Selasa, 03 Februari 2015

Kepemimpinan Jokowi ! Rakyat tak puas?




Rakyat tak Puas Pada Kinerja Ekonomi Pemerintah Jokowi
Senin, 02 Februari 2015, 19:28 WIB
Republika/Agung Supriyanto
Presiden Joko Widodo 
Presiden Joko Widodo
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat cukup tinggi. Namun, tingkat kepuasan masyarakat dalam tiga bulan pertama ini masih rendah.
Direktur Eksekutif LSI Kuskridho Ambardi mengatakan, pada Oktober 2014 tingkat kepercayaan publik pada presiden mencapai 82.5 persen. Sementara kepercayaan terhadap wakil presiden sebanyak 78.9 persen. Saat responden ditanyakan pertanyaan yang sama pada Januari 2015, kepercayaan masyarakat terhadap presiden dan wakil presiden meningkat. Masing-masing 82.9 persen dan 79.6 persen.

Namun, tingkat kepuasan masyarakat tidak setinggi tingkat kepercayaan tersebut. Meski mayoritas publik menyatakan cukup puas atas kinerja Jokowi-JK. Sebanyak 55 persen responden cukup puas terhadap Jokowi dan 54.2 persen cukup puas akan kinerja JK. Jika ditambahkan dengan yang menilai sangat puas, kepuasan terhadap Jokowi menjadi 61.6 persen, dan 59.3 persen terhadap JK.
Kepuasan masyarakat rendah ketika ditanyakan kinerja Jokowi di bidang ekonomi. Khususnya dalam mengurangi jumlah pengangguran, stabilitas nilai rupiah, mengurangi jumlah orang miskin, stabilitas harga sembako, dan masalah TKI/TKW. Menurut Kuskridho, dari semua aspek itu kurang dari 50 persen masyarakat menilai baik atau sangat baik.

Kepuasan masyarakat juga menyangkut kebijakan yang dikeluarkan Jokowi menyangkut harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BB, bersubsidi pada 18 November 2014 ditentang 71.4 persen responden.
Kebijakan tersebut juga menimbulkan dampak terhadap perekonomian masyarakat. Lebih dari 48 persen merasa berdampak besar dan sangat besar. Ditambah 29 persen merasa cukup berdampak.

Isu-isu yang berkembang selama 100 hari pemerintahan Jokowi, ujar Kuskridho juga mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap kinerja Jokowi. LSI mengangkat isu Presiden Boneka untuk ditanyakan kepada responden.
Sebanyak 23.6 persen menilai Jokowi sebagai presiden yang dipengaruhi Megawati Soekarnoputri. Meski begitu, 55.8 persen tidak mempercayai Jokowi sebagai presiden boneka.

Lalu, isu blusukan juga masih dipandang sebagai pencitraan. Ini dinyatakan oleh 14.3 persen responden. Namun 69.9 persen masih mempercayai blusukan untuk memastikan pelayanan pemeirntah sampai ke masyarakat.
Kepemimpinan SBY Lebih Menjanjikan dari Jokowi


Senin, 02 Februari 2015, 19:47 WIB
Presiden SBY dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis kepuasan terhadap kinerja kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama 100 hari pertama. Hasilnya, kepuasan terhadap kepemimpinan Jokowi lebih rendah dibanding kepemimpinan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 
Direktur Eksekutif LSI, Kuskridho Ambardi mengatakan, evaluasi kinerja presiden di tiap 100 hari pertama kepemimpinan SBY jilid pertama dan kedua lebih tinggi dari Jokowi.
"Publik akan membandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. 100 hari Jokowi tidak semenjanjikan SBY," kata Kuskridho saat memaparkan hasil survei, di kantor LSI Jakarta, Senin (2/2).
Pada Januari 2005, masyarakat memiliki harapan baru terhadap pemerintahan SBY karena pemerintahan periode sebelumnya tidak memuaskan. Sehingga kepuasan masyarakat pada 100 hari pertama SBY pada tahun 2005 cukup tingggi. Sebanyak 66 persen masyarakat sangat puas pada saat itu.
Begitu pula pada periode kedua kepemimpinan SBY pada 2009-2014. Pada Januari 2010, SBY mampu mempelihatkan kepada masyarakat komitmennya dalam memerangi korupsi sangat bagus. Ditandai dengan kasus korupsi besan SBY di KPK. Capaian SBY di sektor ekonomi saat itu juga dinilai cukup baik. 
"Sehingga 70 persen masyarakat puas atas kinerja 100 hari SBY," kata dia.
Sementara, kata Kuskridho, kepuasan masyarakat terhadap 100 hari pemerintahan Jokowi hanya mencapai angka 62 persen. Angka itu diperkirakan lebih anjlok jika survei LSI dilakukan setelah 18 Januari 2015 atau setelah kasus Polri vs KPK mencuat.
"Di Oktober 2014, optimisme masih tinggi tapi Januari turun menjadi 43 persen. Ini sebelum ada kasus konflik Polri dan KPK. Kalau survei setelah kasus ini mencuat jangan-jangan  lebih rendah lagi," kata Kuskridho.

Tidak ada komentar: