Oleh Tanya Lewis, Penulis LiveScience
Para petualang bisa bernapas lega. Para ilmuwan telah menemukan cara membuat nyamuk tak lagi mampu mengenali aroma manusia.
Serangga yang menyebalkan itu memburu manusia dengan mendeteksi aroma tubuh, panas tubuh, dan karbondioksida yang kita embuskan. Spesies nyamuk Anopheles gambiae dan Aedes aegypti lebih cenderung mendeteksi aroma tubuh manusia dan menyebarkan penyakit berbahaya seperti malaria dan demam berdarah dengue.
Dalam penelitiannya, para peneliti menciptakan nyamuk-nyamuk dengan mutasi gen penciuman yang tidak mampu mencium aroma. Nyamuk mutan tersebut gagal merespons aroma tubuh manusia kecuali karbondioksida, nyamuk-nyamuk tersebut bahkan tidak tertarik terhadap manusia dan cenderung memilih hewan lain.
Hewan pengisap darah yang telah “dimodifikasi” tersebut juga kehilangan kemampuan mengendus aroma obat nyamuk, meski tetap mampu mendeteksi kandungan kimia yang terdapat pada permukaan kulit.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang membuat nyamuk-nyamuk tertarik terhadap manusia maka kita bisa mengetahui cara baru untuk menangkal mereka. “Pada dasarnya kita bisa mengalihkan nyamuk dari tugas utamanya memangsa manusia hanya dengan mengubah satu gen saja,” kata Leslie Vosshall, pakar genetika saraf di The Rockefeller University di New York, dalam sebuah pernyataan dari Howard Hughes Medical Institute.
Vosshall telah mempelajari gen lalat yang disebut “orco,” yang berperan penting terhadap kemampuan lalat dalam mendeteksi aroma. Ada petunjuk bahwa nyamuk memanfaatkan aroma disekitar mereka, membuat Vosshall menduga bahwa gen orco kemungkinan juga beperan penting bagi nyamuk seperti halnya pada lalat.
Dengan menerapkan rekaya genetis, Vosshall dan rekan-rekannya memutasi gen orco pada nyamuk Aedes aegypti. Mereka kemudian memaparkan baju dari bahan nylon yang memiliki aroma manusia dengan embusan karbondioksida dan tanpa karbondioksida terhadap nyamuk normal dan nyamuk mutan. Para ilmuwan juga menguji kemampuan nyamuk untuk mengenali udara yang berhembus melalui lengan manusia atau tikus Belanda.
Nyamuk mutan tidak bisa mendeteksi aroma manusia tanpa karbondioksida. Bahkan, meski ada karbondioksida, nyamuk mutan tersebut masih tidak bisa mengenali bau manusia.
Dalam percobaan lainnya, tim Vosshall mengukur bagaimana serangga mutasi tersebut dapat merespons DEET, bahan aktif yang banyak terdapat dalam obat nyamuk. Nyamuk-nyamuk tersebut mendapat pilihan lengan manusia yang di lindungan DEET atau lengan tanpa perlindungan apa pun.
Tanpa pandang bulu, nyamuk mutasi tersebut terbang ke arah kedua lengan tersebut. Namun begitu hinggap, serangga-serangga tersebut menjadi enggan mengisap darah karena pengaruh DEET yang kuat. Temuan itu menunjukkan bahwa nyamuk menggunakan dua mekanisme tertentu untuk mendeteksi DEET. Yang satu bekerja saat nyamuk masih jauh, dan yang satunya lagi saat nyamuk mendekati kulit.
Penelitian berikutnya akan menyusuri bagaimana gen orco mampu memengaruhi saraf indra penciuman yang digunakan untuk mengendus manusia. Begitu para ilmuwan memahami bagaimana cara kerja obat nyamuk yang ada saat ini, maka mereka bisa mengembangkan obat nyamuk yang lebih baik, kata Vosshall.
Temuan itu dilaporkan secara online pada 29 Mei di jurnal Nature.
Para petualang bisa bernapas lega. Para ilmuwan telah menemukan cara membuat nyamuk tak lagi mampu mengenali aroma manusia.
Serangga yang menyebalkan itu memburu manusia dengan mendeteksi aroma tubuh, panas tubuh, dan karbondioksida yang kita embuskan. Spesies nyamuk Anopheles gambiae dan Aedes aegypti lebih cenderung mendeteksi aroma tubuh manusia dan menyebarkan penyakit berbahaya seperti malaria dan demam berdarah dengue.
Dalam penelitiannya, para peneliti menciptakan nyamuk-nyamuk dengan mutasi gen penciuman yang tidak mampu mencium aroma. Nyamuk mutan tersebut gagal merespons aroma tubuh manusia kecuali karbondioksida, nyamuk-nyamuk tersebut bahkan tidak tertarik terhadap manusia dan cenderung memilih hewan lain.
Hewan pengisap darah yang telah “dimodifikasi” tersebut juga kehilangan kemampuan mengendus aroma obat nyamuk, meski tetap mampu mendeteksi kandungan kimia yang terdapat pada permukaan kulit.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang membuat nyamuk-nyamuk tertarik terhadap manusia maka kita bisa mengetahui cara baru untuk menangkal mereka. “Pada dasarnya kita bisa mengalihkan nyamuk dari tugas utamanya memangsa manusia hanya dengan mengubah satu gen saja,” kata Leslie Vosshall, pakar genetika saraf di The Rockefeller University di New York, dalam sebuah pernyataan dari Howard Hughes Medical Institute.
Vosshall telah mempelajari gen lalat yang disebut “orco,” yang berperan penting terhadap kemampuan lalat dalam mendeteksi aroma. Ada petunjuk bahwa nyamuk memanfaatkan aroma disekitar mereka, membuat Vosshall menduga bahwa gen orco kemungkinan juga beperan penting bagi nyamuk seperti halnya pada lalat.
Dengan menerapkan rekaya genetis, Vosshall dan rekan-rekannya memutasi gen orco pada nyamuk Aedes aegypti. Mereka kemudian memaparkan baju dari bahan nylon yang memiliki aroma manusia dengan embusan karbondioksida dan tanpa karbondioksida terhadap nyamuk normal dan nyamuk mutan. Para ilmuwan juga menguji kemampuan nyamuk untuk mengenali udara yang berhembus melalui lengan manusia atau tikus Belanda.
Nyamuk mutan tidak bisa mendeteksi aroma manusia tanpa karbondioksida. Bahkan, meski ada karbondioksida, nyamuk mutan tersebut masih tidak bisa mengenali bau manusia.
Dalam percobaan lainnya, tim Vosshall mengukur bagaimana serangga mutasi tersebut dapat merespons DEET, bahan aktif yang banyak terdapat dalam obat nyamuk. Nyamuk-nyamuk tersebut mendapat pilihan lengan manusia yang di lindungan DEET atau lengan tanpa perlindungan apa pun.
Tanpa pandang bulu, nyamuk mutasi tersebut terbang ke arah kedua lengan tersebut. Namun begitu hinggap, serangga-serangga tersebut menjadi enggan mengisap darah karena pengaruh DEET yang kuat. Temuan itu menunjukkan bahwa nyamuk menggunakan dua mekanisme tertentu untuk mendeteksi DEET. Yang satu bekerja saat nyamuk masih jauh, dan yang satunya lagi saat nyamuk mendekati kulit.
Penelitian berikutnya akan menyusuri bagaimana gen orco mampu memengaruhi saraf indra penciuman yang digunakan untuk mengendus manusia. Begitu para ilmuwan memahami bagaimana cara kerja obat nyamuk yang ada saat ini, maka mereka bisa mengembangkan obat nyamuk yang lebih baik, kata Vosshall.
Temuan itu dilaporkan secara online pada 29 Mei di jurnal Nature.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar