Minggu, 15 Juni 2014

Menunggu Janji Jokowi, Nurul Arifin: Kartu Sehat, Kebohongan Besar Jokowi

Senin, 16 Juni 2014 | 08:31 WIB
ARIMBI RAMADHIANI Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Nurul Arifin di Ruang Wartawan, Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2014).
JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Nurul Arifin, melontarkan kritik untuk calon presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penampilannya dalam debat capres yang berlangsung pada Minggu (15/6/2014) malam. Menurut Nurul, sepanjang debat, Jokowi hanya sibuk pencitraan dan mengusung program yang tak jelas.

Nurul menjelaskan, selain sibuk dengan pencitraan, Jokowi juga membohongi publik dengan mengusung program Kartu Indonesia Sehat. Pasalnya, program unggulan Jokowi itu telah dijamin dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Kartu sehat itu kebohongan besar Jokowi karena sudah jadi dalam bentuk BPJS. Kok tega-teganya membajak karya parlemen dan pemerintah?" kata Nurul pada Minggu malam.

Anggota Komisi II DPR itu menegaskan, negara saat ini telah menanggung biaya kesehatan rakyat miskin. Dengan begitu, ia menganggap program Kartu Indonesia Sehat yang dibanggakan Jokowi menjadi tak relevan.

Selain itu, kata dia, tak ada hal istimewa dari Kartu Indonesia Pintar yang diusung Jokowi. Alasannya, program pendidikan gratis 12 tahun merupakan hal biasa dan telah mulai dirintis oleh pemerintahan sebelumnya.

"Bungkusnya saja yang dibikin beda. Atau sekalian saja suruh bikin kartu kredit, bagikan buat belanja gratis ke rakyat," ujarnya.

Sebaliknya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu menilai, Prabowo Subianto tampil lebih baik, lebih tegas, dan lebih jujur. Bahkan saat ditanya mengenai program Rp 1 miliar untuk tiap desa, Prabowo mampu memberi jawaban yang jelas, dan tidak asal memberikan klaim.

"Penampilan Prabowo memperlihatkan kualitas capres yang tegas, jujur, dan tidak menggunakan kosmetik pencitraan. Ini waktunya bangsa menentukan siapa sesungguhnya yang layak jadi pemimpin," pungkasnya.

Setelah debat kedua ini, masih tersisa tiga debat yang akan kembali mempertemukan Jokowi dan Prabowo, Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa, serta debat terakhir antarpasangan. Debat ketiga akan digelar pada 22 Juni 2014 dengan topik "Politik Internal dan Ketahanan Nasional".

Debat cawapres keempat akan dilaksanakan pada 29 Juni 2014 dengan tema "Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Iptek". Adapun debat terakhir antarpasangan pada 5 Juli 2014 dengan topik "Pangan, Energi, dan Lingkungan".
Menunggu Janji Jokowi-JK di Koalisi Pilpres
Headline
Pasangan Jokowi-JK - (Foto: inilahcom),Oleh: Iwan Purwantono
INILAHCOM, Jakarta - Janji pasangan Jokowi-JK tak bagi kursi dalam koalisi mulai diragukan. Kalau menang, sejumlah nama santer disebut bakal masuk kabinetnya.

Masih segar dalam ingatan, calon presiden Joko Widodo alias Jokowi berkali-kali menjamin tak akan ada bagi-bagi kursi menteri. Disebutnya sebagai politik transaksional yang tak layak dilakukan.

Belakangan, beberapa nama disebut-sebut menjadi kandidat kuat kabinet Jokowi-JK di antaranya Anies Baswedan yang sekarang menjadi juru bicara tim pemenangan Jokowi-JK. Rektor Universitas Paramadina kabarnya diplot menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan.

Adapula Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang bicara tentang posisi menteri agama. Dia bilang, Jokowi bakal memasang tokoh NU sebagai menteri agama. Siapa dia? Cak Imin, sebutan akrabnya, tak menjawab. Ya, kemungkinan besar bisa dia.

Satu lagi, Ketua Umum DPP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa juga disebut-sebut bakal masuk kabinet. Dalam acara Rakernas dan Mukernas Muslimat NU di Jakarta, Jumat (30/05/2014), JK sendiri yang menyatakan janji kursi menteri untuk Khofifah.

Sejatinya, penentuan kursi kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Jadi, tidak masalah apabila presiden menunjuk seseorang yang dipercaya serta dinilai mampu untuk masuk kabinet. Termasuk anggota tim sukses atau pimpinan partai politik koalisi yang dianggap berkeringat.

Pakar psikologi politik UI, Hamdi Muluk sempat kaget dengan pernyataan Jokowi tentang koalisi ramping yang anti bagi-bagi kursi. "Sangat sulit merealisasikannya, kecuali dalam pemilu yang hanya diikuti dua atau tiga partai," ujarnya.

Pandangan senada diungkapkan dosen FISIP UIN Jakarta, Teguh Santosa. Bahwa janji Jokowi tak ada bagi-bagi kursi di koalisi sangatlah absurd.

"Bagi-bagi kekuasaan itu, diperkenankan konstitusi. Namun harus berlandaskan cita-cita luhur yaitu kesejahteraan rakyat," katanya.

Sebaiknya, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla atau JK lebih baik jujur saja kepada rakyat.[ris]

Tidak ada komentar: