Minggu, 28 May 2017 18:50
| editor : Yusuf Asyari
JawaPos.com –
Analisa Widyaningrum, psikolog cantik dari Universitas Gajah Mada,
belakangan ini justru lebih senang menggeluti dunia pendidikan. Wanita
berusia 28 tahun ini, merupakan Psikolog Klinis dan Pendiri Analisa
Personality Development Center.
Atas kiprahnya di dunia pendidikan sekolah kepribadian, Analisa meraih penghargaan sebagai wanita inspiratif di bidang pendidikan dari produk kosmetik Wardah.
Keseriusannya di dunia psikologi mengantarkan Analisa untuk mendirikan wadah pendidikan untuk pengembangan diri, yakni Analisa Personality Development Center yang memberi jasa konsultasi psikologi, in-house training, dan sekolah kepribadian.
Semasa kuliah, Analisa pernah menjadi delegasi Indonesia dalam ASEAN Youth Friendship Network tahun 2010. Dia juga merupakan penerima Djarum Beasiswa Plus 2009.
Selain aktif menjadi psikolog, saat ini Analisa juga aktif sebagai moderator di MPR RI Goes to Campus, yaitu sebuah kegiatan diskusi antara anggota MPR RI dengan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat. Analisa menilai kurikulum di sekolah saat ini terlalu kaku dan banyak membuat anak stres.
“Kurikulum di sekolah terlalu kaku, banyak anak merasakan stres. Sampai akhirnya saya punya kesempatan bertemu Wardah sebagai Wardah Inspiring Teacher dengan memberikan pelatihan kepada para guru agar lebih kreatif dan proses pengajaran lebih menyenangkan,” kata Analisa.
Analisa menilai setiap guru harus memiliki motivasi menjadi guru sungguhan dari dalam hati. Apalagi saat ini setiap guru dipacu dengan perkembangan digital yang begitu cepat.
“Sehebat apapun guru, jika motivasinya bukan jadi guru maka dia enggak akan tulus. Guru zaman sekarang harus belajar Hard Skill, Soft Skill, Digital Media dan komunikasi. Setelah itu barulah berikan apresiasi bagi para guru, apresiasi enggak melulu soal uang,” tegasnya.
Selama menjadi psikolog, Analisa juga menerima banyak pasien anak-anak atau pelajar yang merasa stres karena pendidikan yang terlalu keras. Misalnya, Analisa sering kedatangan pasien anak yang menangis karena sering dibully teman-temannya belum bisa membaca dan menulis,
“Saya seorang ibu juga. Anak saya masih kecil. Jika anak saya sekolah nanti dan kurikulum masih seperti ini. Kapan ya Indonesia bisa keren seperti pendidikan di luar negeri. Karena itu ini semua harus dimotivasi,” katanya.
Pengalaman lainnya, banyak pula pasiennya yang mengalami stres karena harus memenuhi tuntutan orang tua. Orang tua memaksakan kehendak anak harus masuk jurusan IPA atau kedokteran. Ada pula siswa asing yang stres di sekolah karena belum lancar berbahasa Indonesia.
“Berbagai macam anak yang datang mengalami stres karena pendidikan. Ini pekerjaan rumah kita bersama,” tegasnya. (cr1/JPG)
Atas kiprahnya di dunia pendidikan sekolah kepribadian, Analisa meraih penghargaan sebagai wanita inspiratif di bidang pendidikan dari produk kosmetik Wardah.
Keseriusannya di dunia psikologi mengantarkan Analisa untuk mendirikan wadah pendidikan untuk pengembangan diri, yakni Analisa Personality Development Center yang memberi jasa konsultasi psikologi, in-house training, dan sekolah kepribadian.
Semasa kuliah, Analisa pernah menjadi delegasi Indonesia dalam ASEAN Youth Friendship Network tahun 2010. Dia juga merupakan penerima Djarum Beasiswa Plus 2009.
Selain aktif menjadi psikolog, saat ini Analisa juga aktif sebagai moderator di MPR RI Goes to Campus, yaitu sebuah kegiatan diskusi antara anggota MPR RI dengan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat. Analisa menilai kurikulum di sekolah saat ini terlalu kaku dan banyak membuat anak stres.
“Kurikulum di sekolah terlalu kaku, banyak anak merasakan stres. Sampai akhirnya saya punya kesempatan bertemu Wardah sebagai Wardah Inspiring Teacher dengan memberikan pelatihan kepada para guru agar lebih kreatif dan proses pengajaran lebih menyenangkan,” kata Analisa.
Analisa menilai setiap guru harus memiliki motivasi menjadi guru sungguhan dari dalam hati. Apalagi saat ini setiap guru dipacu dengan perkembangan digital yang begitu cepat.
“Sehebat apapun guru, jika motivasinya bukan jadi guru maka dia enggak akan tulus. Guru zaman sekarang harus belajar Hard Skill, Soft Skill, Digital Media dan komunikasi. Setelah itu barulah berikan apresiasi bagi para guru, apresiasi enggak melulu soal uang,” tegasnya.
Selama menjadi psikolog, Analisa juga menerima banyak pasien anak-anak atau pelajar yang merasa stres karena pendidikan yang terlalu keras. Misalnya, Analisa sering kedatangan pasien anak yang menangis karena sering dibully teman-temannya belum bisa membaca dan menulis,
“Saya seorang ibu juga. Anak saya masih kecil. Jika anak saya sekolah nanti dan kurikulum masih seperti ini. Kapan ya Indonesia bisa keren seperti pendidikan di luar negeri. Karena itu ini semua harus dimotivasi,” katanya.
Pengalaman lainnya, banyak pula pasiennya yang mengalami stres karena harus memenuhi tuntutan orang tua. Orang tua memaksakan kehendak anak harus masuk jurusan IPA atau kedokteran. Ada pula siswa asing yang stres di sekolah karena belum lancar berbahasa Indonesia.
“Berbagai macam anak yang datang mengalami stres karena pendidikan. Ini pekerjaan rumah kita bersama,” tegasnya. (cr1/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar