Selasa, 11 Jul 2017 12:38
| editor : Ilham Safutra
JawaPos.com
- Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama harus mengakhiri
karier politiknya di bui. Hal itu karena kasus penistaan agama yang
menyeretnya.
Terseretnya Ahok dalam kasus penistaan agama tak terlepas dari
tabiatnya yang sering melontarkan kalimat kontroversial. Hal itu memicu
reaksi dari para lawan politiknya maupun publik secara umum.
Sebetulnya, ada apa dengan Basuki Tjahaja Purnama? Apa itu ada
pengaruhnya dengan kekuatan namanya? Percaya atau tidak, Psikolog dan
Ahli Restrukturisasi Nama, Ni Kadek Hellen Kristy menjelaskan, nama
Basuki Tjahaja Purnama sangat bagus dan memiliki kekuatan harmoni 90
persen. Namun saat nama itu diganti atau disapa menjadi Ahok, nama itu
menjadi buruk.
"Nama
Ahok itu jelek banget. Kekuatan nama Basuki Tjahaja Purnama jadi
tenggelam pamornya. Ahok enggak bagus. Begitu pula dengan nama Jokowi.
Ibaratnya Ahok enggak bagus pertama, dan nama Jokowi enggak bagus
kedua," ungkap Heleni, sapaannya kepada JawaPos.com, Selasa (11/7).
Dari perhitungan dengan pendekatan transpersonal psikologi, nama Ahok dengan kelahiran 29 Juni 1966, terjadi inharmoni atau negatif. Karakterisik semua ke arah negatif sehingga membuat Ahok terjebak pada pengkhianatan dan permasalahan lainnya yang sangat tinggi.
"Sehingga dari hasil perhitungan saya, masalah itu membuat Ahok di ambang batas normal yang dapat menyebabkan kehancuran signifikan. Jangan lagi sebut nama Ahok," kata Heleni.
Padahal nama Basuki Tjahaja Purnama membentuk harmoni yang baik dengan kode yang positif. Subjek mampu mengaktualisasi diri dengan optimal. Dengan kreativitasnya, subjek mampu memanfaatkan peluang besar.
"Sapa dia saja dengan Pak Basuki sebagai panggilannya, itu saran saya. Sehingga jangan dipanggil Pak Ahok lagi. Sama seperti Pak Joko Widodo, jangan panggil Jokowi lagi," tutur gadis Bali ini. (cr1/JPG)
Dari perhitungan dengan pendekatan transpersonal psikologi, nama Ahok dengan kelahiran 29 Juni 1966, terjadi inharmoni atau negatif. Karakterisik semua ke arah negatif sehingga membuat Ahok terjebak pada pengkhianatan dan permasalahan lainnya yang sangat tinggi.
"Sehingga dari hasil perhitungan saya, masalah itu membuat Ahok di ambang batas normal yang dapat menyebabkan kehancuran signifikan. Jangan lagi sebut nama Ahok," kata Heleni.
Padahal nama Basuki Tjahaja Purnama membentuk harmoni yang baik dengan kode yang positif. Subjek mampu mengaktualisasi diri dengan optimal. Dengan kreativitasnya, subjek mampu memanfaatkan peluang besar.
"Sapa dia saja dengan Pak Basuki sebagai panggilannya, itu saran saya. Sehingga jangan dipanggil Pak Ahok lagi. Sama seperti Pak Joko Widodo, jangan panggil Jokowi lagi," tutur gadis Bali ini. (cr1/JPG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar