Rabu, 07 Mei 2014

Kivlan Zen: Prabowo Sakit Hati kepada Wiranto

Selasa, 6 Mei 2014 | 18:23 WIB
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Ketua Dewan Pembina dan bakal calon presiden Partai Gerindra Prabowo Subianto usai menggunakan hak pilihnya di TPS 02, RT 02 RW 09, Kampung Curuk, Bojong Koneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/4/2014). Prabowo Subianto mengapresiasi penyelenggaraan Pemilu 2014 yang ia nilai telah berjalan dengan baik. KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

JAKARTA, KOMPAS.com
 — Peristiwa penculikan para aktivis 1997/1998 menjadi titik tolak karier Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) saat itu, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto. Atas peristiwa tersebut, Prabowo diberhentikan oleh Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto. Pemberhentian ini pun membuat Prabowo sakit hati terhadap Wiranto.
"Saat Prabowo diberhentikan, dia sakit hati sama Wiranto karena dia merasa tidak menculik dan tidak mau melakukan kudeta tahun 1998," ujar mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen di Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Kivlan menyatakan, Prabowo hanya mengikuti perintah penangkapan aktivis yang dianggap membuat kekacauan di Jakarta. Perintah itu datang dari Panglima ABRI sebelum Wiranto, Feisal Tanjung. Namun, peristiwa kerusuhan pada bulan Mei muncul saat Wiranto menjabat sebagai Panglima TNI.
"Saat peristiwa Mei muncul, Kasum, atas perintah dari Wiranto, menghubungi saya untuk tidak mengerahkan pasukan. Bagaimana bisa? Kalau Kostrad tidak ada, Jakarta akan semakin chaos. Saat kami di barisan terdepan, Wiranto justru ada di Malang," cibir Kivlan.
Menurut dia, sebagai seorang komandan, seharusnya Wiranto berada di barisan terdepan bersama pasukannya untuk mengamankan Jakarta. Akhirnya, ketika itu, Prabowo yang memiliki kewenangan untuk mengerahkan pasukan pun tak mengindahkan perintah Wiranto.
"Eh, malah kami dituduh mau kudeta. Tidak benar itu," tukas Kivlan.
Lantaran difitnah banyak pihak, sebut Kivlan, Prabowo pun sakit hati. Dia bahkan harus melepaskan kedinasannya di TNI. Menurut Kivlan, sanksi terhadap Prabowo itu adalah hukuman paling berat yang diterima seorang prajurit.
"Hukum militer sudah diterapkan sampai tingkat mayor. Sebagai penanggung jawab moral, Prabowo juga sudah diberhentikan. Harusnya tanggung jawab dia sebagai pelaksana perintah penangkapan selesai. Ini hukuman terberat bagi seorang tentara," kata Kivlan.
Berdasarkan catatan Kontras, sebanyak 23 aktivis dihilangkan ketika itu. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang hingga kini. Dari sembilan orang yang dilepaskan itu, di antaranya ada yang bergabung bersama Prabowo ke Partai Gerindra, yakni Desmond Junaidi Mahesa dan Pius Lustrilanang.
Baru-baru ini, Prabowo dan Wiranto bertemu terkait pemilu presiden mendatang. Meski tak mau mengungkap apa yang dibahas, Prabowo menyebut bahwa hasil pertemuan itu positif.

Tidak ada komentar: