Sabtu, 24 Januari 2015

Cara JOKOWI menyelesaikan konflik KPK vs POLRI, yang Meminta Komjen Budi Gunawan Mundur Kini Dipanggil Jokowi

Rabu, 28/01/2015 10:54 WIB

Jenderal Antikorupsi Itu Kini Direkrut Presiden Jokowi

 
Presiden Jokowi saat mengumumkan tim penyelamat KPK dan Polri (Foto - Intan/Setpres)
Jakarta - Presiden Joko Widodo kemarin memutuskan untuk memperkuat Tim Independen untuk menyelesaikan konflik antara Kepolisian Negara RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim yang awalnya berjumlah tujuh ditambah dua orang lagi.

Dua nama terakhir yang masuk bukan sembarangan. Mereka adalah mantan anggota Panitia Seleksi Komisioner KPK Imam Prasodjo dan mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal (purn) Sutanto. Sutanto menambah satu lagi unsur kepolisian di Tim Independen setelah mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (purn) Oegroseno.

Seperti apa sosok Sutanto sehingga direkrut Presiden Jokowi menjadi anggota Tim 9?

Sutanto yang lahir di Comal, Pemalang, Jawa Tengah, 30 September 1950 itu merupakan lulusan terbaik peraih Bintang Adhi Makayasa Akademi Kepolisian RI angkatan 1973.

Sejak diangkat menjadi Kepala Kepolisian RI pada 7 Juli 2005, Jenderal Sutanto langsung menabuh genderang perang melawan 4 jenis kejahatan yaitu pertama; korupsi, illegal logging, illegal mining dan penyelundupan. Kedua, kejahatan yang berdampak luas terhadap masyarakat seperti judi dan narkoba.

Ketiga, kejahatan yang meresahkan masyarakat seperti aksi premanisme. Terakhir, menindak aneka bentuk pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan kecelakaan, ketidaktertiban dan kemacetan.

Di bidang pemberantasan perjudian, Sutanto memang tak mengenal kata kompromi. Saat menjabat Kapolda Sumatera Utara pada tahun 2000 dia menangkap gembong judi terbesar di Medan kala itu.

Mereka yang Meminta Komjen Budi Gunawan Mundur Kini Dipanggil Jokowi

Presiden Jokowi bersama Tim Tujuh (Foto - Intan/Setpres)Jakarta - Desakan agar Komisaris Jenderal Budi Gunawan mundur dari bursa calon Kepala Kepolisian RI begitu kuat sejak dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tuntutan datang dari berbagai kalangan dan latar belakang. Ada mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen (Purn) Oegroseno, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, juga mantan Wakil ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Pekan ini tiga tokoh yang gencar menuntut Komjen Budi Gunawan mundur itu dipanggil ke Istana oleh Presiden Jokowi. Oegroseno dan Erry Riyana menjadi anggota Tim Tujuh yang diberi tugas menyelesaikan konflik antara KPK dan oknum Polri. Senin kemarin Denny Indrayana juga dipanggil ke Istana.

Sebelum dipanggil ke Istana, Oegroseno mengkritik cara Presiden mengajukan calon Kapolri tanpa melalui Dewan Kebijakan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri.

Setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, kritik Oegro kian keras. Dia meminta Kepala Lembaga Pendidikan Polri yang pernah menjadi ajudan Megawati itu mundur dari bursa calon pemegang tongkat komando Tri Brata I (TB I).

Belakangan Oegro juga mengkritik cara serampangan Bareskrim Polri yang menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. "Ini sudah melanggar etika. Nah makanya penyakitnya ada di dua, pertama di Budi Gunawan dan di Budi Waseso. Udah dinonaktifkan saja itu, aman sudah," kata Oegro, Senin (26/1/2015).

Mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana juga mendesak Komjen Budi Gunawan mundur sebagai calon Kapolri. "Saya percaya sebagai pemegang korps Bhayangkara, jika berkenan Komjen Budi Gunawan mengundurkan diri. Itu menjadi sikap yang elegan," kata Erry. Next

Drama KPK-Polri: Tanggapan Jokowi 'tidak selesaikan masalah'

  • 23 Januari 2015
Jokowi
Jokowi menyampaikan dua himbuan bagi KPK dan Polri.
Pernyataan Presiden Joko Widodo atas penangkapan deputi ketua KPK Bambang Widjojanto dinilai oleh aktivis tidak menyelesaikan masalah.
Dalam jumpa pers di Istana Bogor, Jokowi antara lain didampingi Ketua KPK Abraham Samad yang baru ditemuinya, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan, dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.
Dalam pertemuan dengan Ketua KPK dan Wakapolri, Jokowi mengatakan, "Sebagai kepala negara saya meminta kepada institusi Polri dan KPK, memastikan bahwa proses hukum yang ada harus obyektif dan sesuai dengan aturan UU yang ada."
Jokowi juga meminta agar tidak ada gesekan antara institusi Polri dan KPK saat menjalankan tugas masing-masing.
Di luar kedua hal yang bersifat himbauan umum itu, Jokowi tidak menyampaikan sikap, langkah maupun instruksi nyata.
Sikap Jokowi tersebut oleh aktivis dinilai tidak menyelesaikan masalah.
"Tanggapan itu justru memberi angin kepada polisi dan politisi korup. Seharusnya dia bisa perintah selaku presiden. Dia tidak bersikap layaknya presiden yang menang dipilih rakyat, tapi justru bersikap seperti petugas partai," kata Bhatara Ibnu Reza, peneliti dari lembaga Imparsial.
Sebelum menutup pernyataan kurang dari tiga menit yang diwarnai banyak jeda itu, Jokowi menyampaikan himbauan kepada pewarta.
"Kita berharap semuanya juga, media, terutama, menyampaikan hal-hal yang obyektif."
Berbeda dengan pembawaan biasanya, Jokowi tidak melayani tanya jawab dalam jumpa pers itu. Namun dalam berbagai kesempatan terkait pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri, Jokowi juga tidak membuka sesi tanya jawab.
Bambang Widjojanto ditangkap di halaman sekolah anaknya.
Beberapa saat sebelum jumpa pers, situs Kompas.com melaporkan bahwa pertanyaan para wartawan tentang penangkapan Bambang Widjojanto hanya disambut senyuman oleh Presiden Jokowi.
Juga, lapor Kompas, saat seorang wartawan berteriak, "Pak, negara sedang genting ini, Pak!" tapi Jokowi tetap hanya tersenyum.
___________________________________________________________________________________________________________________________
Bambang WidjojantoKasus yang menjerat Bambang Widjojanto
Berdasarkan keterangan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Ronny Sompie, berikut kronologi kasus tersebut.
Pada 15 Januari 2015, ada laporan masyarakat ke Mabes Polri tentang kasus sengketa pilkada 2010 di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Dari hasil penyidikan, ditemukan dua alat bukti sah untuk memeriksa Bambang.
Status Bambang ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan pasal 242 juncto pasal 55 KUHP tentang menyuruh saksi untuk memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan di Mahkamah Konstitusi.
"Belum ada perintah penahanan, baru dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka," kata Ronny.
Hingga Jumat sore, Bambang Widjojanto masih menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri di Jakarta.
___________________________________________________________________________________________________________________________
franz magnisFranz Magnis turut hadir di KPK memprotes penangkapan Bambang Widjojanto
Ada plester?
Jumpa pers Presiden Jokowi terjadi saat sejumlah pengacara yang mewakili Bambang Widjojanto juga memberi pernyataan pers di kompleks Markas Besar Polri.
Pendiri LBH APIK Nursyahbani Katjasungkana, mewakili puluhan pengacara Bambang, mengatakan bahwa klien mereka baru bersedia diperiksa sampai didampingi para penasihat hukumnya, seperti dijamin KUHAP.
Dalam penangkapan itu, kata Nursyahbani, polisi memborgol tangan Bambang.
Penangkapan, kata Nursyahbani, tampak sudah disiapkan rapi.
"Dalam perjalanan mengantar anaknya ke sekolah, lalu lintas yang biasanya macet jadi lancar, seperti sudah diatur, hingga BW (Bambang Widjojanto) sampai di sekolah anaknya," kata Nursyahbani.
"Begitu keluar dari kompleks sekolah, sejumlah polisi menangkap BW dan memasukannya ke dalam mobil."
Bambang protes dan menegaskan kepada para petugas bahwa penangkapan itu ada aturannya sendiri.
"Mereka justru meneror secara mental. Ada yang mengatakan, 'mana plester, mana plester,' untuk meneror mental klien kami."
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Ronny Sompie menyatakan bahwa, penangkapan Bambang berlangsung secara manusiawi.
Di Istana Bogor, usai jumpa pers presiden, plt Kapolri Badrodin Haiti mengulang keterangan kepala Humasnya, bahwa penangkapan Bambang dilakukan setelah polisi memperoleh tiga alat bukti, berupa dokumen, keterangan saksi dan keterangan ahli.

Tidak ada komentar: