Selasa, 02 Desember 2014

Jokowi dan Kasus Pelanggaran HAM, Jokowi tidak Serius Tuntaskan Kasus HAM?

Bebaskan Pollycarpus, Jokowi tidak Serius Tuntaskan Kasus HAM

Headline
Presiden Joko Widodo (Jokowi) - (Foto: Inilahcom)
Oleh: Ajat M Fajar,,Selasa, 2 Desember 2014 | 06:00 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Pembebasan bersyarat (PB) yang diterima Pollycarpus Budihari Priyanto kian menuai pro dan kontra. Beberapa pihak menilai Polly tidak layak mendapatkan PB.

DPD menilai PB yang diberikan oleh Kemenkum HAM terhadap terpidana pembunuh aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib mencederai pemerintahan Joko Widodo. Dimana PB itu dinilai melanggar program Nawacita dalam penuntasan pelanggaran HAM.

"Kami sangat kecewa kepada pemerintahan Jokowi telah membebaskan Pollycarpus terpidana pembunuh aktivis HAM Munir. Secara jelas Jokowi telah melanggar Nawacita terkait penuntasan pelanggaran penuntasan HAM," ujar Wakil Ketua Komite I DPD Fachrul Razi kepada INILAHCOM, Selasa (2/12/2014).

Menurutnya, pemerintah telah melukai hati para pegiat HAM, merusak citra Indonesia di mata internasional terhadap penegakan HAM dengan keputusan pembebasan Pollycarpus.

Fachrul mengatakan sejak pemerintah orde baru sampai pemerintah sekarang tidak serius menyelesaikan semua masalah pelanggaran HAM di Indonesia.

Dimana kasus pelanggaran HAM berat seperti 1965, penembakan misterius, peristiwa Tanjung Priok, penculikan aktivis, dan tragedi semanggi I dan II belum terselesaikan hingga saat ini.

"Semestinya kasus-kasus tersebut menjadi prioritas utama pemerintah untuk di tuntaskan. Kegagalan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus tersebut, menimbulkan pesimisme di tengah masyarakat Indonesia akan kepastian hukum," katanya.

Fachrul menilai masyarakat sangat berharap banyak kepada Presiden Jokowi untuk bisa menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut. Namun dengan keputusan membebaskan Pollycarpus membuat kecewa masyarakat.

"Langkah awal pemerintahan Jokowi tidak menunjukkan penegakan HAM sebagai program prioritas," katanya. [ind]

Presiden Jokowi Akan Bicara soal Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu

Senin, 1 Desember 2014 | 14:21 WIB
AFP PHOTO / PRESIDEN PALACE / Laily Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat Kabinet di Istana Presiden di Jakarta, Senin (17/11/2014). Presiden mengatakan akan memotong subsidi BBM yang telah memakan 20 persen APBN, danmengalihkan uang subsidi untuk memperbaiki infrastruktur dan program-program membantu rakyat miskin. AFP PHOTO / PRESIDEN PALACE / Laily

JAKARTA, KOMPAS.com —Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto membantah pemerintah melupakan komitmennya tehadap penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu. Menurut Andi, dalam waktu dekat, Jokowi akan secara khusus bicara soal kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut. "Masih, komitmen masih dipegang. Dalam waktu yang tidak lama, akan ada yang lebih jelas dari Presiden soal kasus-kasus itu," ujar Andi di Silang Monas, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Andi menuturkan, Jaksa Agung HM Prasetyo baru dilantik sehingga masih perlu berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan juga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno untuk mempelajari kasus-kasus tersebut.
Meski baru tahap koordinasi, Andi menyatakan, semua masukan dari para aktivis HAM akan didengar pemerintah.
"Usulan pun sudah diberikan. Tapi, kita harus hati-hati, lihat dulu perangkat regulasi yang ada," imbuh Andi.
Terkait pembebasan bersyarat yang diberikan pemerintah terhadap terpidana kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus, Andi mengungkapkan bahwa hal itu sudah sesuai dengan prosedur hukum. Pemerintah, kata dia, tidak bisa mengintervensi dengan menahan Polly lebih lama.
"Jadi, untuk menghormati, prinsip-prinsip itu pemerintah tidak mencampuri apa yang sudah berlaku," ucap Andi.
Sementara itu, Tedjo mengatakan, pemerintah mendorong upaya rekonsiliasi untuk penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Tedjo meminta agar masyarakat tidak lagi melihat ke belakang dan mencari pihak-pihak yang bersalah. (Baca: Soal Penanganan Kasus HAM, Menko Polhukam Minta Jangan Lagi Lihat ke Belakang)
"Yang lalu kan sudah, rekonsiliasi ini kita lanjutkan. Jangan mundur lagi ke belakang. Negara perlu makmur ke depan, bukan hanya mencari salah di sana-sini. Jadi, ayo perbaiki bangsa ke depan," ujar Tedjo.
Sebelumnya, Sumarsih, ibunda BR Norma Irmawan (Wawan), yang menjadi korban dari peristiwa Semanggi I, menuliskan opini di harian Kompas yang menuntut realisasi janji kampaye Presiden Jokowi. (Baca: Menanti Komitmen JKW-JK Menuntaskan Kasus Tragedi Semanggi)
Dia menulis, dalam visi, misi, dan program aksi, JKW-JK berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu dan menghapus semua bentuk impunitas.


Penulis: Sabrina Asril
Editor : Sandro Gatra

Tidak ada komentar: