Pramono Anung: Tak Ada Lagi DPR Tandingan!
Sabtu, 15 November 2014 | 18:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Merah Putih dan Koalisi
Indonesia Hebat, Sabtu (15/11/2014) petang mencapai kesepakatan soal
Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Selama ini UU tersebut dituding
sebagai akar perpecahan di DPR, mulai dari polemik dalam pengusulan
paket pimpinan DPR hingga munculnya DPR tandingan dari Koalisi Indonesia
Hebat.
"(Sekarang) tidak ada lagi DPR tandingan. Hanya ada satu DPR. Tidak ada lagi Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat!" tegas politisi PDI-P Pramono Anung Wibowo, usai pertemuan dengan Koalisi Merah Putih di kediaman Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, di kawasan Golf Mansion, Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (15/11/2014).
Pramono pun menyatakan DPR tandingan yang beberapa waktu lalu dibentuk Koalisi Indonesia Hebat--dimotori PDI-P--otomoatis bubar. Dia mengatakan kesepakatan ini akan disosialisasikan dan ditandatangani oleh seluruh fraksi di DPR pada Senin (17/11/2014). Pramono berharap pula, DPR sudah dapat efektif pada Selasa (18/11/2014).
Hatta Rajasa menyambut baik bubarnya DPR tandingan sebagaimana disebutkan Pramono. Namun, dia berharap fraksi-fraksi di DPR dari partai-partai dalam Koalisi Merah Putih maupun Koalisi Indonesia Hebat tetap bisa bekerja dengan kritis setelah ini tetapi tak menjadikan perbedaan pendapat sebagai penghalang. "KMP dan KIH biarkan tetap ada, itu bagus. Tapi dualisme di DPR sudah tidak ada lagi," ujar dia.
Kesepakatan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat ini terjadi setelah penghapusan sebagian Pasal 74 dan Pasal 98 UU MD3 yang terkait dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat sebagaimana permintaan Koalisi Indonesia Hebat.
Hatta menyatakan sebelumnya, pasal yang dihapus adalah yang bersifat pengulangan dari Pasal 79 dan penjabarannya di Pasal 194 sampai 227 UU yang sama. Tak semua permintaan Koalisi Indonesia Hebat, juga dipenuhi dalam kesepakatan ini. Pasal 98 ayat 6 UU MD3 tetap dipertahankan.
"(Sekarang) tidak ada lagi DPR tandingan. Hanya ada satu DPR. Tidak ada lagi Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat!" tegas politisi PDI-P Pramono Anung Wibowo, usai pertemuan dengan Koalisi Merah Putih di kediaman Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, di kawasan Golf Mansion, Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (15/11/2014).
Pramono pun menyatakan DPR tandingan yang beberapa waktu lalu dibentuk Koalisi Indonesia Hebat--dimotori PDI-P--otomoatis bubar. Dia mengatakan kesepakatan ini akan disosialisasikan dan ditandatangani oleh seluruh fraksi di DPR pada Senin (17/11/2014). Pramono berharap pula, DPR sudah dapat efektif pada Selasa (18/11/2014).
Hatta Rajasa menyambut baik bubarnya DPR tandingan sebagaimana disebutkan Pramono. Namun, dia berharap fraksi-fraksi di DPR dari partai-partai dalam Koalisi Merah Putih maupun Koalisi Indonesia Hebat tetap bisa bekerja dengan kritis setelah ini tetapi tak menjadikan perbedaan pendapat sebagai penghalang. "KMP dan KIH biarkan tetap ada, itu bagus. Tapi dualisme di DPR sudah tidak ada lagi," ujar dia.
Kesepakatan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat ini terjadi setelah penghapusan sebagian Pasal 74 dan Pasal 98 UU MD3 yang terkait dengan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat sebagaimana permintaan Koalisi Indonesia Hebat.
Hatta menyatakan sebelumnya, pasal yang dihapus adalah yang bersifat pengulangan dari Pasal 79 dan penjabarannya di Pasal 194 sampai 227 UU yang sama. Tak semua permintaan Koalisi Indonesia Hebat, juga dipenuhi dalam kesepakatan ini. Pasal 98 ayat 6 UU MD3 tetap dipertahankan.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Penulis | : Ihsanuddin |
Editor | : Palupi Annisa Auliani |
Dukung DPR Tandingan, Megawati Hancurkan Rekonsiliasi Jokowi
JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dikabarkan mengetahui dan merestui Koalisi Indonesia Hebat (KIH) membentuk Pimpinan DPR tandingan.
Megawati Soekarnoputri
Peneliti divisi kajian hukum tatanegara Sigma Imam Nasef menilai, dukungan Megawati terhadap pembentukan DPR tandingan jelas melanggar etika. Dia menambahkan, seharusnya mantan Presiden kelima tersebut mendukung upaya rekonsiliasi yang sedang dilakukan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Mestinya Mega mendorong rekonsiliasi agar berjalan sesuai relnya," jelas Nasef kepada Okezone, Selasa (4/11/2014).
Upaya Rekonsiliasi Jokowi dengan Prabowo Subianto
Dia pun mempertanyakan kapasitas Megawati sebagai negarawan, jika menyetujui dan mendukung lahirnya DPR tandingan yang melanggar konstitusi. "Kalau seperti itu mana sisi kenegarawannya?" terangnya.
Menurut Nassef, restu orang nomor satu di partai pengusung Jokowi tersebut justru dapat menjadi sumber konflik baru dengan Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen. "Makin tidak selesai kalau begitu jadinya," tegasnya.
Semakin panjangnya kisruh di parlemen, lanjut Nassef, juga berpotensi menghambat kinerja legislatif. "Nanti eksekutifnya kerja, legislatifnya ribut terus," sambungnya.
Nassef pun menjabarkan masalah yang akan muncul jika kekisruhan di DPR tak segera diselesaikan. Pertama, saat penyusunan program legislasi naisonal (prolegnas) 2015, akan semakin lama. Kedua, fungsi budgeting juga akan menemui jalan buntu ketika DPR masih terpecah.
"Apalagi ada perubahan nomenklatur lembaga kementerian, itu kan bisa terhambat," lanjutnya.
Masalah Ketiga, kata Nassef, DPR hanya memiliki sedikit waktu untuk memantau jalannya pemerintahan Presiden Jokowi. "Nanti, bisa nggak dijalankan fungsi controling-nya," tutupnya.(fid)
(ful)
Megawati Soekarnoputri
Peneliti divisi kajian hukum tatanegara Sigma Imam Nasef menilai, dukungan Megawati terhadap pembentukan DPR tandingan jelas melanggar etika. Dia menambahkan, seharusnya mantan Presiden kelima tersebut mendukung upaya rekonsiliasi yang sedang dilakukan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Mestinya Mega mendorong rekonsiliasi agar berjalan sesuai relnya," jelas Nasef kepada Okezone, Selasa (4/11/2014).
Upaya Rekonsiliasi Jokowi dengan Prabowo Subianto
Dia pun mempertanyakan kapasitas Megawati sebagai negarawan, jika menyetujui dan mendukung lahirnya DPR tandingan yang melanggar konstitusi. "Kalau seperti itu mana sisi kenegarawannya?" terangnya.
Menurut Nassef, restu orang nomor satu di partai pengusung Jokowi tersebut justru dapat menjadi sumber konflik baru dengan Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen. "Makin tidak selesai kalau begitu jadinya," tegasnya.
Semakin panjangnya kisruh di parlemen, lanjut Nassef, juga berpotensi menghambat kinerja legislatif. "Nanti eksekutifnya kerja, legislatifnya ribut terus," sambungnya.
Nassef pun menjabarkan masalah yang akan muncul jika kekisruhan di DPR tak segera diselesaikan. Pertama, saat penyusunan program legislasi naisonal (prolegnas) 2015, akan semakin lama. Kedua, fungsi budgeting juga akan menemui jalan buntu ketika DPR masih terpecah.
"Apalagi ada perubahan nomenklatur lembaga kementerian, itu kan bisa terhambat," lanjutnya.
Masalah Ketiga, kata Nassef, DPR hanya memiliki sedikit waktu untuk memantau jalannya pemerintahan Presiden Jokowi. "Nanti, bisa nggak dijalankan fungsi controling-nya," tutupnya.(fid)
Ketua DPR akan Ikuti Keinginan Kubu PDIP
Rabu, 05/11/2014 12:20 WIB
Ketua DPR Setya Novanto bersedia mengakomodasi keinginan kubu PDIP. (detikfoto/Lamhot Aritonang)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Ketua DPR Setya Novanto menyatakan dualisme di
parlemen akan berakhir dalam waktu dekat. Menurutnya, lobi politik
antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat berjalan baik.“Kami (akan) jalankan sesuai dengan keinginan KIH. Pokoknya saya akan memberikan yang terbaik agar kedua belah pihak (KIH dan KMP) bisa menjalankan DPR dengan sebaik-baiknya,” kata Setya di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11).
Ia mengemukakan hal itu menanggapi solusi damai yang ditawarkan Demokrat, yakni memberikan 16 kursi wakil ketua komisi kepada KIH. Solusi itu mencuat dalam pertemuan Ketua Harian Demokrat Syarif Hasan dengan fungsionaris PDIP Aria Bima, Selasa kemarin (4/11).
Setya mengatakan KIH dan KMP sama-sama ingin mengakhiri perseteruan di DPR. “Kami (KMP) dan KIH yang diwakili Saudara Pramono Anung melakukan musyawarah mufakat untuk bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga besar DPR RI,” ujar Bendahara Umum Golkar itu.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat persoalan sudah bisa selesai. Semua untuk kepentingan rakyat,” kata Setya. Namun ia tak mau merinci apa saja alternatif solusi yang saat ini dipertimbangan kedua kubu.
Setya meminta dukungan masyarakat agar ia sebagai Ketua DPR dapat mengakhiri perselisihan di DPR, sehingga program-program pemerintah Jokowi pun dapat berjalan efektif.
Sementara Pramono Anung menekankan pentingnya kedua kubu mengalah untuk kepentingan yang lebih besar. “Harus ada yang keras dan lunak. Tidak bisa semuanya keras. Harus ada yang duduk bersama dan berdiskusi dengan lainnya,” kata dia.
Aria Bima mengatakan solusi yang ditawarkan Demokrat amat baik. “Kalau KMP menyepakati 16 wakil pimpinan komisi untuk kami (KIH), masalah selesai,” kata dia.
(agk)
PDIP: Prabowo Subianto Setuju Syarat KIH
Koalisi Jokowi giat melobi pimpinan KMP untuk minta jatah kursi DPR
Selasa, 4 November 2014, 14:23
Aries Setiawan, Nur Eka Sukmawati
(VIVAnews/Nur Eka Sukmawati)
Politikus PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan perlu ada persepsi yang diubah agar DPR bisa menjadi satu. Koalisi Indonesia Hebat, kata dia, menginginkan agar jatah pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan dibagi berdasarkan jumlah perolehan suara.
"Jadi bukan bagi-bagi kekuasaan, tapi proporsional," kata Aria di Gedung DPR, Jakarta.
Ia mengusulkan agar pemilihan pimpinan di DPR dikocok ulang. Dengan begitu, Koalisi Indonesia Hebat bisa mendapatkan jatah 16 kursi pimpinan.
"Kami ajukan opsi yang tidak berlebihan. 16 itu bisa diterima, itu paling bijak menurut saya," jelas dia.
Aria mengklaim syarat dari koalisi pro Jokowi ini telah mendapat persetujuan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ia juga berharap bisa mengkomunikasikan hal ini kepada Ketua Umum Harian Partai Demokrat Syarief Hasan.
"Saya mau ngobrol sama Syarief Hasan untuk lobi dengan Partai Demokrat. Partai Demokrat ada titik terang, PAN setuju. Gerindra setuju 40:60, Pak Prabowo bilang ke saya," ungkap dia.
Bukan hanya mendapat dukungan dari tiga partai politik dalam Koalisi Merah Putih, Aria juga mengklaim bahwa Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie akan memberi jalan terkait syarat dari Koalisi Indonesia Hebat.
"Pak ARB akan didekati Mas Pram (Pramono Anung). Pak ARB akan beri ruang jalan tengah," ucap dia.
Prabowo dan Jokowi kompak satu suara soal DPR tandingan
Reporter : Mardani | Sabtu, 1 November 2014 09:03
Merdeka.com - Konstelasi politik di parlemen terus memanas. Penyebabnya, Koalisi Merah Putih kembali menyapu bersih posisi penting di parlemen.
Jika sebelumnya koalisi pendukung Prabowo-Hatta itu berhasil menguasai kursi pimpinan DPR dan MPR, kali ini KMP berhasil menyapu bersih pimpinan komisi dan alat kelengkapan di DPR.
Hal itu mengakibatkan kekecewaan di kubu parpol Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Koalisi pendukung Jokowi-JK ini tak terima tak mendapat posisi sama sekali di komisi dan alat kelengkapan DPR.
Mereka kemudian melakukan manuver membuat pemilihan pimpinan DPR, komisi dan alat kelengkapan DPR tandingan. Mereka terdiri dari anggota Fraksi PDI Perjuangan, F-PKB, F-NasDem, F-Hanura, dan F-PPP.
Rapat itu berisi celetukan dan penuh sindiran kepada Koalisi Merah Putih (KMP). Rencananya mereka akan kembali menggelar rapat Senin mendatang untuk memutuskan siapa saja pimpinan DPR tandingan.
Manuver yang dilakukan para pendukung di parlemen akhirnya membuat Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto angkat bicara.
Keduanya kompak tak sepakat ada DPR tandingan. Jokowi meminta semua pihak menahan diri. Lebih baik seluruh pihak, baik KIH maupun KMP sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan.
"Ya akan lebih baik kalau kita ini bersatu, akan lebih baik kita ini jaga persatuan dan kesatuan," singkat Jokowi usai salat Jumat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/10).
Menurut Jokowi, persatuan itu penting karena sikap yang diambil para pemimpin negeri akan dicontoh oleh rakyat.
"(Menjaga persatuan) Akan dicontoh oleh rakyat," tutupnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Mantan capres di pilpres 2014 ini mengecam manuver DPR tandingan yang dilakukan fraksi parpol pendukung Jokowi-JK di DPR.
Menurutnya, DPR tandingan adalah bentuk ketidakdewasaan dalam berpolitik. Selain itu, DPR tandingan sangat merugikan bangsa.
"DPR tandingan adalah bentuk ketidakdewasaan, tidak ada itu tanding-tandingan. Ini sangat merugikan bangsa. Coba kamu cek undang-undang, nggak ada itu DPR tandingan," kata Prabowo saat ditemui sesuai mengikuti Muktamar PPP di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (30/10).
Ancaman Sanksi Anggota yang Ikut Paripurna DPR Tandingan
01 Nov 2014 06:38
Fahri Hamzah (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Liputan6.com, Jakarta - DPR tandingan dari Fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat
(KIH) menggelar rapat paripurna perdana Jumat 31 Oktober 2014 pagi.
Rapat tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum lantaran pimpinan DPR
yang sah tidak hadir dalam rapat tandingan tersebut. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun angkat bicara mengenai ancaman sanksi bagi anggota yang mengikuti rapat tersebut.
"Kita bentuk MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan). Kita harus mengirimkan pesan baik," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (31/10/2014) malam.
Fahri berujar, pimpinan dewan terus berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal itu diperlihatkan, dimana pimpinan dewan hadir dalam pelantikan Jokowi. Sementara, Pimpinan DPR memberikan pertimbangan nomenklatur kementerian.
Politisi PKS itu mengingatkan, bahwa MKD berbeda dengan Badan Kehormatan (BK) periode lalu.
"Serahkan MKD yang akan menjalankan. Saya ingatkan MKD berbeda dengan BK, ini dibentuk peradilan etik (bagi anggota dewan)," tandas Fahri.
Anggota DPR dari fraksi pendukung Jokowi-JK menggelar sidang paripurna di Ruang Rapat Badan Musyawarah (Bamus), Gedung Kura-Kura, Senayan. Dari 247 anggota dewan yang tergabung dalam fraksi di KIH, ada 176 orang yang hadir. Jumlah ini berdasar lembar absensi pukul 10.55 WIB, Jumat 31 Oktober 2014.
176 Anggota dewan itu terdiri dari PDIP 80 orang, Hanura 15, PPP 14, PKB 35, Nasdem 32.
MA Tolak Lantik Pimpinan DPR Tandingan
"Karena sampai saat ini belum ada surat permintaan pelantikan tersebut yang datang ke Mahkamah," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur di kantornya, Jumat, 31 Oktober 2014. (Baca: Kubu KIH Gelar Sidang Paripurna DPR Tandingan)
Ridwan mengatakan Mahkamah tidak mungkin melantik pimpinan DPR tandingan. Musababnya, kata Ridwan, itu jelas bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi yang berlaku.
"Mahkamah hanya akan melantik sesuai asas hukum saja," ujar Ridwan. "Tidak yang di luar asas hukum." (Baca: Kisruh DPR, Ketua MK: Demokrasi Pancasila Hilang)
Sebelumnya, partai di dalam Koalisi Indonesia Hebat membuat pimpinan DPR tandingan untuk memilih pimpinan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka juga meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD.
Pimpinan DPR tandingan dibentuk sebagai mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang menunjukkan upaya menjegal dan menghambat pemerintahan Jokowi.
REZA ADITYA
JK: DPR Tandingan Tidak Perlu Ada
Karena itu, JK berharap dua kubu yang berselisih di parlemen segera melakukan musyawarah untuk menyelesaikan masalah dualisme tersebut. JK berharap ada prinsip saling memberi di antara kedua koalisi agar tercipta sebuah harmoni.
"Butuh suatu musyawarah yang saling memberi dan menerima dari satu dan lain pihak. Harus ada toleransi bersama karena demokrasi, kan, harus begitu," ujar JK, yang mengaku optimistis kedua kubu bakal menyelesaikan masalah dualisme ini dengan baik. (Baca: Tokoh-tokoh Koalisi Bertemu, DPR Tetap Ricuh)
JK menganggap masalah yang terjadi di parlemen hanya persoalan teknis lantaran kedua petinggi koalisi sudah beberapa kali melakukan pertemuan untuk meredakan tensi politik. "Ini menyangkut jumlah-jumlah pembagian yang harus mereka bicarakan lagi," ucap JK. "Ya, kita lihat nanti. Sekarang masih aman-aman saja, kan."
Koalisi partai pendukung Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla, membentuk pimpinan Dewan sendiri lantaran kecewa dengan sikap koalisi partai pendukung mantan kandidat presiden Prabowo Subianto, yang menguasai seluruh alat kelengkapan legislatif. (Baca: Prabowo: DPR Tandingan Rugikan Rakyat)
Mereka yang ditunjuk adalah Pramono Anung dari PDI Perjuangan sebagai Ketua DPR. Posisi Pramono lalu digantikan Effendi Simbolon. Adapun wakilnya adalah Abdul Kadir Karding dari Partai Kebangkitan Bangsa, Patrice Rio Capella dari Partai NasDem, Syaifullah Tamliha dari Partai Persatuan Pembangunan, serta Dossy Iskandar Prasetyo dari Partai Hanura.
PRIHANDOKO
DPR Terbelah, Puan: Kita Saling Mengalah Dulu
Puan mengatakan parlemen kisruh karena baik kubu Koalisi Prabowo maupun Koalisi Jokowi tidak dapat meredam emosi yang memicu terjadinya dualisme kepemimpinan. "Saya harap teman-teman di parlemen bisa meredam emosi masing-masing dan mempunyai sikap kenegarawanan," ucap Puan.(Baca:Fahri Hamzah: Tangkap Semua Kekuatan Ilegal di DPR)
Puan, yang dulu menjabat Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR, berharap kedua kubu dapat menyelesaikan konflik dengan duduk bersama untuk bermusyawarah agar konflik dapat lebih reda. "Kita saling mengalah dulu agar situasi lebih kondusif dibanding sebelumnya," ujar Puan. (Baca:Ketua MK Minta Ketua Parpol Mediasi Konflik DPR)
Saat ini di parlemen muncul wacana pembentukan pimpinan DPR tandingan yang digulirkan fraksi-fraksi pendukung Jokowi-Kalla. Gagasan itu mereka sodorkan karena pimpinan DPR gagal mengesahkan penetapan perwakilan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.(Baca:Jokowi Ajak DPR Jaga Persatuan)
Akibat kegagalan itu, fraksi pendukung pemerintah yang terdiri atas Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa, Fraksi NasDem, Fraksi Hanura, dan Fraksi Persatuan Pembangunan gagal mencalonkan wakil masing-masing dalam pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR.(Baca:JK: DPR Tandingan Tidak Perlu Ada)
Koalisi Jokowi mengeluarkan pernyataan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR.
Pernyataan mosi tidak percaya itu digodok dalam Rapat Paripurna DPR tandingan yang digelar di ruang Fraksi PDIP, Kompleks Parlemen, Senayan.(Baca:Tokoh-tokoh Koalisi Bertemu, DPR Tetap Ricuh )DEVY ERNIS
Pramono Anung Tolak Jadi Ketua DPR Tandingan
JAKARTA - Konfrensi pers yang diadakan
kader Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR menyebutkan nama Pramono
Anung sebagai calon Ketua DPR tandingan. Namun, politikus senior PDIP
itu malah menunjukkan sikap berbeda.
Selain tidak hadir dalam konfrensi pers, di akun Twitternya
@pramonoanung, Pramono menuliskan sikapnya yang tidak setuju dengan
adanya DPR tandingan.
"Lebih baik asli daripada tandingan, akal sehat harus tetap
dimiliki dalam kondisi tensi tinggi dipertandingkan politik #sabar,"
tulisnya, Kamis (30/10/2014).
Beberapa jam sebelumnya, Pramono juga sempat menuliskan
kegusarannya tentang hal itu. "Hanya bisa menggelengkan kepala saja, apa
yang mau ditandingkan #selaattidur," kata dia.
Sebelumnya, KIH mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Pimpinan DPR
yang dinilai tidak bisa berlaku adil dan menyalahi tatib yang berlaku.
Mereka bahkan mengajukan nama-nama pengganti pimpinan DPR RI, yakni
Ketua Pramono Anung, Wakil Ketua Abdul Kadir Karding, Saifullah Tamliha,
Patrice Rio Capella dan Dossy Iskandar.
(ded)
Pramono Anung: Lebih Baik Asli daripada Tandingan
Kamis, 30 Oktober 2014, 12:37 WIB ,Republika/ Yasin Habibi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus senior PDI Perjuangan
didaulat menjadi ketua DPR tandingan. Tapi ternyata, ia malah menunjukan
sikap yang berbeda dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang
mendukungnya.
"Lebih baik asli drpd tandingan, akal sehat harus tetap dimiliki dalam kondisi tensi tinggi dipertandingan politik #Sabar," tulisnya dalam akun twitter @pramonoanung, Kamis (30/10) pagi.
Sebelumnya, lima partai yang tergabung dalam KIH melayangkan mosi tidak percaya terhadap para pimpinan DPR. Mereka menilai, lima pimpinan DPR tak berlaku demokratis dan tidak cakap dalam memimpin di berbagai sidang yang dilakukan.
Karenanya, mereka mendorong lima partai pendukung Jokowi membantuk DPR tandingan. Ketua yang dipilih adalah Pramono Anung dari PDIP. Sementara empat wakilnya adalah Rio Patrice Capella (Nasdem), Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), dan Dossy Iskandar (Hanura).
"Hanya bisa menggelengkan kepala saja, apa yg harus ditandingkan.. #SelamatTidur," tambah dia.
"Lebih baik asli drpd tandingan, akal sehat harus tetap dimiliki dalam kondisi tensi tinggi dipertandingan politik #Sabar," tulisnya dalam akun twitter @pramonoanung, Kamis (30/10) pagi.
Sebelumnya, lima partai yang tergabung dalam KIH melayangkan mosi tidak percaya terhadap para pimpinan DPR. Mereka menilai, lima pimpinan DPR tak berlaku demokratis dan tidak cakap dalam memimpin di berbagai sidang yang dilakukan.
Karenanya, mereka mendorong lima partai pendukung Jokowi membantuk DPR tandingan. Ketua yang dipilih adalah Pramono Anung dari PDIP. Sementara empat wakilnya adalah Rio Patrice Capella (Nasdem), Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), dan Dossy Iskandar (Hanura).
"Hanya bisa menggelengkan kepala saja, apa yg harus ditandingkan.. #SelamatTidur," tambah dia.
Ini Saran Bijak Menag Lukman Soal DPR Tandingan
Lukman Hakim Saifuddin di Kantor Presiden (Moksa/detikcom)
Jakarta - Parlemen Indonesia kembali
memanas setelah Koalisi Indonesia Hebat membentuk DPR tandingan. Bagi
politisi di DPR, ada baiknya mendengar saran serta harapan dari seorang
Menteri Agama Lukman Hakim Syarifuddin."Saya berharap agar ini segera cair, dalam 2-3 hari ke depan. Bagaimana pun juga bangsa ini besar," kata Lukman di Kantor Presiden, Jalan Veteran Jakarta Pusat, Jumat (31/10/2014).
"Karenanya, kebersamaan itu amat sangat penting dan mutlak ada dalam setiap pemimpin negeri ini," lanjutnya.
Lukman menjelaskan, selama ini yang terjadi di DPR adalah proporsional. Bagi pemilik kursi yang lebih banyak tentu akan mendapat hak yang lebih besar pula.
"Tapi bukan berarti yang kecil tidak dapat sama sekali," kata dia.
Hari ini KIH menggelar rapat paripurna tandingan. Paripurna yang dihadiri 178 anggota dewan dari PDI Perjuangan, NasDem, PKB, Hanura dan PPP menetapkan pimpinan DPR juga nama-nama untuk alat kelengkapan dewan.
Paripurna tandingan memutuskan Ida Fauziah menjadi Ketua DPR dengan Wakil Ketua DPR diisi Syaifullah Tamliha dari PPP, Effendi Simbolon dari PDIP, Dossy Iskandar dari Hanura, dan Supriyadi dari NasDem
Jumat, 31 Oktober 2014 , 13:01:00
Pesan Presiden untuk DPR: Lebih Baik Bersatu
JAKARTA - Presiden
RI Joko Widodo menyesalkan kisruh yang terjadi di parlemen antara parpol
Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Presiden
berharap fraksi-fraksi di parlemen bersatu untuk menjalankan tugasnya.
"Akan lebih baik kalau kita ini bersatu.
Akan lebih baik kalau kita ini menjaga persatuan dan kesatuan," tutur
Presiden di kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (31/10).
Kisruh di DPR terjadi akibat KMP yang
terus mendominasi parlemen. Tak terima demikian, KIH pun membentuk DPR
tandingan demi menekan KMP. KIH juga membuat rapat paripurna tandingan
di DPR karena tak ingin ikut dalam rapat paripurna bersama KMP.
Berbagai debat kusir pun terjadi di
parlemen akibat tingkah para wakil rakyat yang enggan bersatu tersebut.
Oleh karena itu Presiden meminta semuanya bersatu karena DPR seharusnya
jadi panutan publik.
"Itu akan dicontoh oleh rakyat," kata Presiden. (flo/jpnn)
Pengamat: Koalisi Indonesia Hebat Ceroboh Angkat Pimpinan DPR Tandingan
Kamis, 30 Oktober 2014 10:49 WIB
TRIBUNNEWS.COM/Ferdinand Waskita
Anggota
DPR dari partai pendukung Koalisi Indonesia Hebat mengeluarkan mosi
tidak percaya dengan pimpinan DPR sekarang, sehingga mengangkat pimpinan
DPR tandingan, Rabu (29/10/2014).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai langkah Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mengeluarkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP), sekaligus mengangkat pimpinan baru adalah kecerobohan.
"Karena mosi tidak percaya yang mereka ajukan kepada ketua tidak dengan sendirinya berlaku tanpa pengakuan anggota DPR lain. Padahal, jika dihitung komposisi antara KIH dan KMP jelas mosi itu dengan sendirinya tertolak," ujar Ray dalam pesannya di Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Berdasar kalkulasi politik, keterwakilan anggota dewan dari pendukung KIH hanya mengantongi 33 persen suara di DPR. Sudah bisa dipastikan penetapan unsur pimpinan DPR versi KIH tak mendapat dukungan mayoritas anggota dewan, di mana sisanya 67 persen adalah pendukung KMP.
"Dengan sendirinya penetapan unsur pimpinan DPR versi KIH juga tak mendapat dukungan mayoritas. Tentu saja, pilihan atas unsur pimpinan tanpa dukungan mayoritas dengan sendirinya tak berdasar dan legitimasinya rendah," sambung Direktur Lingkar Madani Indonesia itu.
Kekeliruan itu, sambung Ray, diperparah dengan permintaan KIH agar Presiden mengeluarkan Perppu atas Undang-Undang MD3. Permintaan itu jelas akan menyulitkan posisi presiden karena ditarik-tarik ke dalam konflik internal DPR.
Jika presiden salah langkah dalam melihat konflik ini, bisa jadi ini menjadi awal yang sulit bagi Pemerintahan Jokowi-JK di masa mendatang. Apalagi tak ada hal genting yang mendasari presiden mengeluarkan perppu tersebut, apalagi tak ada kepentingan langsung rakyat.
Sikap KIH berbuat demikian hanya memperpanjang konflik kepentingan di DPR dan memperlihatkan ketidakmatangan dalam politik. KIH tak perlu ngotot dengan berbagai cara untuk sekadar mendapatkan satu atau dua kursi ketua komisi.
Sesungguhnya politik tak mati hanya karena tak dapat posisi ketua komisi. Politk juga tak hanya satu atau dua tahun ini. Ada waktu lima tahun ke depan. Dalam rentang itu banyak hal bisa dilakukan dan bisa saja berubah karena segala kemungkinan bisa dinegosiasikan.
Ray menambahkan, potensi membentuk koalisi-koalis baru tidak mustahil. Bahkan sangat mungkin untuk merevisi UU MD3 yang memang tidak demokratis itu. Sekalipun begitu, memang perlu juga melihat kiprah KMP, khususnya dalam memimpn sidang-sidang pripurna.
"Gaya pimpinan sidang yang terlihat tak netral harus diubah. Mereka bukan lagi milik koalisi tertentu. Mereka fasilitator atas semua kepentingan di DPR. Sikap yang mengabaikan netralitas akan selalu memancing kericuhan. Sehingga pimpinan DPR harus netral!" tegasnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai langkah Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mengeluarkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP), sekaligus mengangkat pimpinan baru adalah kecerobohan.
"Karena mosi tidak percaya yang mereka ajukan kepada ketua tidak dengan sendirinya berlaku tanpa pengakuan anggota DPR lain. Padahal, jika dihitung komposisi antara KIH dan KMP jelas mosi itu dengan sendirinya tertolak," ujar Ray dalam pesannya di Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Berdasar kalkulasi politik, keterwakilan anggota dewan dari pendukung KIH hanya mengantongi 33 persen suara di DPR. Sudah bisa dipastikan penetapan unsur pimpinan DPR versi KIH tak mendapat dukungan mayoritas anggota dewan, di mana sisanya 67 persen adalah pendukung KMP.
"Dengan sendirinya penetapan unsur pimpinan DPR versi KIH juga tak mendapat dukungan mayoritas. Tentu saja, pilihan atas unsur pimpinan tanpa dukungan mayoritas dengan sendirinya tak berdasar dan legitimasinya rendah," sambung Direktur Lingkar Madani Indonesia itu.
Kekeliruan itu, sambung Ray, diperparah dengan permintaan KIH agar Presiden mengeluarkan Perppu atas Undang-Undang MD3. Permintaan itu jelas akan menyulitkan posisi presiden karena ditarik-tarik ke dalam konflik internal DPR.
Jika presiden salah langkah dalam melihat konflik ini, bisa jadi ini menjadi awal yang sulit bagi Pemerintahan Jokowi-JK di masa mendatang. Apalagi tak ada hal genting yang mendasari presiden mengeluarkan perppu tersebut, apalagi tak ada kepentingan langsung rakyat.
Sikap KIH berbuat demikian hanya memperpanjang konflik kepentingan di DPR dan memperlihatkan ketidakmatangan dalam politik. KIH tak perlu ngotot dengan berbagai cara untuk sekadar mendapatkan satu atau dua kursi ketua komisi.
Sesungguhnya politik tak mati hanya karena tak dapat posisi ketua komisi. Politk juga tak hanya satu atau dua tahun ini. Ada waktu lima tahun ke depan. Dalam rentang itu banyak hal bisa dilakukan dan bisa saja berubah karena segala kemungkinan bisa dinegosiasikan.
Ray menambahkan, potensi membentuk koalisi-koalis baru tidak mustahil. Bahkan sangat mungkin untuk merevisi UU MD3 yang memang tidak demokratis itu. Sekalipun begitu, memang perlu juga melihat kiprah KMP, khususnya dalam memimpn sidang-sidang pripurna.
"Gaya pimpinan sidang yang terlihat tak netral harus diubah. Mereka bukan lagi milik koalisi tertentu. Mereka fasilitator atas semua kepentingan di DPR. Sikap yang mengabaikan netralitas akan selalu memancing kericuhan. Sehingga pimpinan DPR harus netral!" tegasnya.
PDIP: Ketua DPR Tandingan Bukan Kudeta
Rabu, 29/10/2014 18:53 WIB
Kubu PDIP mengajukan Pramono Anung sebagai Ketua DPR tandingan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
menyatakan langkah mereka mengajukan pimpinan DPR tandingan merupakan
hak konstitusional yang dilindungi konstitusi.“Koalisi Indonesia Hebat tidak melakukan kudeta. Kami hanya menegaskan prinsip dan pendirian politik sebagai pendukung pemerintah yang sah,” kata juru bicara kubu PDIP, Arif Wibowo, di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10).
Pengajuan pimpinan DPR tandingan dilakukan PDIP setelah koalisi Prabowo menyapu bersih seluruh kursi pimpinan komisi. Mereka tak menghiraukan ketidakhadiran PDIP dalam rapat pemilihan pimpinan komisi, dan otomatis menetapkan paket calon yang diajukan Koalisi Merah Putih sebagai pimpinan tiap-tiap komisi. (Baca: Koalisi Prabowo Kuasai Kursi Pimpinan Komisi)
Untuk menggolkan pimpinan DPR tandingan mereka, kubu PDIP lantas menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3), sebab UU MD3 itulah yang sebelumnya menghambat mereka memperoleh kursi pimpinan DPR.
“Dilakukannya perubahan terhadap UU MD3 adalah preseden buruk yang sejak lama diprediksi,” ujar Arif. Berdasarkan UU MD3 yang baru, kursi ketua DPR tidak lagi diberikan secara langsung pada partai pemenang pemilu. Pimpinan DPR dipilih berdasarkan sistem paket. Lima fraksi harus mengajukan sekaligus satu calon ketua dan empat calon wakil ketua DPR. Kubu PDIP yang hanya terdiri dari empat fraksi –PDIP, PKB, Hanura, dan Nasdem– pun tersingkir karena tak dapat mencalonkan paket pimpinan DPR.
Menurut Arif, koalisi Prabowo jelas berniat menjegal kubu PDIP dan pemerintahan Jokowi-JK. Oleh sebab itu pemilihan ulang pimpinan DPR perlu dilakukan agar pemerintah Jokowi tak mengalami gangguan politik tak berkesudahan dari kubu Prabowo di parlemen.
Pemilihan pimpinan DPR tak bisa serta-merta dilakukan. Namun dengan Perppu yang dikeluarkan Jokowi, hal itu mungkin. Lewat Perppu, Jokowi bisa membatalkan UU MD3 yang berlaku saat ini.
Rencana kubu PDIP ini ditentang oleh pimpinan DPR. Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Hidayat Nur Wahid menganggap tak ada kondisi mendesak yang membuat Perppu MD3 layak dikeluarkan. “Di sini bukan rimba. DPR lembaga yang menyusun legislasi. Jadi mestinya anggota taat pada hukum. Hukum ada di UU MD3 dan Tata Tertib –yang telah mereka gugat ke MK dan ditolak,” kata Hidayat. (Baca: MK Tolak Seluruh Gugatan PDIP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar