat)
Fahri Hamzah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)
Taufik Kurniawan (Fraksi Partai Amanat Nasional)

Penetapan Paket itu pun tanpa hambatan dan langsung disetujui dalam sidang paripurna penetapan pimpinan DPR yang berlangsung dari Rabu (1/9/2014) malam hingga Kamis (2/9/2014) dini hari. Pasalnya, semua partai koalisi merah putih dan partai demokrat kompak mengajukan lima nama itu dalam paket.

"Ternyata dari enam fraksi sama (mengajukannya), dengan demikian hanya ada satu paket. Apa perlu dipilih lagi? Tidak kan. Karena ada satu paket diajukan enam fraksi," ujarnya.

Langsung saja pimpinan sidang Popong Otje Djunjunan mensahkan kelima nama tersebut. Tok!

"Dengan demikian ketua dan wakil ketua terpilih sudah kita dengar besama," kata Popong setelah menyebutkan satu persatu kelima nama itu.

Koalisi Jokowi-JK yang sudah gagal mengajukan paket sebelumnya memutuskan untuk walkout.


Penulis: Ihsanuddin
Editor : Hindra Liauw 

Jadi Ketua DPR, Ini yang Dijanjikan Setya Novanto

Kamis, 2 Oktober 2014 | 07:41 WIB
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Anggota DPR-RI memberikan selamat kepada Ketua DPR-RI Setya Novanto (tengah) bersama empat wakil ketua Fahri Hamzah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fadli Zon dari Fraksi Partai Gerindra, Agus Hermanto dari Fraksi Partai Demokrat, Taufik Kurniawan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (kiri ke kanan) memimpin sidang paripurna seusai dilantik, di Gedung Rapat Paripurna Nusantara II DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2014). Sidang ini sempat yang diwarnai aksi alk out' dari empat fraksi yakni PDI Perjuanga, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura dan Partai Nasdem.

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Golkar Setya Novanto didapuk menjadi Ketua DPR RI periode 2014-2019. Setelah dinyatakan resmi sebagai Ketua DPR, Setya pun mengucap rasa syukurnya. Pemilihannya dan empat Wakil Ketua DPR dinilai Setya hasil dari perjuangan yang luar biasa. 

"Ini merupakan kebahagiaan sendiri bagi kami karena dengan perjuangan yang lur biasa kita bisa terpilih sebagai pimpinan DPR. Tentunya kita bersyukur kepada tuhan yang maha esa, dan kita juga berdoa semoga berbuat yang terbaik demi kepentingan bangsa dan negara," kata Setya,  didampingi oleh empat orang wakilnya yang juga berasal dari Koalisi Merah Putih, seusai sidang paripurna, Kamis (2/10/2014) dini hari.

Setya terpilih bersama empat orang wakilnya yaitu Fadli Zon dari Fraksi Gerindra; Agus Hermanto dari Fraksi Demokrat; Fahri Hamzah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera; dan Taufik Kurniawan dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

"Keinginan saya adalah membuka lebar lebar Gedung DPR untuk rakyat menyampaikan aspirasinya sesuai mekanisme yang ada. Dewan harus dapat merespons tuntutan rakyat, rapat-rapat Dewan bersifat terbuka, mekanisme pembahasan RUU kiranya perlu dilakukan lebih efektif," tambah Setya.

Ia menjamin akan tetap merangkul partai politik yang tergabung dalam koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sebelumnya, dinamika menjelang sidang paripurna pemilihan Pimpinan DPR berjalan alot. Mekanisme pemilihan dengan sistem paket yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua. Hanya satu paket yang bisa diajukan yaitu oleh Koalisi Merah Putih. Adapun, fraksi partai pendukung Jokowi-JK tak bisa mengajukan karena tak memenuhi syarat. Akhirnya, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Hanura, dan Fraksi Partai Nasdem memilih walk out dan menyatakan tak bertanggung jawab dengan hasil sidang paripurna.


Penulis: Ihsanuddin
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Kubu Prabowo akan Kuasai Pimpinan DPR/MPR

Selasa, 30 September 2014 02:23 WIB
Kubu Prabowo akan Kuasai Pimpinan DPR/MPR
Tribunnews.com/Randa Rinaldi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberuntungan Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI hasil pemilu 2014 tidak sebaik Fraksi Partai Demokrat lima tahun lalu. Saat itu, Demokrat selaku peraih suara terbanyak di parlemen otomatis mendapat jatah kursi ketua DPR RI, sedangkan tahun ini, harus melalui pemilihan.
Melihat atmosfer politik yang menguat pada dua kubu, Koalisi Merah Putih yakni partai politik pendukung Prabowo - Hatta pada Pilpres lalu, akan menguasai pimpinan parlemen.
Kondisi ini akan terjadi setelah revisi Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 juga tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Apalagi Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan uji materi UU MD3 yang diajukan PDI Perjuangan, Senin (29/9) sore.
Menurut Undang-undang hasil revisi, parpol pemenang pemilu tak lagi otomatis mendapat jabatan ketua DPR dan MPR.
Dengan demikian, PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu legislatif 2014 tidak otomatis mendapatkan posisi ketua DPR periode 2014-2019.
"Menolak para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9).
Dalam amar putusan, ada dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat atau dissenting opinion, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati.
Putusan itu terkait permohonan dengan nomor perkara 73/PUU-XII/2014 yang diajukan PDI Perjuangan yang diwakili Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, serta empat orang perseorangan, yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, Rahmani Yahya, dan Sigit Widiarto.
Mereka menguji aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109 Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU MD3.
Aturan tersebut dianggap merugikan hak konstitusional PDI-P selaku pemenang Pemilu 2014.
Dengan aturan itu, para pemangku jabatan di parlemen akan dipilih langsung oleh anggota DPR. Jabatan itu untuk pimpinan DPR, pimpinan komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan kerja sama antar-parlemen (BKSAP), mahkamah kehormatan dewan, dan badan urusan rumah tangga (BURT).
Mahkamah berpendapat, perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan lain dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, memilih pimpinan di parlemen merupakan kewenangan anggota DPR.
Hal itu dianggap lazim dengan sistem presidensial dengan multipartai. Menurut MK, kompromi antarparpol sangat menentukan dalam pemilihan pimpinan di DPR. "Kompromi dan kesepakatan tidak bisa dihindari," ucap Hamdan.
Dampak lebih lanjut dari berlakunya UU MD3 ini akan dirasakan dalam pemilihan pimpinan DPR dan MPR. Pengamat politik, Ari Junaedi mengatakan bendera Demokrasi kembali berkibar setengah tiang.
Hal ini terjadi usai MK menolak gugatan yang diajukan PDIP dan Khofifah Indar Parawansa soal keabsahan UU MD3.
Menurut Ari, UU MD3 sendiri lahir dari gagasan Koalisi Merah Putih untuk menguasai pimpinan dan alat kelengkapan DPR.
  "Padahal secara tradisi politik yang selama ini berlaku dan sekarang pun masih diterapkan di DPRD tingkat I dan II, pimpinan DPR diduduki oleh pemenang pemilu," ungkap Ari.
Dengan berlakunya UU MD3 yang disahkan 8 Juli 2014, sehari menjelang Pemilu Presiden lalu, maka akan memudahkan Koalisi Merah Putih untuk mendudukkan kader-kadernya di pimpinan dan alat kelengkapan DPR. Alhasil, hal itu senafas dengan semangat Undang-Undang Pilkada.
Lebih jauh, Mahkamah Konstitusi berpendapat, tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan UU MD3 bukan persoalan konstitusional. Masalah itu dianggap hanya berkaitan dengan tata cara yang baik dalam pembentukan UU.
Menurut MK, pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU tidak serta-merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional.
Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan, tetapi materinya justru bertentangan dengan UUD 1945.
Sebaliknya, UU yang dibuat tidak sesuai aturan justru memiliki materi yang sesuai UUD 1945.
Perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah diketahui hasil pemilihan umum juga tidak bertentangan dengan konstitusi.
MK menganggap hal itu lazim dilakukan dalam pembentukan UU MD3 sebelumnya. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat terjadi segera setelah pelantikan anggota baru Dewan.
MK hanya mengingatkan, perubahan UU MD3 setiap lima tahun sekali tidak membangun sistem yang matang dan akan jadi permainan politik.
Pada masa mendatang, MK menyarankan pembentukan UU MD3 tidak dilakukan lima tahun sekali. Revisi hanya dilakukan apabila benar-benar diperlukan.
Dalam amar putusan yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta, menurut Mahkamah, perubahan pengaturan mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPR tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana yang didalilkan pemohon.
Mahkamah berpendapat, alasan pemohon tidak berdasar konfigurasi pimpinan DPR haruslah mencerminkan konfigurasi pemenang pemilu dengan alasan menghormati kedaulatan rakyat yang memilih.
Pasalnya, pemilu adalah untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD, bukan untuk memilih pimpinan DPR.
Menurut Mahkamah, masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan anggota DPR terpilih untuk memilih pimpinannya yang akan memimpin lembaga DPR.
Hal itu dianggap lazim dalam sistem presidensial dengan sistem multipartai, karena konfigurasi pengelompokan anggota DPR berubah ketika berada di DPR berdasarkan kesepakatan masing-masing.
Berbeda halnya dengan sistem presidensial dengan dua partai politik, yang secara otomatis fraksi partai politik dengan jumlah anggota terbanyak menjadi ketua DPR.
Kalaupun dipilih, hasil pemilihannya akan sama karena dipastikan partai politik mayoritas akan memilih ketua dari partainya.
"Dalam praktik politik di Indonesia yang menganut sistem presidensial dengan sistem multipartai, kesepakatan dan kompromi politik di DPR sangat menentukan ketua dan pimpinan DPR, karena tidak ada partai politik yang benar-benar memperoleh mayoritas mutlak kursi di DPR, sehingga kompromi dan kesepakatan berdasarkan kepentingan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari," kata Hamdan.
"Berdasarakan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan DPR adalah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk Undang-Undang yang tidak bertentangan dengan UUD 1945," katanya.
Terkait dalil adanya diskriminasi dan perbedaan antara mekanisme penentuan pimpinan DPR dan pimpinan DPRD, menurut Mahkamah, hal tersebut bukanlah diskriminasi.
Praktik diskriminasi, menurut Mahkamah, adalah perbedaan yang dilakukan atas dasar ras, warna kulit, suku, dan agama.
KMP Bertemu Bahas Komposisi Pimpinan DPR-MPR
Githa Farahdina - 30 September 2014 15:55 wib
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy/Ant/Yudi Mahatma.
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy/Ant/Yudi Mahatma.
Metrotvnews.com, Jakarta: Partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih menggelar rapat di ruang Fraksi Partai Golkar, Lantai 12, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Menurut Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, Koalisi bertemu untuk membahas posisi pimpinan di parlemen ke depan. "Membahas kemungkinan komposisi DPR/MPR," ujar Romi, penggilan Romahurmuziy, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2014).

Sayangnya Romi enggan mengungkapkan siapa nama-nama yang hendak dicalonkan memimpin DPR/MPR dari Koalisi Merah Putih. "Tidak bagus saya ngomong kalau belum selesai rapat. Seharusnya sudah ada nama."

Semua perwakilan fraksi partai politik anggota koalisi, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan PAN, sudah hadir. Satu-satunya yang belum terlihat adaah Fraksi Partai Demokrat. "Mungkin terlambat," kata Romi.

Namun, Ketua Komisi IV DPR itu mengaku bingung ikhwal kepastian Demokrat bergabung di Koalisi Merah Putih. Sebab, terkadang pihak Demokrat mengklaim bergabung, namun lain kali justru mengatakan tidak.DOR

Gerindra Ajukan Fadli Zon Jadi Pimpinan DPR

Selasa, 30 September 2014 16:41 WIB
Gerindra Ajukan Fadli Zon Jadi Pimpinan DPR
Warta Kota/henry lopulalan
Wakil ketua umum Grindra Fadli Zon yang menjadi pembicara dalam diskusi Pilkada Buat Siapa? dikawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (13/9/2014). UU Pilkada yang masih di godong DPR ini menjadi perdebatan seru bagi warga. (Warta Kota/Henry Lopulalan)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gerindra sepakat mengajukan Wakil Ketua Umum Fadli Zon duduk sebagai pimpinan DPR. Sedangkan Sekjen Ahmad Muzani diajukan sebagai Pimpinan MPR.
"Pak Prabowo sepakat dan merestui. Tidak ada dissenting opinion," ujar Wakil Ketua Umum partai Gerindra Edi Prabowo di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Kedua kader partai Gerindra itu akan diajukan dalam paket Pimpinan DPR dan MPR. Partai pimpinan Prabowo itu masih menunggu apakah dalam paket yang diajukan Gerindra mendapat jatah ketua atau wakil ketua.
Edi juga ikut berkomentar mengenai sikap partai Demokrat. Bila partai berlambang mercy itu bulat mendukung Koalisi Merah Putih (KMP), maka wajar mendapatkan posisi Ketua MPR.
"Pak Prabowo juga menyatakan jabatan tidak pnting, kalau perlu dikasih orang, ya tidak apa-apa. Karena yang paling penting kita sama-sama mendorong suatu tujuan," ujarnya.
Ia mengatakan kerjasama Koalisi Merah Putih (KMP) tetap menghormati urusan internal partai. "Alhamdulilah kami solid. Apapun paketnya kami siapkan dua ini," kata Edi.
 Prabowo Subianto restui Fadli Zon jadi calon pimpinan DPR
Reporter : Sri Wiyanti | Selasa, 30 September 2014 15:24
Prabowo Subianto restui Fadli Zon jadi calon pimpinan DPR
fadli zon. ©2014 Merdeka.com
Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edi Prabowo mengatakan, Partai Gerindra sudah menyiapkan nama untuk masuk dalam paket calon pimpinan DPR RI. Edi mengatakan, Gerindra hanya mengusung dua nama yang dinilai memiliki kompetensi memimpin parlemen. Kedua nama tersebut juga sudah mendapat restu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Kesepakatan kami, Fadli Zon Wakil Ketua Umum, Ahmad Muzani Sekjen. Pak Prabowo sepakat dan merestui Fadli Zon pimpinan DPR, Muzani pimpinan MPR," kata Edi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9).

Edi menegaskan, partainya hanya mengusung dua nama, terlepas nantinya dua nama tersebut akan menjadi ketua atau menjadi salah satu pimpinan DPR saja. "Kami menyiapkan dua orang. Mau Ketua atau Wakil Ketua kami lihat nanti. Apapun paketnya kami siapkan dua ini," ujarnya.

Edi mengatakan, posisi Ketua MPR siap diberikan kepada Partai Demokrat. Asalnya Demokrat sungguh-sungguh masuk dalam barisan Koalisi Merah Putih.

"Kalau Demokrat bulat di Koalisi Merah Putih, wajar saja posisi ketua MPR ada bagi Partai Demokrat. Prabowo juga menyatakan jabatan tidak penting, kalau perlu dikasih orang, ya tidak apa-apa karena yang paling penting kami sama-sama dorong tujuan," tutup Edi.
[has]

Tidak ada komentar: