Jumat, 25 September 2015 | 14:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Terus melemahnya nilai tukar rupiah
yang hari ini yang menembus Rp 14.700 dinilai sebagai cerminan gagalnya
paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah beberapa waktu
lalu. Paket tersebut dinilai tidak membawa perubahan riil secara cepat.
"Kalau paket kebijakan ekonomi itu riil atau konkret, rupiah enggak akan tembus 14.700," ujar pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (23/9/2015).
Di mata Enny, paket kebijakan ekonomi susulan yang dikeluarkan pemerintah juga belum jelas kapan diluncurkannya. Pasar, kata dia, tetap diberikan ketidakpastian. Menurut Enny, paket kebijakan ekonomi tahap pertama seharusnya menjadi paket kebijakan yang konkret. Pasalnya, pasar pasti akan merespons paket kebijakan itu dengan positif meski sedikit.
Sayangnya, ucap Enny, pemerintah malah mengeluarkan paket kebijakan yang sangat banyak dengan cakupan yang luas, tetapi tidak riil untuk diterapkan. Akibatnya, kepercayaan pasar pun menurun karena tak sesuai ekspektasi.
"Harusnya konkret dulu, ini malah lebar sekali, sementara konkretnya enggak ada," kata dia.
"Kalau paket kebijakan ekonomi itu riil atau konkret, rupiah enggak akan tembus 14.700," ujar pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (23/9/2015).
Di mata Enny, paket kebijakan ekonomi susulan yang dikeluarkan pemerintah juga belum jelas kapan diluncurkannya. Pasar, kata dia, tetap diberikan ketidakpastian. Menurut Enny, paket kebijakan ekonomi tahap pertama seharusnya menjadi paket kebijakan yang konkret. Pasalnya, pasar pasti akan merespons paket kebijakan itu dengan positif meski sedikit.
Sayangnya, ucap Enny, pemerintah malah mengeluarkan paket kebijakan yang sangat banyak dengan cakupan yang luas, tetapi tidak riil untuk diterapkan. Akibatnya, kepercayaan pasar pun menurun karena tak sesuai ekspektasi.
"Harusnya konkret dulu, ini malah lebar sekali, sementara konkretnya enggak ada," kata dia.
Penulis | : Yoga Sukmana |
Editor | : Erlangga Djumena |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar