Rabu, 28/01/2015 10:54 WIB
Jenderal Antikorupsi Itu Kini Direkrut Presiden Jokowi
Presiden Jokowi saat mengumumkan tim penyelamat KPK dan Polri (Foto - Intan/Setpres)
Dua nama terakhir yang masuk bukan sembarangan. Mereka adalah mantan anggota Panitia Seleksi Komisioner KPK Imam Prasodjo dan mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal (purn) Sutanto. Sutanto menambah satu lagi unsur kepolisian di Tim Independen setelah mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (purn) Oegroseno.
Seperti apa sosok Sutanto sehingga direkrut Presiden Jokowi menjadi anggota Tim 9?
Sutanto yang lahir di Comal, Pemalang, Jawa Tengah, 30 September 1950 itu merupakan lulusan terbaik peraih Bintang Adhi Makayasa Akademi Kepolisian RI angkatan 1973.
Sejak diangkat menjadi Kepala Kepolisian RI pada 7 Juli 2005, Jenderal Sutanto langsung menabuh genderang perang melawan 4 jenis kejahatan yaitu pertama; korupsi, illegal logging, illegal mining dan penyelundupan. Kedua, kejahatan yang berdampak luas terhadap masyarakat seperti judi dan narkoba.
Ketiga, kejahatan yang meresahkan masyarakat seperti aksi premanisme. Terakhir, menindak aneka bentuk pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan kecelakaan, ketidaktertiban dan kemacetan.
Di bidang pemberantasan perjudian, Sutanto memang tak mengenal kata kompromi. Saat menjabat Kapolda Sumatera Utara pada tahun 2000 dia menangkap gembong judi terbesar di Medan kala itu.
Mereka yang Meminta Komjen Budi Gunawan Mundur Kini Dipanggil Jokowi
Presiden Jokowi bersama Tim Tujuh (Foto - Intan/Setpres)Jakarta - Desakan agar Komisaris Jenderal Budi
Gunawan mundur dari bursa calon Kepala Kepolisian RI begitu kuat sejak
dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tuntutan datang dari berbagai kalangan dan latar belakang. Ada mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen (Purn) Oegroseno, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, juga mantan Wakil ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.
Pekan ini tiga tokoh yang gencar menuntut Komjen Budi Gunawan mundur itu dipanggil ke Istana oleh Presiden Jokowi. Oegroseno dan Erry Riyana menjadi anggota Tim Tujuh yang diberi tugas menyelesaikan konflik antara KPK dan oknum Polri. Senin kemarin Denny Indrayana juga dipanggil ke Istana.
Sebelum dipanggil ke Istana, Oegroseno mengkritik cara Presiden mengajukan calon Kapolri tanpa melalui Dewan Kebijakan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) Polri.
Setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, kritik Oegro kian keras. Dia meminta Kepala Lembaga Pendidikan Polri yang pernah menjadi ajudan Megawati itu mundur dari bursa calon pemegang tongkat komando Tri Brata I (TB I).
Belakangan Oegro juga mengkritik cara serampangan Bareskrim Polri yang menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. "Ini sudah melanggar etika. Nah makanya penyakitnya ada di dua, pertama di Budi Gunawan dan di Budi Waseso. Udah dinonaktifkan saja itu, aman sudah," kata Oegro, Senin (26/1/2015).
Mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana juga mendesak Komjen Budi Gunawan mundur sebagai calon Kapolri. "Saya percaya sebagai pemegang korps Bhayangkara, jika berkenan Komjen Budi Gunawan mengundurkan diri. Itu menjadi sikap yang elegan," kata Erry. Next
Drama KPK-Polri: Tanggapan Jokowi 'tidak selesaikan masalah'
- 23 Januari 2015
Jokowi menyampaikan dua himbuan bagi
KPK dan Polri.
Pernyataan Presiden Joko Widodo atas
penangkapan deputi ketua KPK Bambang Widjojanto dinilai oleh aktivis tidak
menyelesaikan masalah.
Dalam jumpa pers di Istana Bogor,
Jokowi antara lain didampingi Ketua KPK Abraham Samad yang baru ditemuinya,
Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Kepala Staf
Kepresidenan Luhut Panjaitan, dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.
Dalam pertemuan dengan Ketua KPK dan
Wakapolri, Jokowi mengatakan, "Sebagai kepala negara saya meminta kepada
institusi Polri dan KPK, memastikan bahwa proses hukum yang ada harus obyektif
dan sesuai dengan aturan UU yang ada."
Jokowi juga meminta agar tidak ada
gesekan antara institusi Polri dan KPK saat menjalankan tugas masing-masing.
Di luar kedua hal yang bersifat
himbauan umum itu, Jokowi tidak menyampaikan sikap, langkah maupun instruksi
nyata.
Sikap Jokowi tersebut oleh aktivis
dinilai tidak menyelesaikan masalah.
"Tanggapan itu justru memberi
angin kepada polisi dan politisi korup. Seharusnya dia bisa perintah selaku
presiden. Dia tidak bersikap layaknya presiden yang menang dipilih rakyat, tapi
justru bersikap seperti petugas partai," kata Bhatara Ibnu Reza, peneliti dari
lembaga Imparsial.
Sebelum menutup pernyataan kurang
dari tiga menit yang diwarnai banyak jeda itu, Jokowi menyampaikan himbauan
kepada pewarta.
"Kita berharap semuanya juga,
media, terutama, menyampaikan hal-hal yang obyektif."
Berbeda dengan pembawaan biasanya,
Jokowi tidak melayani tanya jawab dalam jumpa pers itu. Namun dalam berbagai
kesempatan terkait pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri, Jokowi juga tidak
membuka sesi tanya jawab.
Bambang Widjojanto ditangkap di
halaman sekolah anaknya.
Beberapa saat sebelum jumpa pers,
situs Kompas.com melaporkan bahwa pertanyaan para wartawan tentang penangkapan
Bambang Widjojanto hanya disambut senyuman oleh Presiden Jokowi.
Juga, lapor Kompas, saat seorang
wartawan berteriak, "Pak, negara sedang genting ini, Pak!" tapi
Jokowi tetap hanya tersenyum.
___________________________________________________________________________________________________________________________
Kasus yang menjerat Bambang
Widjojanto
Berdasarkan keterangan Kadiv Humas
Mabes Polri Irjen Ronny Sompie, berikut kronologi kasus tersebut.
Pada 15 Januari 2015, ada laporan
masyarakat ke Mabes Polri tentang kasus sengketa pilkada 2010 di Kotawaringin
Barat, Kalimantan Tengah. Dari hasil penyidikan, ditemukan dua alat bukti sah
untuk memeriksa Bambang.
Status Bambang ditetapkan sebagai
tersangka dengan jeratan pasal 242 juncto pasal 55 KUHP tentang menyuruh saksi
untuk memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan di Mahkamah
Konstitusi.
"Belum ada perintah penahanan,
baru dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka," kata Ronny.
Hingga Jumat sore, Bambang
Widjojanto masih menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri di Jakarta.
___________________________________________________________________________________________________________________________
Franz Magnis turut hadir di KPK
memprotes penangkapan Bambang Widjojanto
Ada
plester?
Jumpa pers Presiden Jokowi terjadi
saat sejumlah pengacara yang mewakili Bambang Widjojanto juga memberi
pernyataan pers di kompleks Markas Besar Polri.
Pendiri LBH APIK Nursyahbani
Katjasungkana, mewakili puluhan pengacara Bambang, mengatakan bahwa klien
mereka baru bersedia diperiksa sampai didampingi para penasihat hukumnya,
seperti dijamin KUHAP.
Dalam penangkapan itu, kata
Nursyahbani, polisi memborgol tangan Bambang.
Penangkapan, kata Nursyahbani,
tampak sudah disiapkan rapi.
"Dalam perjalanan mengantar
anaknya ke sekolah, lalu lintas yang biasanya macet jadi lancar, seperti sudah
diatur, hingga BW (Bambang Widjojanto) sampai di sekolah anaknya," kata
Nursyahbani.
"Begitu keluar dari kompleks
sekolah, sejumlah polisi menangkap BW dan memasukannya ke dalam mobil."
Bambang protes dan menegaskan kepada
para petugas bahwa penangkapan itu ada aturannya sendiri.
"Mereka justru meneror secara
mental. Ada yang mengatakan, 'mana plester, mana plester,' untuk meneror mental
klien kami."
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas
Polri Ronny Sompie menyatakan bahwa, penangkapan Bambang berlangsung secara
manusiawi.
Di Istana Bogor, usai jumpa pers
presiden, plt Kapolri Badrodin Haiti mengulang keterangan kepala Humasnya,
bahwa penangkapan Bambang dilakukan setelah polisi memperoleh tiga alat bukti,
berupa dokumen, keterangan saksi dan keterangan ahli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar