Jumat, 03 Juli 2015

BPJS asuransi ala JOKOWI

Dede Yusuf: Apa Jokowi Sudah Baca Isi PP BPJS yang Dia Teken?

Dede Yusuf: Apa Jokowi Sudah Baca Isi PP BPJS yang Dia Teken? Jokowi bersama Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, dan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Rustam Effendi melihat pengolahan bijih timah menjadi balok timah di PT Tinindo, Kawasan Industri Ketapang Kota Pangkalpinang, Minggu (21/6). (ANTARA/Aprionis)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aturan baru program Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menyebut pencairan dana baru bisa dilakukan apabila karyawan telah menjalani masa kerja 10 tahun menuai protes keras dari masyarakat. Sebelumnya, saldo JHT dapat dicairkan setelah lima tahun masa kerja. (Baca: Pencairan BPJS Jadi 10 Tahun Diprotes Ribuan Netizen)

Ketua Komisi IX Bidang Tenaga Kerja DPR Dede Yusuf mempertanyakan minimnya sosialisasi dari pemerintah Jokowi terkait aturan baru tersebut. “Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS memerintahkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Ternyata Peraturan Pemerintah-nya baru diteken Presiden 30 Juni. Padahal Komisi IX sudah minta sejak lama untuk disosialisasikan,” kata Dede dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia, Jumat (3/7).

Peraturan Pemerintah itu ialah PP Nomor 46 Tahun 2015. “Apakah Pak Presiden Jokowi sudah membaca isi PP yang ditekennya? Jangan-jangan tidak mengetahui isi PP, bahwa besaran nilai yang bisa diambil setelah 10 tahun hanya 10 persen,” kata Dede. Sementara sisa dana baru dapat diambil penuh setelah karyawan berusia 56 tahun.

Dede menjelaskan, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan induk dari UU BPJS pada Pasal 37 ayat 3 hanya mengatur Jaminan Hari Tua baru bisa diambil setelah 10 tahun kerja.

Sementara ayat 5 UU 40 Tahun 2004 itu menyebut besaran nilai JHT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. “Jadi ketentuan bahwa JHT hanya bisa diambil sebesar 10 persen setelah 10 tahun diatur dalam PP yang diteken Presiden pada 30 Juni tersebut,” ujar Dede yang juga Juru Bicara Partai Demokrat.

Komisi IX pun telah meneken surat pemanggilan terhadap Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya untuk dimintai keterangan. “Pertanggungjawabkan dan beri penjelasan mengapa kebijakan ini seolah-olah sembunyi-sembunyi. Kenapa PP baru diteken H-1 atau sehari sebelum diterapkan? Ada apa di balik batu?” kata Dede.

DPR meminta pemerintah Jokowi memberi jeda masa transisi minimal satu tahun antara penekenan PP dan waktu penerapan agar kebijakan tersebut tersosialisasikan dengan baik. “Jangan dulu diterapkan sebelum disepakati sepenuhnya dengan Komisi IX DPR,” ujar Dede. (Baca juga: BPJS Akui Penerapan Aturan Baru Jaminan Hari Tua Berburu-buru)

Selain mengatur saldo dapat diambil 10 persen setelah 10 tahun kerja, program Jaminan Hari Tua mengatur saldo bisa diambil 30 persen jika karyawan hendak membeli rumah.

Soal dana yang dapat dicairkan untuk uang muka membeli rumah itu dinilai Dirut BPJS Ketenagakerjaan Elvyn lebih menguntungkan pekerja ketimbang aturan sebelumnya yang tak mengatur soal itu.

Secara keseluruhan, ujar Elvyn, aturan baru ini justru lebih ideal dari yang terdahulu, sebab dana yang terkumpul setelah masa 10 tahun kerja jelas lebih banyak sehingga sesuai untuk hari tua. (Baca juga: Menteri Hanif Nilai Aturan Baru BPJS Malah Untungkan Pekerja)

Tidak ada komentar: